Tahun Baru Imlek: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Baris 132:
Sekretariat Kabinet Republik Indonesia telah melakukan inventarisasi hari-hari penting di Indonesia, dan mengelompokkannya ke dalam 5 (lima) kelompok, yaitu: 1. Hari-Hari Besar Nasional yang Ditetapkan oleh Presiden; 2. Hari-Hari yang Ditetapkan oleh Masing-Masing Menteri/Kepala Lembaga; 3. Hari-Hari yang Ditetapkan/Disepakati oleh Masing-Masing Lembaga/Komunitas Tertentu; dan 4. Hari-Hari Besar Keagamaan. Hari Tahun Baru Imlek masuk ke dalam kelompok Hari-Hari Besar Nasional, dan kelompok Hari-Hari Besar Keagamaan. Hari Tahun Baru Imlek merupakan 1 (satu) dari 42 (empat puluh dua) Hari-Hari Besar Nasional yang Ditetapkan oleh Presiden, dan merupakan 1 (satu) dari 11 (sebelas) Hari-Hari Besar Keagamaan di Indonesia. Di dalam kolom keterangan yang disusun oleh Sekretariat Kabinet Republik Indonesia mengenai Hari-Hari Besar Keagamaan di Indonesia dinyatakan bahwa Hari Tahun Baru Imlek dirayakan hanya oleh Umat Tionghoa.
 
Kota-kota besar penduduk Tionghoa dan kota-kota seperti [[Daerah Khusus Ibukota Jakarta|Jakarta]], [[Kota Tangerang|Tangerang]], [[Kota Medan|Medan]], [[Kota Singkawang|Singkawang]], [[Kota Pangkalpinang|Pangkalpinang]], [[Sungai Liat, Bangka|Sungailiat]], [[Tanjung Pandan, Belitung|Tanjung Pandan]], [[Manggar, Belitung Timur|Manggar]], [[Toboali, Bangka Selatan|Toboali]], [[Muntok, Bangka Barat|Muntok]]
=== Praktik Perayaan Tahun Baru Imlek di Indonesia ===
 
[[Kota Binjai|Binjai]], [[Bagansiapiapi (kota)|Bagansiapiapi]], [[Kota Tanjungbalai|Tanjungbalai]], [[Kota Pematangsiantar|Pematangsiantar]], [[Selatpanjang (kota)|Selatpanjang]], [[Kota Pekanbaru|Pekanbaru]], [[Kota Dumai|Dumai]], [[Bagan Batu, Bagan Sinembah, Rokan Hilir|Bagan Batu]], [[Panipahan, Pasir Limau Kapas, Rokan Hilir|Panipahan]], [[Lubuk Pakam, Deli Serdang|Lubuk Pakam]], [[Kota Tebing Tinggi|Tebing Tinggi]], [[Kota Sibolga|Sibolga]], [[Rantau Prapat (kota)|Rantau Prapat]], [[Kota Tanjungpinang|Tanjungpinang]], [[Tanjung Balai Karimun (kota)|Tanjung Balai Karimun]], [[Kota Batam|Batam]], [[Ketapang (kota)|Ketapang]], [[Kota Palembang|Palembang]], [[Kota Surabaya|Surabaya]], [[Kota Semarang|Semarang]], [[Kota Bandung|Bandung]], [[Kabupaten Bengkayang|Bengkayang]], dan [[Kota Pontianak|Pontianak]] selalu memiliki perayaan Tahun Baru sendiri setiap tahun dengan parade dan kembang api. Banyak pusat perbelanjaan menghiasi bangunannya dengan lentera, kata-kata Cina dan singa atau naga dengan warna merah dan emas. Tarian singa adalah pemandangan umum di sekitar rumah, klenteng, dan ruko di Tionghoa. Biasanya, orang Tionghoa [[Agama Buddha|Buddha]], [[Agama Khonghucu|Konghucu]] dan [[Taoisme]] akan membakar dupa besar yang terbuat dari kayu [[gaharu]] dengan hiasan [[barongsai]] di depan rumah mereka. Klenteng ini buka 24 jam pada hari pertama, mereka juga membagikan amplop merah dan terkadang beras, buah-buahan atau gula untuk orang miskin di sekitar.
 
=== Praktik Perayaan Tahun Baru Imlek di Indonesia ===
Biasanya, perayaan tahun baru Imlek berlangsung sampai 15 hari. Satu hari sebelum atau pada saat hari raya Imlek, bagi warga Indonesia keturunan Tionghoa adalah suatu keharusan untuk melaksanakan pemujaan kepada leluhur, seperti dalam upacara kematian, memelihara meja abu atau ''lingwei'' (lembar papan kayu bertuliskan nama almarhum leluhur), bersembahyang leluhur seperti yang dilakukan pada hari Ceng Beng (hari khusus untuk berziarah dan membersihkan kuburan leluhur). Oleh sebab itu, satu hari sebelumnya atau pada saat hari raya Imlek para anggota keluarga akan datang ke rumah anggota keluarga yang memelihara ''lingwei'' (meja abu) leluhur untuk bersembahyang, atau mengunjungi rumah abu tempat penitipan lingwei leluhur untuk bersembahyang. Sebagai bentuk penghormatan dan sebagai tanda balas-budi maka pada saat acara sembahyang dilakukan pula persembahan jamuan makan untuk arwah para leluhur. Makna dari adanya jamuan makan untuk arwah leluhur adalah agar kegembiraan dan kebahagian saat menyambut hari raya Imlek yang dilakukan di alam manusia oleh keturunannya juga dapat turut serta dinikmati oleh para leluhur di alam lain. Selain jamuan makan juga dilakukan persembahan bakaran ''jinzhi'' (Hanzi= 金紙; <small>sederhana</small>=金纸; <small>hanyu pinyin</small>= jīnzhǐ; <small>Hokkien</small>= kimcoa; <small>harafiah</small>= kertas emas) yang umumnya dikenal sebagai uang arwah (uang orang mati) serta berbagai kesenian kertas (紙紮) ''zhǐzhā'' (pakaian, rumah-rumahan, mobil-mobilan, perlengkapan sehari-hari, dan pembantu). Makna persembahan bakaran ''jinzhi'' dan ''zhǐzhā'' yang dilakukan oleh keturunannya adalah agar arwah para leluhur tidak menderita kekurangan serta sebagai bekal untuk mencukupi kebutuhannya di alam lain. Praktik jamuan makan dan persembahan bakaran ''jinzhi'' dan ''zhǐzhā'' yang dilakukan oleh keturunannya untuk arwah para leluhur di alam lain merupakan bentuk perwujudan tanda bakti dan balas-budi atas apa yang telah dilakukan oleh orangtuanya saat masih hidup kepada anak-anaknya di alam manusia.