Sutardjo Kertohadikusumo: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Hanamanteo (bicara | kontrib)
k Membatalkan 1 suntingan oleh AABot (bicara): Salin tempel dari https://tirto.id/soetardjo-kartohadikoesoemo-gubernur-pertama-jawa-barat-cM9H (TW)
Tag: Pembatalan
Hanamanteo (bicara | kontrib)
k Dikembalikan ke revisi 15150828 oleh LaninBot (bicara) (TW)
Tag: Pembatalan
Baris 42:
}}
 
'''Mas Sutardjo Kertohadikusumo''' ({{lahirmati|[[Blora]], [[Jawa Tengah]]|22|10|1892|[[Daerah Khusus Ibukota Jakarta|Jakarta]]|20|12|1976}}) adalah gubernur pertama [[Jawa Barat]]. Menurut UU No. 1 Tahun 1945, daerah Jawa Barat saat itu menjadi daerah [[wikt:otonom|otonom]] provinsi. Sekalipun ia adalah Gubernur Jawa Barat, tetapi ia tidak berkantor di [[Bandung]], melainkan di [[Jakarta]]. Sutardjo merupakan tokoh nasional yaitu anggota [[Komite Nasional Indonesia Pusat]] (KNIP). Ia penggagas [[Petisi Sutarjo]]. Petisi ini diajukan pada [[15 Juli]] [[1936]], kepada [[Ratu Wilhelmina]] serta ''[[Dewan Negara Belanda|Staten Generaal]]'' ([[parlemen]]) [[Belanda]]. Petisi ini diajukan karena ketidakpuasan rakyat terhadap kebijakan politik Gubernur Jenderal [[De Jonge]]. Selain itu ia pernah menjabat juga sebagai [[Ketua DPA]].
 
Mula-mula ia mengenyam pendidikan formal [[di]] ELS [[Europeesche Lagere School|(Europeesche Lagere School)]]. Setelah lulus, ia melanjutkan ke [[School tot Opleiding van Indische Artsen|STOVIA]] [[Opleiding School Voor Inlandsche Ambtenaren|(Opleiding School Voor Inlandsche Ambtenaar)]], sekolah yang khusus mendidik para calon pegawai pamong praja. Di sinilah ia mulai berkenalan dengan dunia pergerakan dan organisasi.
 
Saat berusia 19 tahun, Soetardjo terpilih sebagai ketua salah satu cabang [[Budi Utomo|Boedi Oetomo]] sampai tahun [[1911]], tapi jabatannya itu harus ditinggalkan karena setamat sekolah ia bekerja di kantor Asisten Residen di Blora.
 
Belum genap setahun di kantor tersebut, ia diangkat menjadi Pembantu Juru Tulis di kantor Residen [[Kabupaten Rembang|Rembang]]. Kariernya sebagai ''ambtenaar'' terus menanjak. Dua tahun kemudian ia menjabat sebagai asisten wedana di ''onderdistrik'' [[Bogorejo, Blora|Bogorejo]] di daerah [[Kabupaten Blora|Blora]]. Saat bertugas di posisi ini, kondisi masyarakat di wilayahnya tengah menderita karena diisap para tengkulak dan lintah darat. Ia kemudian mendirikan [[koperasi]] untuk mengurangi ketergantungan rakyat kepada para pelaku ekonomi yang menindas tersebut.
 
Nadi kehidupannya yang digaji oleh pemerintah kolonial tak membuat Soetardjo terlena. Ia bersama pangreh praja pribumi lain mendirikan Persatoean Pegawai Bestuur Bumipoetera (PPBB) yang aktif mengusahakan kemajuan rakyat dan daerah.
 
 
Warsa 1930, saat Sukarno diadili di Landraad [[Kota Bandung|Bandung]] karena dituding hendak memberontak kaum kolonial, Soetardjo—waktu itu anggota [[Partai Nasional Indonesia Marhaenisme|Partai Nasional Indonesia]] (PNI) cabang [[Kota Bandung|Bandung]] dan peserta kursus kepemimpinan yang diselenggarakan partai tersebut—ditunjuk untuk menulis kesaksian tentang kegiatan kursus kepemimpinan sebagai klarifikasi atas tuduhan yang menyeret Sukarno dkk ke meja hijau.
 
