Kabupaten Maros: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
AMA Ptk (bicara | kontrib)
Baris 256:
Sejarah tentang Maros senantiasa terkait dengan keberadaan manusia prasejarah yang ditemukan di [[Gua]] Pettae, [[Leang-Leang, Bantimurung, Maros|Kelurahan Leang-Leang]], [[Bantimurung, Maros|Kecamatan Bantimurung]] (sekitar 11 km dari [[Kota Turikale]] atau 44 km dari [[Kota Makassar]]). Dari hasil penelitian, arkeolog menyebutkan bahwa gua bersejarah tersebut telah dihuni oleh manusia sejak zaman [[megalitikum]] sekitar 3.000 tahun sebelum [[Masehi]] (nyaris satu zaman dengan [[Nabi Nuh]] yang wafat 3043 tahun sebelum Masehi) yang selanjutnya turun-temurun atau beranak-pinak hingga saat ini. Sehingga, untaian sejarah tersebut menjadi "benang merah" tentang asal-muasal orang-orang Maros atau biasa disebut dengan istilah "Putera Daerah".
 
Pada zaman mesolitik yang sebaran tinggalannya banyak ditemukan di [[Sulawesi Selatan]], tepatnya di gua-gua prasejarah di kawasan [[karst Maros-Pangkep]]. Kawasan pegunungan gamping (karst) Maros-Pangkep adalah kawasan yang memiliki karakteristik relief dan drainase yang khas, terutama yang disebabkan oleh pelarutan batuan yang intensif. Proses pelarutan lebih sering terjadi pada batuan karbonat, yang disebut dengan proses karstifikasi sehingga membe ntukmembentuk bukit-bukit karst yang membentang utara-selatan Pulau Sulawesi dengan lereng yang nyaris tegak seperti menara dan disebut sebagai tipe tower karst. Kawasan karst tersebut terdiri dari bukit-bukit yang terjal dengan lubang-lubang di kaki dan lereng perbukitan. Lubang-lubang itu adalah gua horizontal yang terjadi karena proses alam, yang lazim terdapat di suatu kawasan karst. Penduduk setempat menyebutnya "leang" (cave). Temuan lukisan telapak tangan, alat serpih, dan mata panah bergerigi di gua-gua prasejarah Maros.
 
Jejak hunian prasejarah di Sulawesi Selatan perta mapertama kali terungkap mela luimelalui penelitian rintisan yang dilaku kandilakukan oleh Paul Sarasin dan Fritz Sarasin, dua orang naturalis berkebangsaan [[Swiss]] yang melakukan penelitian pada leang Cakondo, Ululebba dan Ba lisao di Bone antara tahun 1902-1903 yang kemudian diterbitkan menjadi buku yang berjudul Reisen in Celebes. Hasil penel itianpenelitian mereka memicu para peneliti lain untuk melakukan penelitian di wilayah Sulawesi Selatan, termasuk di wilayah karst Maros-Pangkep. Pada tahun 1950 untuk pertama kalinya ditemukan lukisan pada dinding gua prasejarah (rock painting) berwarna merah oleh Van Heekeren dan Miss Heeren Palm di leang Petta'e Maros. Heekeren menemukan gambar babi rusa yang sedang meloncat dan di
bagian dadanya terdapat mata panah menancap, sedangkan Miss Heeren Palm menemukan gambar telapak tangan dengan latar belakang cat merah yang diduga berasal dari tangan kiri wanita. Sejak itulah penelitian di kawasan karst Maros-Pangkep dilakukan lebih intensif dan menghasilkan data yang melimpah tentang jejak hunian prasejarah di kawasan tersebut. Sampai sekarang wilayah ini masih menjadi salah satu obyek penelitian para arkeolog baik dari dalam maupun luar negeri.
 
Berdasarkan hasil pendataan Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala Makassar, terdapat sekitar 100-an leang prasejarah yang tersebar di kawasan karst Maros-Pangkep dengan beragam jenis tinggalan budaya berupa lukisan di dinding gua, sebaran alat batu dan sisa-sisa sampah makanan berupa cangkang mollusca. Tinggalan arkeologi tersebut menjadi obyek kajian yang sangat menarik diteliti untuk mengetahui kehidupan di masa lalu. Keseluruhan benda-benda hasil kebudayaan masa lalu termasuk tinggalan prasejarah di kawasan karst Maros-Pangkep menurut Undang-Undang nomor 5 tahun 1992 d isebutdisebut Benda Cagar Budaya, yang definisinya adalah "benda buatan manusia dan alam yang umurnya sekurang-kurangnya 50 tahun, yang mewakili zaman gaya yang khas dan zaman gaya sekurang-kurangnya 50 tahun, serta bernilai penting bagi sejarah, ilmu pengetahuan dan kebudayaan". Oleh karena itu, masuk akal jika gua-gua prasejarah
yang terdapat di kawasan karst Maros-Pangkep kemudian mendapat perlindungan undang-undang oleh pemerintah. Keberadaan gua-gua prasejarah beserta tinggalannya perlu kita lestarikan bersama sebagai warisan budaya bangsa. Dengan latar belakang geografis, prasejarah dan sejarah yang beragam, kawasan karst Maros-Pangkep melahirkan kebudayaan yang merupakan perpaduan antara nilai-nilai agama dengan lingkungan alam, dilatarbelakangi dan
diwarnai dua etnis besar, yaitu Bugis dan Makassar sehingga memiliki keunikan tersendiri.