Kompas (surat kabar): Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Tidak ada ringkasan suntingan
Menambah referensi
Baris 48:
Izin sudah dimiliki, tetapi "Bentara Rakyat" tidak kunjung terbit. Rupanya rintangan belum semuanya berlalu. Masih ada satu halangan yang harus dilewati, yakni izin dari Panglima Militer Jakarta yang pada saat itu dijabat oleh Letnan Kolonel Dachja. Dari markas militer Jakarta, diperoleh jawaban izin operasi keluar apabila syarat 5.000 tanda tangan pelanggan terpenuhi. Akhirnya, para wartawan pergi ke pulau Flores untuk mendapatkan tanda tangan tersebut, karena memang mayoritas penduduk Flores beragama Katolik.
 
Nama "Bentara" sesuai dengan selera orang [[Flores]]. Majalah Bentara, katanya, juga sangat populer di sana. Ketika akan menjelang terbit petama kalinya, Frans Seda melaporkan pada presiden Soekarno tentang persiapan terbitan perdana harian tersebut. Namun, dari Presiden Soekarno inilah lahir nama “Kompas” yang berarti adalah penunjuk arah. Akhirnya berdasarkan kesepakatan redaksi pada saat itu, untuk menerima usulan dari Presiden Soekarno untuk mengubah nama harian Bentara Rakyat menjadi Kompas. Atas usul Presiden Soekarno, namanya diubah menjadi Kompas. Menurut Bung Karno, "Kompas" berarti pemberi arah dan jalan dalam mengarungi lautan dan hutan rimba.<ref>{{cite web|url=http://lipsus.kompas.com/hut45/sejarahkompas|title=Nama KOMPAS Pemberian Bung Karno|accessdate=2011-11-04|quote=Mendengar jawaban itu Bung Karno tersenyum dan berkata: "saya memberi nama yang lebih bagus. Kompas! Tahu toh apa artinya Kompas? Pemberi arah dan jalan dalam mengarungi lautan dan hutan rimba. Maka, harian baru itu terbit dengan nama Kompas.}}</ref><ref>{{Cite journal|last=Kurniawan|first=Andik|last2=Nurcahyo|first2=Abraham|date=2013-01-10|title=Pengaruh Dinamika Politik Indonesia Terhadap Eksistensi Harian Kompas (1965-2012)|url=http://e-journal.unipma.ac.id/index.php/JA/article/view/904|journal=AGASTYA: JURNAL SEJARAH DAN PEMBELAJARANNYA|language=id|volume=3|issue=01|doi=10.25273/ajsp.v3i01.904|issn=2502-2857}}</ref>
 
Setelah mengumpulkan tanda bukti 3000 calon pelanggan sebagai syarat izin penerbitan, akhirnya Kompas terbit pertama kali pada tanggal 28 Juni 1965.<ref>{{cite web|url=http://lipsus.kompas.com/hut45/sejarahkompas|title=Nama KOMPAS Pemberian Bung Karno|accessdate=2011-11-04|quote=Untuk mendapatkan izin penerbitan ketika itu bukan perkara mudah. Selain aparat yang mengatur perizinan dikuasai Partai Komunis Indonesia (PKI), penerbit juga harus bisa menunjukkan bukti bahwa sudah ada pelanggan sekurang-kurangnya 3.000 orang. Maka, Frans seda kemudian menginstruksikan kepada anggota-anggota partai, guru-guru sekilah, dan anggota Koperasi Kopra Primer di Kabupaten sikka, Ende Lio, dan Flores Timur untuk secepat mungkin mengirim daftar 3.000 pelanggan, lengkap dengan tanda tangan dan alamat.}}</ref> Pada mulanya kantor redaksi Kompas masih menumpang di rumah [[Jakob Oetama]], kemudian berpindah menumpang di kantor redaksi Majalah Intisari. Pada terbitan perdananya, Kompas hanya terbit dengan empat (4) halaman dengan iklan yang hanya berjumlah enam (6) buah.<ref>{{cite web|url=http://books.google.co.id/books?id=94CY-U2wfHsC&lpg=PA50&ots=KeIT140gmT&dq=kantor%20kompas%20pertama%20intisari&hl=id&pg=PA50#v=onepage&q=kantor%20kompas%20pertama%20intisari&f=false|title=Pers Order Baru|accessdate=2011-11-04|quote=hal.50.}}</ref> Selanjutnya, pada masa-masa awal berdirinya (1965) Koran Kompas terbit sebagai surat kabar mingguan dengan 8 halaman, lalu terbit 4 kali seminggu, dan hanya dalam kurun waktu 2 tahun telah berkembang menjadi surat kabar harian nasional dengan oplah mencapai 30.650 eksemplar.<ref>{{cite web|url=http://www.kompasgramedia.com/aboutkg/history|title=History|accessdate=2013-15-29|quote=Pada mulanya KOMPAS terbit sebagai surat kabar mingguan dengan 8 halaman, lalu terbit 4 kali seminggu, dan hanya dalam kurun waktu 2 tahun telah berkembang menjadi surat kabar harian nasional dengan oplah mencapai 30.650 eksemplar}}</ref>