Kalimantan Timur: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
k ←Suntingan Muhamnov (bicara) dibatalkan ke versi terakhir oleh LaninBot
Tag: Pengembalian
k Penambahan informasi demografi kependudukan masyarakat berdasarkan persebaran etnis di Kalimantan Timur
Baris 30:
|kepadatan = 28,07 jiwa
<!-- demografi -->
|suku = [[Suku Dayak|Dayak]] 30.24%<br> [[Suku Banjar|Banjar]] 20.81%<br> [[Suku Kutai|Kutai]] 12.45%<br> [[Suku Paser|Paser]] 9.94%<br> [[Suku Jawa|Jawa]] 7.80%<br> [[Suku Bugia|Bugis]] 2.21%<br> [[Suku Toraja|Toraja]] 1.89%<br> [[Suku Sunda|Sunda]] 1.57%<br> [[Suku Gorontalo|Gorontalo]] 1.49%<br> [[Suku Madura|Madura]] 1.32%<br> [[Suku Buton|Buton]] 1.25%<br> Lain-lain (109.5102%) <ref name="sensusSuku2010">{{cite book
|author = Aris Ananta
|coauthor=Evi Nurvidya Arifin, M. Sairi Hasbullah, Nur Budi Handayani, dan Agus Pramono
Baris 68:
Wilayah Kalimantan Timur dahulu mayoritas adalah hutan hujan tropis. Terdapat beberapa kerajaan yang berada di Kalimantan Timur, diantaranya adalah [[Kerajaan Kutai]] (beragama [[Hindu]]), [[Kesultanan Kutai Kartanegara ing Martadipura]], dan [[Kesultanan Pasir]].
 
Wilayah Kalimantan Timur meliputi Paser, Kutai, Berau dan juga Karasikan (Buranun/pra-Kesultanan Sulu) diklaim sebagai wilayah taklukan Maharaja Suryanata, gubernur Majapahit di Negara Dipa (yang berkedudukan di [[Candi Agung]] di Amuntai) hingga tahun 1620 pada masa Kesultanan Banjar. Dengan bala bantuan dari Kerajaan Demak, Kesultanan Banjar terus melebarkan pengaruhnya ke Paser, Kutai, dan Berau. Perjanjian yang ditanda tangani antara Pieter Pietarsz (utusan VOC) dengan Raja Kutai Kartanegara dalam tahun 1635 memuat antara lain bahwa perdagangan bebas hanya dibolehkan antara Kerajaan Kutai dengan orang-orang Banjar dan Belanda saja. Kedatangan orang Banjar membantu memperluas pengaruh kekuasaan Kesultanan Kutai terhadap masyarakat Dayak di pedalaman.<ref>{{id}} {{cite book|url=https://books.google.co.id/books?id=FcxjDwAAQBAJ&pg=PA313&lpg=PA313&dq=kasultanan+banjar.com&source=bl&ots=D9hK8VDuTg&sig=7lrQ1_VFK-kdSILb2zy42c3O-Bo&hl=id&sa=X&ved=2ahUKEwit2r3v5YrdAhWNSH0KHXRRBVg4ChDoATAGegQIBBAB#v=onepage&q=kasultanan%20banjar.com&f=false|title=Identitas Dayak|author=Dr.Yekti Maunati|publisher=Lkis Pelangi Aksara|year=2003|isbn=9789799492982|volume=|pages=313|location=Indonesia}} ISBN 979949298X</ref><ref name="Pengantar sejarah Indonesia baru">{{id}}{{cite book|first=Sartono|last=Kartodirdjo|authorlink=Sartono Kartodirdjo|url=https://books.google.co.id/books?id=TYYeAAAAMAAJ&q=sambas+De+kroniek+van+Bandjarmasin&dq=sambas+De+kroniek+van+Bandjarmasin&hl=id&sa=X&ved=0ahUKEwjxnrS0rI3eAhUETn0KHUycD14Q6AEIPTAD|pages=121|title=Pengantar sejarah Indonesia baru, 1500-1900: Dari emporium sampai imperium|location=Indonesia|publisher=Gramedia|year=1987|isbn=9794031291}} ISBN 9789794031292</ref> Semenjak itulah pedagang-pedagang asal Banjar mulai mendominasi sebelum kedatangan migrasi orang Bugis pada tahun 1638-1654 dan jatuhnya Makasar ke tangan Belanda tahun 1667. Antara tahun 1620-1624, negeri-negeri di Kaltim sempat menjadi daerah pengaruh Sultan Alauddin dari Kesultanan Makassar, sebelum adanya [[perjanjian Bungaya]].