Kesultanan Kutai Kertanegara ing Martapura: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
k ←Suntingan Muhamnov (bicara) dibatalkan ke versi terakhir oleh LaninBot
Tag: Pengembalian
Anouchmen (bicara | kontrib)
Tidak ada ringkasan suntingan
Tag: VisualEditor Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler
Baris 52:
Tahun 1747, VOC Belanda mengakui Pangeran Tamjidullah I sebagai Sultan Banjar padahal yang sebenarnya dia hanyalah mangkubumi. Pada [[1765]], VOC Belanda berjanji membantu [[Sultan]] [[Tamjidullah I dari Banjar|Tamjidullah I]] yang pro VOC Belanda untuk menaklukan kembali daerah-daerah yang memisahkan diri di antaranya Kutai berdasarkan [[perjanjian]] [[20 Oktober]] [[1756]].<ref name="Bandjermasin">{{id}} Bandjermasin (Sultanate), Surat-surat perdjandjian antara Kesultanan Bandjarmasin dengan pemerintahan2 V.O.C.: Bataafse Republik, Inggeris dan Hindia- Belanda 1635-1860, Penerbit Arsip Nasional Republik Indonesia, Kompartimen Perhubungan dengan Rakjat 1965</ref>, karena VOC bermaksud menyatukan daerah-daerah di Kalimantan sebagai daerah pengaruh VOC. Padahal Kutai di bawah pengaruh [[La Maddukelleng]] (raja [[Wajo]]) yang anti VOC. Pangeran Amir, pewaris mahkota Kesultanan Banjar yang sah dibantu pamannya - Arung Turawe (kelompok anti VOC) berusaha merebut tahta tetapi mengalami kegagalan.
 
Pada [[13 Agustus]] [[1787]], Sultan Banjar [[Sunan Nata Alam]] membuat perjanjian dengan VOC yang menjadikan Kesultanan Banjar sebagai daerah protektorat VOC sedangkan daerah-daerah lainnya di Kalimantan yang dahulu kala pada abad ke-17 pernah menjadi vazal Banjarmasin diserahkan secara sepihak sebagai properti VOC Belanda. Tahun 1778 Landak dan Sukadana (sebagian besar Kalbar) telah diperoleh VOC dari [[Sultan Banten]]. Pada 9 September 1809 VOC meninggalkan Banjarmasin (kota Tatas) dan menyerahkan benteng [[Antasan Besar, Banjarmasin Tengah, Banjarmasin|Tatas]] dan benteng [[Tabanio, Takisung, Tanah Laut|Tabanio]] kepada Sultan Banjar yang ditukar dengan intan 26 karat. Kemudian wilayah Hindia Belanda diserahkan kepada Inggris karena Belanda kalah dalam peperangan, Alexander Hare menjadi wakil Inggris di Banjarmasin sejak 1812. Tanggal 1 Januari 1817 Inggris menyerahkan kembali wilayah Hindia Belanda termasuk Banjarmasin dan daerah-daerahnya kepada Belanda dan kemudian Belanda memperbaharui perjanjian dengan Sultan Banjar<ref name="Bandjermasin" />. Negeri Kutai diserahkan sebagai daerah pendudukan [[Hindia Belanda]] dalam [[Kontrak Persetujuan Karang Intan I]] pada [[1 Januari]] [[1817]] antara Sultan [[Sulaiman dari Banjar]] dengan Hindia Belanda diwakili [[Residen Aernout van Boekholzt]].<ref>{{id icon}}{{cite book|url = http://books.google.co.id/books?id=N5jc0h1BktwC&lpg=PA276&dq=balangan&hl=id&pg=PA273#v=onepage&q=balangan&f=true|fisrt = Marwati Djoened|last = Poesponegoro|coauthors = Nugroho Notosusanto|location = Indonesia|title = Sejarah nasional Indonesia: Nusantara pada abad ke-18 dan ke-19|last=Poesponegoro|publisher = PT Balai Pustaka|year = 1992|isbn = 979-407-410-1|location=Indonesia|coauthors=Nugroho Notosusanto|fisrt=Marwati Djoened}}ISBN 978-979-407-410-7</ref> Perjanjian berikutnya pada tahun [[1823]], negeri Kutai diserahkan menjadi daerah pendudukan Hindia Belanda dalam [[Kontrak Persetujuan Karang Intan II]] pada [[13 September]] [[1823]] antara Sultan [[Sulaiman dari Banjar]] dengan Hindia Belanda diwakili Residen Mr. Tobias<ref name="Bandjermasin" />.
 
Secara hukum Kutai dianggap negara bagian di dalam negara Banjar. Negeri Kutai ditegaskan kembali termasuk daerah-daerah pendudukan Hindia Belanda di Kalimantan menurut Perjanjian [[Adam dari Banjar|Sultan Adam al-Watsiq Billah]] dengan Hindia Belanda yang ditandatangani dalam loji Belanda di Banjarmasin pada tanggal [[4 Mei]] [[1826]]<ref name="Bandjermasin" />.
 
