Arsitektur Minangkabau: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Taylorbot (bicara | kontrib)
ejaan bentuk pasif | t=184 su=19 in=29 at=19 -- only 5 edits left of totally 25 possible edits | edr / ovr / aft = 000-0000 / 000-0011 / 000-0000 | clup(2):$A0(-0)&tab#trailspc(-52) & " di akses"--(c10=00070-0000,0x)-->" diakses" | only whitespace
Me iwan (bicara | kontrib)
k WPCleaner v2.02b - Fixed using Wikipedia:ProyekWiki Cek Wikipedia (Kesalahan pranala pipa - DEFAULTSORT dengan huruf kecil)
Baris 1:
[[Berkas:Istano Pagaruyuang.jpg|jmpl|350px|[[Istano Basa]] peninggalan [[Kerajaan Pagaruyung]] di [[Batusangkar (kota)|Batusangkar]], [[Kabupaten Tanah Datar]], [[Sumatra Barat]].]]
 
'''Arsitektur Minangkabau''' adalah arsitektur yang berkembang pada masyarakat [[Minangkabau]], khususnya yang mendiami wilayah asal mereka di [[Sumatra Barat]], [[Indonesia]]. Arsitektur ini merupakan [[Arsitektur Indonesia|arsitektur yang sangat khas di Indonesia]] ditandai dengan karakteristik atap ''gonjong'', yakni bentuk atap yang melengkung ke atas seperti tanduk kerbau. Arsitektur ini terdapat pada bangunan tradisional masyarakat Minangkabau berupa rumah adat yang disebut ''[[rumah gadang]]'', lumbung padi yang disebut ''[[rangkiang]],'' dan balai adat yang disebut ''[[balairung|]]''balairung'']].{{sfn|Syafwandi|1993|pp=22}}
 
Tidak ada catatan tertulis mengenai sejarah arsitektur Minangkabau. Berbagai hal di Minangkabau hanya dijelaskan oleh petatah-petitih yang disampaikan secara turun-temurun melalui lisan, termasuk penjelasan tentang karya arsitektur berikut sistem konstruksinya. Rumah gadang adalah rumah tinggal yang dihuni sekelompok keluarga. Di halaman rumah gadang, terdapat ''[[rangkiang]]'' yang digunakan untuk menyimpan padi hasil panen. Adapun balairung adalah tempat berkumpul sekelompok kepala keluarga melakukan musyawarah. Ketiga bangunan ini dicirikan dengan atap berupa gonjong dan lantai berbentuk panggung.{{sfn|Syafwandi|1993|pp=27–34}}
Baris 40:
Secara umum, corak bangunan di Minangkabau ditentukan oleh sistem adat atau kelarasan yang dianut. Terdapat dua kelarasan di Minangkabau, yakni [[Lareh Koto Piliang|Kelarasan Koto Piliang]] yang diciptakan oleh [[Datuk Ketumanggungan]] dan [[Lareh Bodi Caniago|Kelarasan Bodi Chaniago]] yang diciptakan oleh [[Datuk Perpatih Nan Sebatang]].{{sfn|Syafwandi|1993|pp=8–9}} Kelarasan Koto Piliang berciri arsitokratis, sedangkan Kelarasan Bodi Chaniago berciri demokratis.{{sfn|Syafwandi|1993|pp=30}} Semula, perbedaan kedua kelarasan hanya menyangkut aspek politik, tetapi berikutnya merambat sampai pada bentuk bangunan, terutama rumah adat dan balai adat.{{sfn|Esti Asih Nurdiah|2011|pp=18}}{{sfn|Sudarman|2014|pp=93}} Perbedaannya terutama terletak pada keberadaan ''[[anjung]]'', semacam panggung di kedua ujung bangunan.{{sfn|Esti Asih Nurdiah|2011|pp=38}} Rumah adat dan balai adat Koto Piliang memiliki ciri khas memiliki anjung, sedangkan rumah adat dan balai adat Bodi Caniago tidak memiliki anjung. Akan tetapi, ciri khas keduanya tetap sama, yaitu gonjong.{{sfn|Syafwandi|1993|pp=30–31}}{{sfn|Aulia Azmi|Imam Faisal Pane|pp=329}}
 
Selain itu, corak bangunan di Minangkabau ditentukan oleh wilayah tempat bangunan itu berada. Wilayah Minangkabau terbagi atas dua bagian, yaitu ''[[Dataran Tinggi Minangkabau|darek]]'' dan ''[[rantau]]''. Darek meliputi wilayah di pedalaman Minangkabau yang dikenal sebagai wilayah inti kebudayaan Minangkabau. Wilayahnya berada di sekitar tiga gunung yang dikenal dengan sebutan [[Puncak-puncak Tri Arga|Tri Arga]], yaitu [[Gunung Marapi]], [[Gunung Singgalang|Singgalang]], dan [[Gunung Sago|Sago]]. Menurut tambo, penduduk di tiga wilayah ini diyakini berasal dari [[Pariangan, Pariangan, Tanah Datar|Pariangan]]. Seiring pertambahan jumlah penduduk, mereka melakukan migrasi ke daerah-daerah di sekitar tiga gunung dan membentuk konfederasi yang disebut sebagai [[Luhak|''[[luhak'']]'', yakni [[Luhak Limo Puluah]], [[Luhak Agam]], dan [[Luhak Tanah Data]].{{sfn|Syafwandi|1993|pp=4–8}}
 
Rumah gadang di setiap luhak mempunyai perbedaan bentuk, ukuran, dan tampilan dengan nama tersendiri. Di Luhak Tanah Datar, dikenal rumah gadang yang dinamakan ''Sitinjau Lauik''. Di Luhak Agam, rumah gadang khasnya disebut ''Surambi Papek''. Di, Luhak Limo Puluh Koto, rumah gadang yang dikenal yakni ''Rajo Babandiang''.{{sfn|Antara|29 Januari 2017}}
Baris 51:
{{utama|Nagari}}
 
[[Berkas:Seribu_Rumah_Gadang.jpg|pra=https://id.wikipedia.org/wiki/Berkas:Seribu_Rumah_Gadang.jpg|jmpl|300x300px|Suasana permukiman Minangkabau di Nagari Koto Baru atau kini dikenal sebagai [[Kawasan Seribu Rumah Gadang]]. Sebuah permukiman baru dapat dikatakan sebagai nagari apabila di dalamnya sudah terdapat balai adat dan masjid.]]
 
Permukiman masyarakat Minangkabau dikenal sebagai ''[[nagari]]''. Nagari memiliki teritorial beserta batasnya serta mempunyai struktur politik dan aparat hukum tersendiri. Nagari terbentuk setelah melalui tahapan penggabungan satuan permukiman dengan lingkup yang lebih kecil. Permukiman terkecil disebut dengan ''taratak''. Taratak berasal kata dari “tatak”, yang berarti membuat daerah baru untuk dijadikan sebagai tempat tinggal. Taratak dihuni oleh beberapa keluarga dalam satu suku yang sama. Gabungan dari beberapa taratak akan membentuk ''dusun''. Dalam dusun, sudah mulai dibuka lahan pertanian. Perluasan dusun akan membentuk ''koto''. Koto dihuni oleh berbagai kelompok suku. Seiring perkembangan koto, maka muncul kebutuhan untuk membentuk nagari sebagai sistem pemerintahan.{{sfn|Gemala Dewi|2010|pp=13–14}}