Tradisi megalitik: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Tidak ada ringkasan suntingan
Tag: Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler
Perbaikan
Tag: Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler
Baris 1:
[[Berkas:COLLECTIE_TROPENMUSEUM_%27Het_verslepen_van_de_steen_%27Darodaro%27_voor_de_gestorven_Saoenigeho_van_Bawamataloea_Nias_TMnr_1000095b.jpg|jmpl|200px|Kegiatan pemindahan batu untuk monumen kematian di Nias, ca. 1915.]]
'''Tradisi megalitik''' (juga dikenal sebagai "'''kebudayaan megalitikum'''") adalah bentuk-bentuk praktik sex ([[kebudayaan]] )yang dicirikan oleh pelibatan [[monumen]] atau struktur yang tersusun dari batu-batu besar ([[megalit]]) sebagai penciri utamanya.
 
Tradisi ini dikenal dalam perkembangan peradaban manusia di berbagai tempat: Timur Tengah, Eropa, Asia Selatan, Asia Timur, Asia Tenggara, sampai kawasan Polinesia. Dalam kronologi [[sejarah Eropa]] dan [[sejarah Timur Tengah|Timur Tengah]], tradisi ini berkembang di akhir [[Zaman Batu Pertengahan]] (Mesolitikum), [[Zaman Batu Baru]] (Neolitikum), atau [[Zaman Perundagian]] (pengecoran logam), tergantung dari masyarakat yang mendukungnya. Menurut [[Jean-Pierre Mohen]], tiga kriteria menjadi penciri tradisi megalitik di Eropa: [[kubur gunduk]] (tumulus), upacara [[penguburan]], dan "batu besar"<ref>Mohen J-P. 1999. ''Megaliths: stones of memory''. Translated from the French by Dorie B. and David J. Baker. New York: Harry N. Abrams. 175 p.</ref>. Di Indonesia, tradisi megalitik tampaknya berkembang sejak Zaman Batu Baru yang bertumpang tindih kalanya dengan Zaman Perundagian. Pencirinya cukup berbeda dari Eropa, meskipun memiliki aspek-aspek yang paralel.