Siti Ruhaini Dzuhayatin: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Wahyu hdy (bicara | kontrib)
→‎Pendidikan: Profil individu
Wahyu hdy (bicara | kontrib)
→‎Pendidikan: Profil individu
Baris 15:
Kegigihan dalam advokasi Islam, gender dan Hak Asasi Manusia menjadikannya satu dari dua anggota perempuan Majelis Tarjih Muhamamdiyah Pimpinan Pusat Muhammadiyah pada tahun 1995-2000, suatu posisi yang tidak lazim karena selama itu Majelis ini hanya beranggotakan laki-laki yang dipandang sebagai ulama. Kiprahnya mengarustamakan Islam dan Gender di Muhammadiyah banyak menemui hambatan tetapi bekal keilmuan serta jejaring yang dibuat dengan para ulama dan ahli Islam yang laki-laki dengan pandangan moderat telah membuka jalan menerimaan kesetaraan gender di Muhammadiyah, baik secara wacana maupun dalam struktur Muhamamdiyah, termasuk diakuinya Ketua Pimpinan Pusat Aisyiyah sebagai bagian dari Pimpinan Pusat Muhammadiyah dan berkembangnya wacana kebolehan imam perempuan bagi lelaki dewasa, isu yang sangat 'tabu' dibicarakan dalam tradisi Islam, meski tidak ada larangan secara tertulis dalam al-Qur'an.
 
Pada tahun 2010-2015, Ruhaini menjadi satu-satunya anggota Majelis Pendidikan Tinggi Pimpinan Pusat Muhamamdiyah yang mengelola lebih dari 100 perguruan tinggi yang dimiliki Muhamamdiyah. Ia juga gigih memperjuangkan hak beragama bagi mahasiswa beragama selain Islam seperti perayaan natal dilingkungan kampus Univeristas MuhamamdiyahMuhammadiyah di wilayah Indonesia Bagian Timur di Kupang dan di Papua. Ia juga aktif dan sebagai salah satu pendiri Komunitas Indonesia untuk Demokrasi (KID) tahun 2004 - saat ini yang diprakarsai oleh para begawan demokrasi Indonesia seperti [[Ignas Kleden]], Thamrin Tamagola, Daniel Sparingga, Anita lie, Asmara Nababan, Abdul Hakim Garuda Nusantara dan sebagai dalam menumbuhkan dan menguatkan demokrasi di tingkat politik lokal sebagai cerminan demokrasi yang sesungguhnya.
 
Kiprahnya di dalam dan di luar negeri telah mengantarkannya sebagai wakil Indonesia melalui Kementerian Luar Negeri sebagai komisioner pada Independent Permanent Human High Commission of Organization of Islamic Cooperation (IPHRC-OIC) Komisi Hak Asasi Manusia, Organisasi KerjsamaKerjasama Islam yang membawahi 57 anggota dan terpilih sebagai Ketua Komisi ini pada tahun 2012-2014 dan terpilih kembali sebagai komisioner pada komisi yang sama pada periode berikutnya pada tahun 2014-2016. Sebagai ketua, ia berupaya membawa lesson learned dan best practices Indonesia sebagai negara yang berhasil mengharmonisasikan antara Islam, Demokrasi dan Hak Asdasi Manusia dan dinobatkan sebagai negara Muslim paling demokratis di dunia. Atas Prestasinya ini [[Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta|Universitas Islam Negeri Sunan KlaijagaKalijaga]] menganugerahkan Penghargaan Dosen Berprestasi Tingkat Internasional pada tahun 2018.
 
Berdasarkan pengalamannya dalam berkiprah pada isu Islam, HAM, Demokrasi di tingkat internasional, Presiden Republik Indonesia [[Joko Widodo]] mengangkatnya sebagai [[Staf Khusus Presiden]] Bidang Keagamaan di tingkat Internasional yang membantu Presiden mempromosikan Wasatiyyat Diniyyah dan Wasatiyyat Islam Indonesia (Moderasi Beragama dan moderasi Ber Islam di Indonesia) agar Indonesia menjadi model' titik-temu' moderasi beragama, konsep negara bangsa, demokrasi, HAM, Hak Perempuan dan Keadilan sosial yang dapat berkembang harmonis dan damai.