Himayatuddin Muhammad Saidi: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Bahwa Buton sebenarnya dalah sekutu Belanda dan karena persekutuan ini sangat kuat didukung rakyat maka saat Sultan Himayatuddin tidak menuruti beberapa permintaan Belanda, Sultan mengalami tekanan politik sehingga terpaksa harus meninggalkan tahtanya dan lari ke hutan bersama pengikutnya. Itulah sebabnya ia diberi gelar Oputa Yi Koo (Raja kita yang di hutan).
Tidak ada ringkasan suntingan
Tag: Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler
Baris 41:
'''La Karambau'''<ref>https://sultrakini.com/berita/oputa-yi-koo-sultan-buton-yang-memukul-mundur-penjajah-belanda</ref> yang bergelar '''Sultan Himayatuddin Muhammad Saidi''' atau '''Oputa Yi Koo'''<ref name="kompas"/> adalah seorang [[Sultan]] [[Kesultanan Buton|Buton]] ke-20 pada 1752–1755 dan ke-23 pada 1760–1763.<ref name="detik"/> Ia giat bergerilya melawan menentang pemerintahan [[Hindia Belanda]] dalam [[Perang Buton]]. Sejak 1755, tidak lama setelah perang Buton, Sultan Himayatuddin menetap di Siontapina hingga meninggal pada 1776. Sultan Himayatuddin dimakamkan di puncak Gunung Siontapina.<ref name="kompas">https://bebas.kompas.id/baca/utama/2019/11/08/kepahlawanan-enam-tokoh-peroleh-gelar-pahlawan-nasional/</ref> Pada 11 November 2019, ia menjadi salah satu dari 6 orang yang diangkat menjadi [[Pahlawan Nasional Indonesia]].<ref name="detik">https://news.detik.com/berita/d-4777436/siapa-himayatuddin-muhammad-saidi-penerima-gelar-pahlawan-nasional</ref>
 
Sebenarnya Kesultanan Buton adalah sekutu Belanda. Dan Sultan Himayatuddin sendiri juga pada awalnya menjalankan kebijakan yang sama, yaitu bersekutu. Tetapi pada dalam perjalannya banyak permintan Belanda yang tidak mau ia patuhi. Akan tetapi karena Dewan Sara (parlemen) Buton yang adalah wakil rakyat Buton justeru berpihak pada Belanda dan menekan Sultan sehingga beliau meninggalkan tahtanya dan masuk hutan baik di Buton maupun di Pulau Muna,tawanan bersamaperang pengikutnya.dikumpulkan Didi Munasebuah iapulau lebihkecil amantepat karenadi Kerjaaandepan Wunaibukota (Muna)Kesultanan sangatButon menentang(Kota Belanda, baik Dewan SaraBau-nyaBau maupun Rajanyasekarang). Karena peristiwaPulau itu, Sultanhingga Himayatuddinkini diberidisebut gelarPulau Oputa Yi Koo yang berarti Raja kita yang di hutan (Bahasa Wolio: Opu (raja)- ta (kita)- Yi (di)- Koo (hutan)Makassar.
 
Persekutuan Buton-Belanda ini berlangsung lama karena baik Belanda maupun Buton saling memandang bahwa persekutuan itu menguntungkan. Belanda menganggap Buton besama Bone adalah kekuatan yang bisa menangkal Ternate dan Gowa, Buton menghadapi Ternate dan Bone melawan Gowa, Sebaliknya Buton dan Bone beranggapan bahwa persekutuan itu akan menakuti musuh yang sama, yaitu Ternate dan Gowa. Belanda sangat berkepentingan menguasai Ternate sebagai sumber rempah-rempah dan Pelabuhan Makassar yang sangat strategis, yang berada dalam wilayah kekuasaan Kesultanan Gowa.
 
Dalam persekutuan segitiga Buton - Bone - Belanda ini dikenal ungkapan: "Buton di Timur, Bone di Barat." Kuatnya persekutuan in tergambar jelas di isi Perjanjian Bungaya, setelah Sultan Hasanuddin, Sultan Gowa, takluk menghadapi Belanda, tentu saja dengan bantuan Bone dan Buton. Dalam perang Belanda (plus Bone dan Buton) melawan Gowa, orang-orang Makassar (Gowa) yang jadi tawanan perang dikumpulkan di sebuah pulau kecil tepat di depan ibukota Kesultanan Buton (Kota Bau-Bau sekarang). Pulau itu hingga kini disebut Pulau Makassar.
 
==Referensi==