 
Lewat PPBB, ia kemudian menjadi anggota [[Volksraad]] dan cukup vokal di dewan perwakilan rakyat tersebut. Pada 20 Desember 1920, ia mengusulkan agar pengurus pusat PPBB mengeluarkan mosi untuk menanggapi rencana penghapusan [[OSVIA]] di Madiun oleh pemerintah kolonial.
 
“Sebagai pengurus PPBB, Soetardjo memiliki pandangan yang sangat [[revolusioner]]. Gagasannya adalah untuk mendukung organisasi-organisasi pergerakan yang non-kooperatif. Ia memiliki tujuan untuk memulai perjuangannya dengan mengganti istilah [[Boemi Poetera|bumiputra]] dengan istilah Indonesia,” tulis Djoko Marihandono dkk ''Soetardjo Kartohadikoesoemo'' (2016).
 
Sepak terjang Soetardjo selama menjadi anggota [[Volksraad]] terus berlanjut. Pada Rapat Volksraad tanggal 7 Agustus 1931, ia menyoroti kemunduran pembatik di Kota Lasem akibat situasi ekonomi yang menentu dan buruknya pelayanan dari aparat pemerintah setempat. Kondisi ini pun diperburuk oleh keberpihakan para pejabat Eropa yang dianggap mengistimewakan para pembatik keturunan Cina dan tak memperhatikan aspirasi-aspirasi pembatik bumiputra.
 
Dalam masa reses persidangan [[Volksraad]], Soetardjo pun tak berdiam diri. Ia memperlihatkan keberpihakannya kepada kaum bumiputra, salah satunya menghadiri rapat umum PPBB pada 27 Agustus 1931 di Gedung Kesenian [[Batavia]] di [[Gondangdia, Menteng, Jakarta Pusat|Gondangdia]].
 
Pada [[rapat]] tersebut ia mengusulkan pembentukan sebuah dana beasiswa ''(studiefond)'', pembentukan bank [[Priayi|priyayi]], dan pengumpulan dana yang dapat disalurkan untuk kepentingan bumiputra lain.<ref>{{Cite web|url=https://tirto.id/soetardjo-kartohadikoesoemo-gubernur-pertama-jawa-barat-cM9H|title=Soetardjo Kartohadikoesoemo, Gubernur Pertama Jawa Barat|website=tirto.id|language=id|access-date=2019-09-22}}</ref>
 
 
Sekalipun ia adalah Gubernur Jawa Barat, tetapi ia tidak berkantor di [[Bandung]], melainkan di [[Jakarta]]. Sutardjo merupakan tokoh nasional yaitu anggota [[Komite Nasional Indonesia Pusat]] (KNIP). Ia penggagas [[Petisi Sutarjo]]. Petisi ini diajukan pada [[15 Juli]] [[1936]], kepada [[Ratu Wilhelmina]] serta ''[[Dewan Negara Belanda|Staten Generaal]]'' ([[parlemen]]) [[Belanda]]. Petisi ini diajukan karena ketidakpuasan rakyat terhadap kebijakan politik Gubernur Jenderal [[De Jonge]]. Selain itu ia pernah menjabat juga sebagai [[Ketua DPA]].
<!--Soetardjo Kartohadikoesoemo dilahirkan pada 22 Oktober 1892.
Orang tua laki-laki Soetardjo adalah seorang Assistant-Wedono di onder-distrik Kunduran, Ngawi, yaitu Kiai Ngabehi Kartoredjo. Sedangkan Ibunda Soetardjo, Mas Ajoe Kartoredjo, adalah keturunan keluarga pemerintahan dari Banten. Keluarga Soetardjo adalah keluarga pamong praja. Semua saudara laki-lakinya menjadi pegawai negeri, sedangkan yang perempuan menjadi istri pegawai negeri.
Baris 126 ⟶ 101:
 
Soetardjo Kartohadikoesoemo wafat pada 20 Desember 1976 di Jl. Raden Saleh No. 18 Jakarta. Soetardjo dikaruniai 12 orang putra putri, yaitu Soesatio Soedarko, Roro Setiowati Soetari, Setiadjid Soetario, Setiadi, Setioso, Roro Soesanti, Sri Soedarti, Roro Setiarti, Setiotomo, Soetedjo, Boedisatio, dan Haksomo.-->
{{Start}}
== Rujukan ==
<references />{{Start}}
{{S-off}}
{{S-new|office}}