Djajasoekarsa: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Ghozaliq (bicara | kontrib)
Tidak ada ringkasan suntingan
k Bot: Perubahan kosmetika
Baris 1:
 
'''Djajasoekarsa''' memiliki nama lengkap L.K. (Lurah Kanjeng) Djajasoekarsa<ref name=":0">{{Cite book|title=Ensiklopedi Sastra Jawa|last=Prabowo|first=D. P|publisher=Balai Bahasa Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta|year=2015|isbn=978-979-185-235-7|location=Yogyakarta|pages=131-133|url-status=live}}</ref>, seorang pengarang yang pada masa sebelum [[Proklamasi Kemerdekaan Indonesia|proklamasi]] termasuk pengarang yang tidak produktif, juga seangkatan dengan Sri Koentjara. Pada tahun 1938, Djajasoekarsa menerbitkan novel yang berjudul ''Sri Kumenyar'' melalui penerbit [[Balai Pustaka|Balai Pusataka]].<ref name=":0" />
 
Data diri dari Djajasoekarsa sulit untuk dilacak. Pada saat ia menerbitkan karya pertamanya, dapat diketahui bahwa Djajasoekarsa merupakan seseorang intelektual yang pernah mengenyam pendidikan modern Barat. Dengan mengacu pada latar belakang sosialnya, Djajasoekarsa diduga lahir dari keluarga ''priayi'' yang bekerja pada pemerintah kolonial Belanda.
 
Novel ''Sri Kumenyar'' karya Djajasoekarsa agaknya dapat disebut sebagai novel yang mewakili pemerintah saat itu, yakni menggiring masyarakat pribumi untuk dapat menerima pemikiran dan budaya Barat. Singkatnya, novel ''Sri Kumenyar'' memuat ide-ide aktual sebagai "pencerahan" masyarakat pribumi dalam mengubah pandangan tradisional menuju ke kehidupan modern Barat. Hal ini menandakan bahwa Djajasoekarsa adalah pegawai pemerintah yang mendukung kebijakan [[Hindia Belanda|kolonial Belanda]].
 
Menilik pada singkatan nama pengarang novel ''Sri Kumenyar'' tersebut (L.K. yang merupakan kependekan dari Lurah Kanjeng) besar kemungkinan bahwa Djajasoekarsa adalah seorang cendekiawan modern yang berasal dari keluarga ''priayi'' tradisional yang bekerja sebagai pegawai ''pangreh praja''.
Baris 13 ⟶ 12:
Sebelum novel ''Sri Kumenyar'', ada novel ''Gambar Mbabar Wewados'' (Balai Pusataka, 1932) karangan Jaka Lelana yang juga mengangkat visi pengarang terhadap kehidupan modern Barat. Novel ''Sri Kumenyar'' juga mengangkat kisah kasih tak sampai, diceritakan bahwa Sri Kumenyar bertunangan dengan Sumarsono. Namun menjelang akad nikah, diketahui bahwa Sumarsono adalah kakak kandung Sri Kumenyar. Sekian lama keduanya telah terpisahkan oleh bencana alam sehingga tidak saling tahu menahu latar belakang keluarga masing-masing.
 
Akhirnya Sri Kemenyar dan Sumarsono sepakat untuk membatalkan pernikahan mereka berdua. Untuk menyelamatkan acara pesta pernikahan tersebut, Sumarsono mengubah acara itu menjadi syukuran karena Tuhan telah mempertemukan dirinya dengan saudara kandungnya. Dengan kisah tersebut, novel ''Sri Kumenyar'' mengangkat kisah ''kumpule balung pisah'' 'berkumpulnya kembali anggota keluarga yang telah lama berpisah'. Jadi kisah ini sama dengan kisah dalam novel ''Gambar Mbabar Wewados'' (1932).
 
Dari kisah pada novel tersebut, dapat diktetahui bahwa Djajasoekarsa adalah sosok yang sangat paham dengan pandangan hidup dan etika Jawa. Orientasi modern dalam novel itu diketahui dari himbauan pengarang melalui tokoh dalam memanfaatkan teknologi modern dalam menghadapi kemajuan.