Kedatuan Luwu: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
kTidak ada ringkasan suntingan
kTidak ada ringkasan suntingan
Baris 39:
([[Kota Palopo]])
}}
'''Kedatuan Luwu''' (juga dieja '''Luwuq''', '''Wareq''', '''Luwok''', '''Luwu'''') sudah lama dipercayaadalah kerajaan Bugis yang tertua., Padapada 1889, [[Daftar Penguasa Hindia Belanda|Gubernur Hindia Belanda]] di [[Makassar]] mengakumenyatakan bahwa masa kejayaan Luwu antara [[abad ke-10]] sampai [[abad ke-14|14]], tetapi tidak ada bukti lebih lanjut. Luwu bersama-sama dengan [[Wewang Nriwuk]] dan [[Tompotikka]] adalah tiga kerajaan Bugis pertama yang tertera dalam epik [[I La Galigo]], sebuah karya orang suku bugis. Namun begitu, I La Galigo tidak dapat diterima sepenuhnya sebagai teks sejarah karena dipenuhi dengan mitos, maka keberadaan kerajaan-kerajaan ini dipertanyakan. Pusat kerajaan ini terletak di [[Malangke, Luwu Utara|Malangke]] yang kini menjadi wilayah [[Kabupaten Luwu Utara]], [[Sulawesi Selatan]]. Kerajaan Luwu juga disebutkan dalam kitab [[Kakawin Nagarakretagama]], teks pada abad ke-14 sebagai daerah di bawah pengaruh kerajaan [[Majapahit]] bersama Lombok Mirah ([[Pulau Lombok|Lombok]]), Bantayan ([[Bantaeng]]) dan Udamakatraya ([[Kepulauan Talaud]]) dan pulau-pulau disekitarnya pada periode Prabu [[Hayam Wuruk]] (1350-1389 M).tetapi bukti sejarah penaklukan kerajaan luwu oleh majapahit melainkan perkawinan kerajaan<ref>Riana, I Ketut (2009). [http://books.google.co.id/books?id=A5p9tEO1_gUC&lpg=PA215&dq=BAKULA%20PURA&pg=PA215#v=onepage&q=BAKULA%20PURA&f=false ''Nagara Krtagama'']. Penerbit Buku Kompas. h. 102. [[International Standard Book Number|ISBN]] [[Istimewa:Sumber_buku/9797094332|9797094332]].ISBN 978-979-709-433-1 "''48. Muwah tangi gurun sanusa mangaran ri lombok mirah, lawan tikang-i saksak-adi nikalun kahajyan kabeh, muwah tanahi bantayan pramuka bantayan len luwuk, tekeng udhamakatrayadi nikanang sanusa pupul''"</ref>
 
== Sejarah ==
Di dalam epik [[La Galigo]], terdapat versi menggambarkan sebuah wilayah pesisir dan sungai yang didefinisikan secara samar-samar yang ekonominya berbasis pada perdagangan. Pusat-pusat penting di wilayah ini adalah Luwu dan kerajaan Cina (diucapkan Cheena tapi identik dalam pengucapan bahasa Indonesia ke [[China]]), yang terletak di lembah Cenrana bagian barat, dengan pusat istananya di dekat dusun [[Sarapao]] di distrik [[Pamanna]]. Ketidakcocokan La Galigo dan ekonomi politik dengan realitas kerajaan agraris Luwu menyebabkan sejarawan Bugis mengajukan periode intervensi kekacauan untuk memisahkan keduanya secara kronologis.<ref>Pelras, C. 1996. ''The Bugis.'' Oxford: Blackwell.</ref>
 
