Marwan bin al-Hakam: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Baris 89:
Marwan menjadikan keluarga dan kerabatnya sebagai landasan kekuatan di pemerintahan, seperti yang pernah dilakukan Khalifah Utsman, dan bertentangan dengan gaya Muawiyah yang menjaga jarak dari kerabat-kerabatnya.{{sfn|Kennedy|2004|p=93}} Ia memberikan posisi militer penting kepada putranya Muhammad dan Abdul Aziz, dan memastikan putranya Abdul Malik sebagai khalifah selanjutnya.{{sfn|Kennedy|2004|p=93}} Walaupun awalnya dipenuhi tantangan, trah "Marwani" (keturunan Marwan) menjadi wangsa penguasa Kekhalifahan Umayyah dan menggantikan trah "Sufyani" (keturunan Abu Sofyan).{{sfn|Cobb|2001|p=69}}{{sfn|Kennedy|2004|p=93}}
 
Menurut penilaian Bosworth, Marwan "jelas sekali adalah pemimpin militer dan negarawan yang memiliki kecakapan dan ketegasan, dipenuhi dengan sifat ''ḥilm'' [kesabaran] dan ''dahiya'' [kecerdikan], seperti tokoh-tokoh Umayyah terkemuka lainnya."{{sfn|Bosworth|1991|p=622}} Meski ia tidak memiliki basis kekuatan di Syam sebelum menjadi khalifah dan wilayah tersebut cukup asing baginya, ia berhasil mengambil kendali. Kukuhnya kekuasaan Umayyah di Syam menjadi landasan bagi anaknya, Abdul Malik, yang kelak akan berhasil menyatukan kembali kekhalifahan di bawah dinasti Umayyah. Kekhalifahan Umayyah akan berlanjut selama sekitar 65 tahun selanjutnya, hingga [[Revolusi Abbasiyah|digulingkan]] [[Kekhalifahan Abbasiyah|Dinasti Abbasiyah]] pada 750.{{sfn|Bosworth|1991|p=622}} Menurut sejarawan [[Wilferd Madelung]], naiknya Marwan ke posisi khalifah adalah sebuah "politik tingkat tinggi", puncak dari intrik-intrik yang dimulai dari awal karirnyakariernya.{{sfn|Madelung|1997|pp=348–349}} Madelung menambahkan bahwa siasatnya termasuk menempatkan diri sebagai "pembalas pertama" kematian Utsman dengan membunuh Thalhah dalam Pertempuran Jamal, serta upaya diam-diam melemahkan kekuasaan para khalifah Sufyani walaupun secara terbuka mendukungnya.{{sfn|Madelung|1997|pp=348–349}}
 
Dalam sebagian riwayat Muslim, Marwan dikenal sebagai pribadi yang kasar (''fāḥisy'') dan kurang memiliki adab.{{sfn|Bosworth|1991|p=622}} Luka-luka yang ia derita dalam pertempuran tampaknya cukup mempengaruhi kondisi fisiknya.{{sfn|Bosworth|1991|p=622}} Ia memiliki tubuh kurus dan tinggi sehingga dijuluki ''khayṭ bāṭil'' (benang tipis).{{sfn|Bosworth|1991|p=622}} Riwayat-riwayat anti-Umayyah memberinya julukan ''ṭarid ibn ṭarid'' ("sang terusir, putra dari sang terusir") karna ia diusir dari Madinah oleh Ibnu az-Zubair, dan ayahnya al-Hakam juga konon pernah diusir Muhammad ke [[Thaif]]. Pihak anti-Umayyah juga menjulukinya ''abūʾl-jabābirah'' (bapak para tiran) karena anak cucunya kelak berturut-turut menguasai kekhalifahan.{{sfn|Bosworth|1991|p=622}}