<ref name="Tijdschrift 23">{{nl}}{{cite journal|author=Tijdschrift voor Nederlandsch-Indië |url=http://books.google.co.id/books?id=ZxkmAQAAIAAJ&dq=panembahan%20Marrhoem&pg=PA201#v=onepage&q=panembahan%20Marrhoem&f=false|title=Tijdschrift voor Nederlandsch-Indië |volume= 23|issue=1-2|pages=201 | year=1861 }}</ref> Menurut [[Hikayat Banjar]] Sultan Makassar pernah meminjam tanah untuk tempat berdagang meliputi wilayah timur dan tenggara Kalimantan kepada Sultan [[Mustain Billah]] dari Banjar sewaktu Kiai Martasura diutus ke Makassar dan mengadakan perjanjian dengan Sultan [[Tallo, Makassar|Tallo]] I Mangngadaccinna Daeng I Ba’le’ Sultan Mahmud [[Karaeng Pattingalloang]]<ref name="hikayat banjar"/>, yang menjadi mangkubumi dan penasihat utama bagi Sultan Muhammad Said, Raja Gowa tahun 1638-1654 dan juga mertua [[Sultan Hasanuddin]]<ref>Hikayat Banjar: "Kemudian daripada itu tatkala Kiai Martasura ke Mangkasar, zaman Karaing Patigaloang itu, ia menyuruh pada Marhum Panembahan itu meminjam Pasir itu akan tempatnya berdagang serta bersumpah: "Barang siapa anak cucuku hendak aniaya lawan [[negeri Banjar]] mudah-mudahan dibinasakan Allah itu." Maka dipinjamkan oleh Marhum Panembahan. Itulah mulanya Pasir - serta diberi desa namanya [[Satui, Tanah Bumbu|Satui]] dan [[Asam Asam, Jorong, Tanah Laut|Hasam-Hasam]] dan [[Kintap, Tanah Laut|Kintap]], dan [[Swarangan, Jorong, Tanah Laut|Sawarangan]] itu, Banacala, Balang Pasir dan [[Kesultanan Kutai|Kutai]] dan [[Kesultanan Berau|Berau]] serta [[Karasikan]] - itu tiada mahanjurkan hupati ke Martapura itu.</ref><ref>{{nl}} {{cite journal|url=http://books.google.co.id/books?id=HBEDAAAAYAAJ&dq=aji%20tenggal&pg=PA243#v=onepage&q&f=false |pages=243 |title=Tijdschrift voor Indische taal-, land-, en volkenkunde |volume= 6 |author=Bataviaasch Genootschap van Kunsten en Wetenschappen, Lembaga Kebudajaan Indonesia |publisher=Lange & Co.|year= 1857}}</ref><ref>{{id}} {{cite book|url=http://books.google.co.id/books?id=ENuMmZ1CaTcC&lpg=PA128&dq=sejarah%20banjar&pg=PA129#v=onepage&q=sejarah%20banjar&f=false|title=Nusa Jawa: silang budaya kajian sejarah terpadu: Jaringan Asia,|author=Denys Lombard|publisher=PT Gramedia Pustaka Utama|year=|isbn=9796054531|volume=2|pages=129}}
