Hamengkubuwana IX: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Sahili15 (bicara | kontrib)
k ←Suntingan Sahili15 (bicara) dibatalkan ke versi terakhir oleh Bagas Chrisara
Tag: Pengembalian
Baris 141:
Lahir di Yogyakarta dengan nama Gusti Raden Mas Dorodjatun di Ngasem, Hamengkubuwana IX adalah putra dari [[Hamengkubuwana VIII|Sri Sultan Hamengkubuwana VIII]] dan permaisuri Kangjeng Raden Ayu Adipati Anom Hamengkunegara. Di umur 4 tahun Hamengkubuwana IX tinggal pisah dari keluarganya. Dia memperoleh pendidikan di ''[[Europeesche Lagere School]]'' di Yogyakarta. Pada tahun 1925 ia melanjutkan pendidikannya ke ''[[Hoogere Burgerschool]]'' di [[Kota Semarang|Semarang]], dan ''[[Hoogere Burgerschool te Bandoeng]]'' - [[HBS Bandung]]. Pada tahun [[1930-an]] dia berkuliah di [[Rijkuniversiteit]] (sekarang Universiteit Leiden), [[Belanda]] ("Sultan Henkie").
 
Hamengkubuwana IX dinobatkan sebagai Sultan Yogyakarta pada tanggal [[18 Maret]] [[1940]] dengan gelar "Ngarsa Dalem Sampéyan Dalem Ingkang Sinuwun Kangjeng Sultan Hamengkubuwana Sénapati ing Ngalaga Abdurrahman Sayidin Panatagama Kalifatullah ingkang Jumeneng Kaping Sanga ing Ngayogyakarta Hadiningrat". Ia merupakan sultan yang menentang [[Penjajahan Belanda di Indonesia|penjajahan Belanda]] dan mendorong [[Proklamasi|kemerdekaan Indonesia]]. Selain itu, dia juga mendorong agar pemerintah RI memberi status khusus bagi Yogyakarta dengan predikat "Istimewa".<sup>[1]</sup> Sebelum dinobatkan, Sultan yang berusia 28 tahun bernegosiasi secara alot selama 4 bulan dengan diplomat senior Belanda [[Doktor|Dr.]] [[Lucien Adam]] mengenai otonomi Yogyakarta. Pada masa Jepang, Sultan melarang pengiriman romusha dengan mengadakan proyek lokal saluran irigasi Selokan Mataram. Sultan bersama Paku Alam IX adalah penguasa lokal pertama yang menggabungkan diri ke Republik Indonesia. Sultan pulalah yang mengundang Presiden untuk memimpin dari Yogyakarta setelah Jakarta dikuasai Belanda dalam [[Agresi Militer Belanda I]]. Sultan Hamengkubuwana IX tercatat sebagai Gubernur terlama yang menjabat di Indonesia antara 1945''–''-1988 dan Raja Kesultanan Yogyakarta terlama antara 1940''–''-1988.
 