Penelitian arkeologi dan tekstual yang dilakukan sejak tahun [[1980-an]] telah meruntuhkan kronologi ini.<ref>Bulbeck, D. and I. Caldwell. 2000. ''Land of iron; The historical archaeology of Luwu and the Cenrana valley.'' Hull: Centre for South East Asian Studies, University of Hull.</ref> Survei dan penggalian yang ekstensif di Luwu telah mengungkapkan bahwa Luwu tidak lebih tua dari kerajaan agraris yang berdiri paling awal di semenanjung barat daya. Pemahaman yang baru adalah bahwa orang Bugis yang berbicara dengan pemukim dari lembah [[Cénrana|Cenrana]] barat mulai menetap di sepanjang batas pantai sekitar tahun 1300. [[Teluk Bone]] bukanlah daerah yang berbahasa Bugis: ini adalah daerah dengan keragaman etnis yang sangat beragam. Orang [[Suku Pamona|Pamona]], [[Padoe]], [[Toala]], [[Wotu]] dan [[Lemolang]] tinggal di dataran rendah pesisir dan kaki bukit, sedangkan lembah dataran tinggi merupakan rumah bagi kelompok yang berbicara dalam berbagai bahasa Sulawesi Tengah dan Selatan lainnya. Orang-orang Bugis ditemukan hampir di sepanjang pantai, yang terbukti bahwa mereka bermigrasi untuk berdagang dengan masyarakat adat Luwu. Sudah jelas bahwa dari sumber arkeologi dan tekstual bahwa Luwu adalah koalisi Bugis dari berbagai kelompok etnis, yang dipersatukan oleh hubungan perdagangan.
 
Ekonomi politik Luwu didasarkan pada peleburan bijih besi yang dibawa turun, melalui pemerintahan Lémolang di [[Baebunta, Luwu Utara|Baebunta]], ke [[Malangke, Luwu Utara|Malangke]] di dataran pantai tengah. Di sini besi yang akan dilelehkan itu diolah menjadi senjata dan alat pertanian dan diekspor ke dataran rendah selatan yang memproduksi beras. Hal ini membawa kekayaan yang besar, dan pada abad [[abad ke-14|ke-14]] Luwu telah menjadi entitas yang ditakuti di bagian selatan semenanjung barat daya dan tenggara. Penguasa pertama yang diketahui secara nyata adalah [[Dewaraja|Déwaraja]] (memerintah c.1495-1520). Cerita saat ini di Sulawesi Selatan menceritakan serangan agresifnya terhadap kerajaan tetangga, [[Kerajaan Wajo|Wajo]] dan [[Kerajaan Sidenreng|Sidenreng]]. Kekuasaan Luwu mulai memudar pada abad [[abad ke-16|ke-16]] oleh meningkatnya kekuatan kerajaan agraris dari selatan, dan kekalahan militernya ditetapkan dalam [[Tawarik Bone]].
 
Pada tanggal 4 atau 5 Februari 1605, Datu Luwu, [[La Patiwareq]], Daeng ParebbungPareqbung, menjadi penguasa yang pertama dari wilayah Sulawesi bagian selatan yang memeluk Islam, menggunakan gelar Sultan Muhammad Wali Mu'z'hir (atau Muzahir) al-din. Dia dimakamkan di Malangke dan disebut dalam kronik sebagai [[Matinroe ri Wareq|Matinroé ri Wareq]], ("Dia yang tidur di Wareq"), bekas pusat istana Luwu. Guru agamanya, [[Dato Sulaiman]], dikuburkan di dekatnya. Sekitar tahun 1620, Malangke ditinggalkan dan sebuah ibu kota baru didirikan di sebelah barat, [[Kota Palopo|Palopo]]. Tidak diketahui mengapa wilayah Malangke, yang populasinya mungkin mencapai 15.000 pada abad ke-16, tiba-tiba ditinggalkan: kemungkinan besar termasuk penurunan harga barang besi dan potensi ekonomi perdagangan dengan suku-suku dari dataran tinggi [[Suku Toraja|Toraja]].
 
Pada abad [[abad ke-19|ke-19]], Luwu telah menjadi kerajaan kecil. [[James Brooke]], yang di kemudian hari menjadi Rajah [[Sarawak]], menulis pada tahun [[1830-an]] bahwa "Luwu adalah kerajaan Bugis tertua, dan yang paling rusak [...] Palopo adalah kota yang menyedihkan, yang terdiri dari sekitar 300 rumah, tersebar dan bobrok [...] Sulit dipercaya bahwa Luwu bisa menjadi negara yang kuat, kecuali dalam keadaan peradaban asli yang sangat rendah."<ref>Brooke, J. 1848. ''Narrative of events in Borneo and Celebes down to the occupation of Labuan. From the Journals of James Brooke, Esq. Rajah of Sarawak and Governor of Labuan [. . .] by Captain [[Rodney Mundy]].'' London: John Murray.</ref>
Baris 55:
 