=== Pemindahan Ibu kota Kerajaan ===
[[Berkas:Ibukota-kutaikartanegara.gif|jmpl|220px|Peta Perpindahan Ibukota [[Kesultanan Kutai Kartanegara]] antara tahun [[1300]]-[[1960]].|pra=Special:FilePath/Ibukota-kutaikartanegara.gif]]
La Madukelleng menawan daerah Paser dan Kutai. Aji Muhammad Idris merupakan raja kutai Kartanegara pertama yang memakai gelar [[Sultan]] sebagai upaya melepaskan diri dari dominasi [[Tamjidullah I dari Banjar|Sultan Banjar]] yang berada dalam pengaruh VOC. Sultan [[Aji Muhammad Idris]] yang merupakan menantu dari Sultan Wajo [[La Madukelleng]] berangkat ke tanah [[Kesultanan Wajo|Wajo]], [[Sulawesi Selatan]] untuk turut bertempur melawan [[VOC]] bersama rakyat [[Bugis]]. Pemerintahan Kesultanan Kutai Kartanegara untuk sementara dipegang oleh [[Dewan Perwalian]]<ref name="Kesultanan Kutai 1" />.
 
Baris 77:
Insiden pertempuran di [[Tenggarong]] ini sampai ke pihak Inggris. Sebenarnya Inggris hendak melakukan serangan balasan terhadap Kutai, namun ditanggapi oleh pihak Belanda bahwa Kutai adalah salah satu bagian dari wilayah Hindia Belanda dan Belanda akan menyelesaikan permasalahan tersebut dengan caranya sendiri. Kemudian Belanda mengirimkan armadanya di bawah komando '''t'Hooft''' dengan membawa [[persenjataan]] yang lengkap. Setibanya di Tenggarong, armada t'Hooft menyerang istana Sultan Kutai. Sultan Aji Muhammad Salehuddin diungsikan ke [[Kota Bangun]]. [[Panglima]] perang kerajaan Kutai, [[Awang Long]] yang bergelar ''Pangeran Senopati'' bersama pasukannya dengan gagah berani bertempur melawan armada t'Hooft untuk mempertahankan kehormatan [[Kerajaan Kutai Kartanegara]]<ref name="Kesultanan Kutai 2" />. Awang Long gugur dalam pertempuran yang kurang seimbang tersebut dan Kesultanan Kutai Kartanegara akhirnya kalah dan takluk pada Belanda.
[[Berkas:Sultansulaiman-kukar.gif|jmpl|220px|[[Aji Muhammad Sulaiman|Sultan Sulaiman]] bersama putra mahkota dan para menteri kerajaan.]]
Pada tanggal [[11 Oktober]] [[1844]], [[Aji Muhammad Salehuddin|Sultan A.M. Salehuddin]] harus menandatangani [[perjanjian]] dengan Belanda yang menyatakan bahwa Sultan Kutai mengakui pemerintahan Hindia Belanda dan mematuhi pemerintah Hindia Belanda di [[Kalimantan]] yang diwakili oleh seorang [[Residen]] yang berkedudukan di [[Banjarmasin]].<ref>{{en icon}} {{cite book|url = http://books.google.co.id/books?id=f9T74ges6DIC&lpg=PT31&dq=sultan%20sulaiman&pg=PT31#v=onepage&q=sultan%20sulaiman&f=true|first = Burhan Djabier|last = Magenda|title = East Kalimantan: The Decline of a Commercial Aristocracy|last=Magenda|first=Burhan Djabier|publisher = Equinox Publishing|year = 2010|isbn = 602-8397-21-0}}ISBN 978-602-8397-21-6</ref>
 
Tahun [[1846]], [[H. von Dewall]] menjadi administrator sipil Belanda yang pertama di pantai timur Kalimantan<ref name="Kesultanan Kutai 2" />. Menurut Staatsblad van Nederlandisch Indië tahun 1849, wilayah Kesultanan Kutai termasuk dalam zuid-ooster-afdeeling berdasarkan ''Bêsluit van den Minister van Staat, Gouverneur-Generaal van Nederlandsch-Indie'', pada 27 Agustus 1849, No. 8<ref>{{nl icon}} (1849){{cite book|url=http://books.google.co.id/books?id=KJFBAAAAYAAJ&dq=Verdeeling%20van%20het%20Eiland%20Borneo%20in%20tteee%20%20afdeelingen%2C%20onder%20de%20benaming%20van%20Wester%20afdeeling%20en%20Zuid%20en%20Ooster%20afdeeling.&pg=PA55-IA22#v=onepage&q=Verdeeling%20van%20het%20Eiland%20Borneo%20in%20tteee%20%20afdeelingen,%20onder%20de%20benaming%20van%20Wester%20afdeeling%20en%20Zuid%20en%20Ooster%20afdeeling.&f=false|title=Staatsblad van Nederlandisch Indië|publisher= s.n.}}</ref>
Baris 173:
* '''Aji Syarifah''': gelar ini diturunkan kepada puteri dari wanita Aji yang menikah dengan pria keturunan Arab.
 
Gelar Aji Sayid maupun Aji Syarifah tetap setara dengan gelar Aji biasa. Artinya gelar ini tetap di bawah Aji Bambang maupun Aji Raden. Walaupun Wanita Aji tidak bisa menurunkan gelar ke anak-anaknya, '''anak-anaknya tetap bagian dari Kerabat Kesultanan Kutai Kartanegara Ing Martadipura''' dan mereka juga satu darah dengan yang bergelar Aji.
 
== Lihat pula ==