== Dukungan pada Republik Indonesia ==
[[Berkas:Sultan hb IX PYO.jpg|180px|kiri|jmpl|Sultan Hamengkubuwana IX dalam masa [[Revolusi Nasional Indonesia]] sekitar akhir 1940-an.]]
Pada awal kemerdekaan Republik Indonesia, keadaan perekonomian sangat buruk. Kas negara kosong, pertanian dan industri rusak berat akibat perang. Blokade ekonomi yang dilakukan Belanda membuat perdagangan dengan luar negeri terhambat. Kekeringan dan kelangkaan bahan pangan terjadi di mana-mana, termasuk di Yogyakarta. Oleh karena itu, untuk menjamin agar roda pemerintahan RI tetap berjalan, Sultan Hamengkubuwana IX menyumbangkan kekayaannya sekitar 6.000.000 [[Gulden]], baik untuk membiayai pemerintahan, kebutuhan hidup para pemimpin dan para pegawai pemerintah lainnya.
Setelah [[Perundingan Renville]], pada tanggal [[19 Desember]] [[1948]] Belanda melakukan Agresi Militer yang ke-2. Sasaran penyerbuan adalah Ibu kota [[Yogyakarta]]. Selanjutnya pada tanggal [[22 Desember]] [[1948]] [[Soekarno|Presiden Sukarno]], [[Mohammad Hatta|Wakil Presiden Mohammad Hatta]], [[Sutan Syahrir]] dan para pembesar lainnya ditangkapdi tangkap Belanda dan diasingkan ke [[Pulau Bangka]].
Sementara itu, Sultan Hamengkubuwana IX tidak ditangkap karena kedudukannya yang istimewa, dikhawatirkan akan mempersulit keberadaan Belanda di Yogyakarta. Selain itu, waktu itu Belanda sudah mengakui Yogyakarta sebagai kerajaan dan menghormati kearifan setempat.
Akan tetapi, Sultan menolak ajakan Belanda untuk bekerja sama dengan Belanda. Untuk itu, Sultan Hamengkubuwana IX menulis surat terbuka yang disebarluaskan ke seluruh daerah Yogyakarta. Dalam surat itu dikatakan bahwa Sultan "meletakkan jabatan" sebagai Kepala Daerah Istimewa Yogyakarta. Pengunduran diri Sultan kemudian diikuti oleh [[Sri Paku Alam]]. Hal ini bertujuan agar masalah keamanan di wilayah Yogyakarta menjadi beban tentara Belanda. Selain itu dengan demikian, Sultan tidak akan dapat diperalat untuk membantu musuh.
Sementara itu, secara diam-diam Sultan membantu para pejuang RI, dengan memberikan bantuan logistik kepada para pejuang, pejabat pemerintah RI, dan orang-orang [[Republiken]]. Bahkan di lingkungan keraton, Sultan memberikan tempat perlindungan bagi kesatuan-kesatuan TNI.
Pada [[Februari]] [[1949]], dengan bantuan kurir, Sultan menghubungi [[Soedirman|Panglima Besar Sudirman]] untuk meminta persetujuannya melaksanakan serangan umum terhadap Belanda. Setelah mendapat persetujuan Panglima Sudirman, Sultan langsung menghubungi [[Soeharto|Letkol Soeharto]] untuk memimpin serangan umum melawan Belanda di Yogyakarta. Serangan ini berhasil menguasai Yogyakarta selama sekitar enam jam. Kemenangan ini penting untuk menunjukkan kepada dunia bahwa bangsa Indonesia masih terus berjuang untuk mempertahankan kemerdekaannya.
Sesuai dengan hasil [[Perundingan Roem-Royen]], maka pasukan Belanda harus ditarik dari daerah Yogyakarta. Pihak Belanda minta jaminan keamanan selama penarikan itu berlangsung. Untuk itu, [[Soekarno|Presiden Sukarno]] mengangkat Sri Sultan sebagai penanggung jawab keamanan dan tugas itu dilaksanakannya dengan baik.
Baris 159:
 
[[Berkas:Sultan-uang.jpg|140px|jmpl|kiri|Mata uang Indonesia yang bergambar Hamengkubuwana IX.]]
Sejak [[1946]], ia pernah beberapa kali menjabat menteri pada kabinet yang dipimpin [[Presiden Republik Indonesia|Presiden]] [[Soekarno|Sukarno]]. Jabatan resminya pada tahun [[1966]] adalah ialah ''Menteri Utama'' di bidang Ekuin. Pada tahun [[1973]] ia diangkat sebagai [[Wakil Presiden Republik Indonesia|wakil presiden]]. Pada akhir masa jabatannya pada tahun 1978, ia menolak untuk dipilih kembali sebagai wakil presiden dengan alasan kesehatan. Namun, ada rumor yang mengatakan bahwa alasan sebenarnya ia mundur adalah karena tak menyukai Presiden [[Soeharto]] yang represif seperti pada [[Peristiwa Malari]] dan hanyut pada [[KKN]].
 
Ia ikut menghadiri perayaan 50 tahun kekuasaan [[Ratu Wilhelmina]] di [[Amsterdam]], [[Belanda]] pada tahun [[1938]].
Baris 167:
Sejak usia muda Hamengkubuwana IX telah aktif dalam organisasi pendidikan kepanduan. Menjelang tahun 1960-an, Hamengkubuwana IX telah menjadi Pandu Agung (Pemimpin Kepanduan). Pada tahun [[1961]], ketika berbagai organisasi kepanduan di Indonesia berusaha disatukan dalam satu wadah, Sri Sultan Hamengkubuwana IX memiliki peran penting di dalamnya. Presiden RI saat itu, [[Soekarno|Sukarno]], berulang kali berkonsultasi dengan Sri Sultan tentang penyatuan organisasi kepanduan, pendirian Gerakan Pramuka, dan pengembangannya.
 