== Datu ==
 
* Datu Luwu ke-1: Batara Guru, bergelar To Manurung merupakan Pajung
* Mytos: Simpurusia, Manurung ri Lompo (Sengkang, Wajo)
* Datu Luwu ke-2: Batara Lattu’, merupakan Pajung, memerintah selama 20 tahun.
* Mytos: Anakaji, anak Simpurusia
* 1268-1293: Datu Luwu ke-3: Simpurusiang, merupakan Pajung
* 1293-1330Mytos: Datu LuwuMatengngnaémpong, ke-4:anak Anakaji, merupakan Pajung
* Legendaris: Tampabalusu, Tomanurung di Tompotikka (Sulteng)
* 1330-1365: Datu Luwu ke-5: Tampa Balusu, merupakan Pajung
* Legendaris: Tanrabalusu, anak Tampabalusu
* 1365-1402: Datu Luwu ke- 6: Tanra Balusu, merupakan Pajung
* Semi-legendaris: To Apanangi
* 1402-1426: Datu Luwu ke-7: Toampanangi, merupakan Pajung
* Semi-legendaris: Bataraguru ''(bukan Bataraguru dari Galigo)''
* 1426-1458: Datu Luwu ke-8: Batara Guru II, merupakan Pajung
* Akhir abad ke-15: To Sangkawana (= La Pasampoi, Maddanreng ri Talottenreng in Wajo - see Lontara Sukkuna Wajo)
* \1458-1465: Datu Luwu ke-9: La Mariawa, merupakan Pajung
*Akhir abad ke-15: La Busatana (Lontara Sukkuna Wajo)
* 1465-1507: Datu Luwu ke-10: Risaolebbi, merupakan Pajung
* Awal abad ke-16: Déwaraja, Datu Sangaria, Datu Kellali
* 1507-1541: Datu Luwu ke-11: Dewaraja, bergelar Maningoe’ ri Bajo merupakan Pajung
* Abad ke-16: Datu ri Saolebbi
* 1541-1556: Datu Luwu ke-12: Tosangkawana, merupakan Pajung
*Abad ke-16: Maningo ri Bajo
* 1556-1571: Datu Luwu ke-13: Maoge, merupakan Pajung
* 1587-1615: Datu Luwu ke-15: Andi Pattiware’Pattiwareq DaengDaéng Parabung atau Pattiarase, bergelar Petta Matinroe’Matinroé ri MalangkeMalangké (Petta Luwu) "sebagai raja pertama yang menerima ajaran syariat islam yang di bawah olek Datuk Sulaiman" merupakan Pajung
* 1571-1587: Datu Luwu ke-14: E Tenri Rawe’, merupakan Pajung
* 1615-1637: Pattipasaung
* 1587-1615: Datu Luwu ke-15: Andi Pattiware’ Daeng Parabung atau Pattiarase, bergelar Petta Matinroe’ ri Malangke (Petta Luwu) "sebagai raja pertama yang menerima ajaran syariat islam yang di bawah olek Datuk Sulaiman" merupakan Pajung
* 1637-1663: La Basso atau La Pakéubangan atau Sultan Ahmad Nazaruddin, bergelar Petta Matinroé ri Gowa (Lokkoé)
* 1615-1637: Datu Luwu ke-16: Patipasaung, merupakan Pajung
* 1637-1663: Datu Luwu ke-171704: La Basso atau La Pakeubangan atau Sultan Ahmad NazaruddinSettiaraja, bergelar Petta Matinroe’Matinroé ri Gowa (Lokkoe’) merupakanTompoq PajungTikkaq
* Datu Luwu ke1704-19:1704? Petta Matinroe’ ri Polka, merupakan Pajung, memerintah ketika Settiaraja pergi membantu Gowa menghadapi VOC.
* 1663-1704: Datu Luwu ke-18 dan ke-20: Settiaraja, bergelar Petta Matinroe’ ri Tompoq Tikkaq merupakan Pajung
* 1704-1715: Datu Luwu ke-21: La Onro Topalaguna, bergelar Petta Matinroe’Matinroé ri Langkanae’ merupakan PajungLangkanaé
* Datu Luwu ke-19: Petta Matinroe’ ri Polka, merupakan Pajung, memerintah ketika Settiaraja pergi membantu Gowa menghadapi VOC.
