Rumah adat Aceh: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Tidak ada ringkasan suntingan
Tag: VisualEditor Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler
Tidak ada ringkasan suntingan
Tag: Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler
Baris 6:
 
Bagi suku bangsa Aceh, segala sesuatu yang akan mereka lakukan, selalu berlandaskan kitab adat. Koitab adat tersebut, dikenal dengan Meukeuta Alam. Salah satu isi di dalam terdapat tentang pendirian rumah. Di dalam kitab adat menyebutkan: ”Tiap tiap rakyat mendirikan rumah atau masjid atau balai-balai atau meunasah pada tiap-tiap tihang di atas puting dibawah para hendaklah dipakai kain merah dan putih sedikit”. Kain merah putih yang dibuat khusus di saat memulai pekerjaan itu dililitkan di atas tiang utama yang di sebut tamèh raja dan tamèh putroë”. karenanya terlihat bahwa Suku Aceh bukanlah suatu suku yang melupakan apa yang telah diwariskan oleh nenek moyang mereka.
 
[[File:Rumoh Cut Nyak Dhiën.jpg|thumb|300px|right|Rumoh Aceh milik bangsawan Aceh [[Cut Nyak Dhien]] di Gampong Lampisang, [[Kabupaten Aceh Besar]].]]
 
Dalam kitab tersebut juga dipaparkan bahwa; dalam Rumoh Aceh, bagian rumah dan pekarangannya menjadi milik anak-anak perempuan atau ibunya. Menurut adat Aceh, rumah dan pekarangannya tidak boleh di pra-é, atau dibelokkan dari hukum waris. Jika seorang suami meninggal dunia, maka Rumoh Aceh itu menjadi milik anak-anak perempuan atau menjadi milik isterinya bila mereka tidak mempunyai anak perempuan.Untuk itu, dalam Rumah Adat Aceh, istrilah yang dinamakan peurumoh, atau jiak diartikan dalam bahasa Indonesia adalah orang yang memiliki rumah.