Pada tanggal [[9 Maret]] [[1961]], [[Soekarno|Presiden Sukarno]] membentuk Panitia Pembentukan Gerakan [[Pramuka]]. Panitia ini beranggotakan Sri Sultan Hamengkubuwana IX, Prof. Prijono (Menteri P dan K), Dr. A. Azis Saleh (Menteri Pertanian), dan Achmadi (Menteri Transmigrasi, Koperasi, dan Pembangunan Masyarakat Desa). Panitia inilah yang kemudian mengolah Anggaran Dasar Gerakan Pramuka dan terbitnya Keputusan Presiden RI Nomor 238 Tahun 1961, tanggal [[20 Mei]] [[1961]].
 
Pada tanggal [[14 Agustus]] [[1961]], yang kemudian dikenal sebagai Hari Pramuka, selain dilakukan penganugerahan Panji Kepramukaan dan defile, juga dilakukan pelantikan Mapinas (Majelis Pimpinan Nasional), Kwarnas dan Kwarnari Gerakan Pramuka. Sri Sultan Hamengkubuwana IX menjabat sebagai Ketua Kwarnas sekaligus Wakil Ketua I Mapinas (Ketua Mapinas adalah Presiden RI).
 
Sri Sultan bahkan menjabat sebagai Ketua Kwarnas (Kwartir Nasional) Gerakan Pramuka hingga empat periode berturut-turut, yakni pada masa bakti 1961''–''-1963, 1963''–''-1967, 1967''–''-1970 dan 1970''–''-1974. Sehingga selain menjadi Ketua Kwarnas yang pertama kali, Hamengkubuwana IX pun menjadi Ketua Kwarnas terlama kedua, yang menjabat selama 13 tahun (4 periode) setelah Letjen. Mashudi yang menjabat sebagai Ketua Kwarnas selama 15 tahun (3 periode).
 
Keberhasilan Sri Sultan Hamengkubuwana IX dalam membangun Gerakan Pramuka dalam masa peralihan dari “kepanduan” ke “kepramukaan”, mendapat pujian bukan saja dari dalam negeri, tetapi juga dari luar negeri. Dia bahkan akhirnya mendapatkan Bronze Wolf Award dari World Organization of the Scout Movement (WOSM) pada tahun 1973. Bronze Wolf Award merupakan penghargaan tertinggi dan satu-satunya dari World Organization of the Scout Movement (WOSM) kepada orang-orang yang berjasa besar dalam pengembangan kepramukaan.
Baris 239:
== Jabatan ==
* Kepala dan Gubernur Militer [[Daerah Istimewa Yogyakarta]] ([[1945]])
* Menteri Negara pada [[Kabinet Sjahrir III]] ([[2 Oktober]] [[1946]] [[27 Juni]] [[1947]])
* Menteri Negara pada [[Kabinet Amir Sjarifuddin I]] dan [[Kabinet Amir Sjarifuddin II|II]] ([[3 Juli]] [[1947]] [[11 November]] [[1947]] dan [[11 November]] [[1947]] [[28 Januari]] [[1948]])
* Menteri Negara pada [[Kabinet Hatta I]] ([[29 Januari]] [[1948]] [[4 Agustus]] [[1949]])
* Menteri Pertahanan/Koordinator Keamanan Dalam Negeri pada [[Kabinet Hatta II]] ([[4 Agustus]] [[1949]] [[20 Desember]] [[1949]])
* Menteri Pertahanan pada masa [[RIS]] ([[20 Desember]] [[1949]] [[6 September]] [[1950]])
* Wakil Perdana Menteri pada [[Kabinet Natsir]] ([[6 September]] [[1950]] [[27 April]] [[1951]])
* Ketua Dewan Kurator [[Universitas Gajah Mada]] [[Yogyakarta]] ([[1951]])
* Ketua [[Dewan Pariwisata Indonesia]] ([[1956]])
* Ketua Sidang ke- 4 [[ECAFE]] (Economic Commision for Asia and the Far East) dan Ketua Pertemuan Regional ke 11 Panitia Konsultatif [[Colombo Plan]] ([[1957]])
* Ketua Federasi [[ASEAN Games]] ([[1958]])
* Menteri/Ketua [[Badan Pemeriksa Keuangan]] ([[5 Juli]] [[1959]])
Baris 256:
* Ketua Umum Komite Olahraga Nasional Indonesia/[[KONI]] ([[1968]])
* Ketua Delegasi Indonesia di Konferensi Pasific Area Travel Association ([[PATA]]) di [[California]], [[Amerika Serikat]] ([[1968]])
* Wakil Presiden Indonesia ([[25 Maret]] [[1973]] [[23 Maret]] [[1978]])
 
== Pahlawan Nasional ==