* 1706-1715: Batari Tungké, bergelar Sultan Fatimah Petta Matinroé ri Pattiro
* 1704-1715: Datu Luwu ke-21: La Onro Topalaguna, bergelar Petta Matinroe’ ri Langkanae’ merupakan Pajung
* 1706-1715: Datu Luwu ke-221748: Batari TungkeToja, bergelar Sultan FatimahZaenab Petta Matinroe’Matinroé ri Pattiro merupakan PajungTippulué
* 1715-1748: Datu Luwu ke-231778: BatariWe TojangTenriléléang, bergelar SultanPetta Zaenab Matinroe’Matinroé ri Tippulue’ merupakan PajungSoréang
* 1760-1765: Datu Luwu ke-25: Tosibengngareng, bergelar La KasengKaséng Patta Matinroe’Matinroé ri Kaluku Bodoe’ merupakan PajungBodoé
* 1748-1778: Datu Luwu ke-24 dan ke-26: We Tenri Leleang, bergelar Petta Matinroe’ ri Soreang merupakan Pajung
* 1778-1810: La Tenripeppang atau Daéng Paliq, bergelar Petta Matinroé ri Sabbangparu
* 1760-1765: Datu Luwu ke-25: Tosibengngareng, bergelar La Kaseng Patta Matinroe’ ri Kaluku Bodoe’ merupakan Pajung
* 1778-1810: Datu Luwu ke-271825: LaWe Tenri PeppangTenriawaru atau DaengSultan Pali’Hawa, bergelar Petta Matinroe’Matinroé ri SabbangparuTengngana merupakan PajungLuwu
* 1810-1825: Datu Luwu ke-281854: WeLa TenriOddang Awaru atau Sultan HawaPéro, bergelar Petta Matinroe’ ri Tengngana LuwuMatinroé merupakanKombong PajungBeru
* 18251854-18541880: DatuPatipatau Luwuatau ke-29:Abdul LaKarim Oddang PeroToapanyompa, bergelar Petta Matinroe’ Kombong BeruMatinroé merupakanri PajungLimpomajang
* 1854-1880: Datu Luwu ke-301883: PatipatauWe atauAddi Abdul Karim ToapanyompaLuwu, bergelar Petta Matinroe’ ri Limpomajang, merupakanMatinroé PajungTemmalullu
* 18801883-18831901: DatuIskandar LuwuOpu ke-31: We AddiDaeng LuwuPaliq, bergelar Petta Matinroe’ TemmalulluMatinroé merupakanri PajungMatekko
* 1883-1901-1935: DatuAndi LuwuKambo ke-32:atau IskandarSiti Husaimah Andi Kambo Opu Daeng Pali’Risompa Sultan Zaenab, bergelar Petta Matinroe’Matinroé ri Matekko merupakan PajungBintanna
* 1935-1965: Datu Luwu ke-34 dan ke-26: [[Andi DJemma]], bergelar Petta Matinroe’ ri Amaradekanna merupakan Pajung [[Pahlawan Nasional]] Republik Indonesia dari Sulawesi Selatan
* 1901-1935: Datu Luwu ke-33: Andi Kambo atau Siti Husaimah Andi Kambo Opu Daeng Risompa Sultan Zaenab, bergelar Petta Matinroe’ ri Bintanna merupakan Pajung
* Datu Luwu ke1945-35:1950 Andi Jelling, merupakan Pajung, memerintah ketika Andi Jemma ditahan dan diasingkan oleh Belanda.
* 1935-1965: Datu Luwu ke-34 dan ke-26: [[Andi DJemma]], bergelar Petta Matinroe’ ri Amaradekanna merupakan Pajung [[Pahlawan Nasional]] Republik Indonesia dari Sulawesi Selatan
*2012 Datu Luwu Ke 40 [[La Maradang Andi Mackulau Opu To Bau]] diangkat pada tahun 2012 sampai sekarang
* Datu Luwu ke-35: Andi Jelling, merupakan Pajung, memerintah ketika Andi Jemma ditahan dan diasingkan oleh Belanda.
* Datu Luwu Ke 40 [[La Maradang Andi Mackulau Opu To Bau]] diangkat pada tahun 2012 sampai sekarang
 
== Dalam budaya populer ==