Wilayah Kalimantan Timur meliputi Paser, Kutai, Berau dan juga Karasikan (Buranun/pra-Kesultanan Sulu) diklaim sebagai wilayah taklukan Maharaja Suryanata, gubernur Majapahit di Negara Dipa (yang berkedudukan di [[Candi Agung]] di Amuntai) hingga tahun 1620 pada masa Kesultanan Banjar. Dengan bala bantuan dari Kerajaan Demak, Kesultanan Banjar terus melebarkan pengaruhnya ke Paser, Kutai, dan Berau. Perjanjian yang ditanda tangani antara Pieter Pietarsz (utusan VOC) dengan Raja Kutai Kartanegara dalam tahun 1635 memuat antara lain bahwa perdagangan bebas hanya dibolehkan antara Kerajaan Kutai dengan orang-orang Banjar dan Belanda saja. Kedatangan orang Banjar membantu memperluas pengaruh kekuasaan Kesultanan Kutai terhadap masyarakat Dayak di pedalaman.<ref>{{id}} {{cite book
|url=https://books.google.co.id/books?id=FcxjDwAAQBAJ&pg=PA313&lpg=PA313&dq=kasultanan+banjar.com&source=bl&ots=D9hK8VDuTg&sig=7lrQ1_VFK-kdSILb2zy42c3O-Bo&hl=id&sa=X&ved=2ahUKEwit2r3v5YrdAhWNSH0KHXRRBVg4ChDoATAGegQIBBAB#v=onepage&q=kasultanan%20banjar.com&f=false
|title=Identitas Dayak
|author=Dr.Yekti Maunati
|publisher=Lkis Pelangi Aksara
|year=2003
|isbn=9789799492982
|volume=
|pages=313
|location=Indonesia}} ISBN 979949298X</ref><ref name="Pengantar sejarah Indonesia baru">{{id}}{{cite book
|first=Sartono
|last=Kartodirdjo
|authorlink=Sartono Kartodirdjo
|url=https://books.google.co.id/books?id=TYYeAAAAMAAJ&q=sambas+De+kroniek+van+Bandjarmasin&dq=sambas+De+kroniek+van+Bandjarmasin&hl=id&sa=X&ved=0ahUKEwjxnrS0rI3eAhUETn0KHUycD14Q6AEIPTAD
|pages=121
|title=Pengantar sejarah Indonesia baru, 1500-1900: Dari emporium sampai imperium
|location=Indonesia
|publisher=Gramedia
|year= 1987
|isbn=9794031291}} ISBN 9789794031292</ref> Semenjak itulah pedagang-pedagang asal Banjar mulai mendominasi sebelum kedatangan migrasi orang Bugis pada tahun 1638-1654 dan jatuhnya Makasar ke tangan Belanda tahun 1667. Antara tahun 1620-1624, negeri-negeri di Kaltim sempat menjadi daerah pengaruh Sultan Alauddin dari Kesultanan Makassar, sebelum adanya [[perjanjian Bungaya]].<ref name="Tijdschrift 23">{{nl}}{{cite journal|author=Tijdschrift voor Nederlandsch-Indië |url=http://books.google.co.id/books?id=ZxkmAQAAIAAJ&dq=panembahan%20Marrhoem&pg=PA201#v=onepage&q=panembahan%20Marrhoem&f=false|title=Tijdschrift voor Nederlandsch-Indië |volume= 23|issue=1-2|pages=201 | year=1861 }}</ref> Menurut [[Hikayat Banjar]] Sultan Makassar pernah meminjam tanah untuk tempat berdagang meliputi wilayah timur dan tenggara Kalimantan kepada Sultan [[Mustain Billah]] dari Banjar sewaktu Kiai Martasura diutus ke Makassar dan mengadakan perjanjian dengan Sultan [[Tallo, Makassar|Tallo]] I Mangngadaccinna Daeng I Ba’le’ Sultan Mahmud [[Karaeng Pattingalloang]]<ref name="hikayat banjar"/>, yang menjadi mangkubumi dan penasihat utama bagi Sultan Muhammad Said, Raja Gowa tahun 1638-1654 dan juga mertua [[Sultan Hasanuddin]]<ref>Hikayat Banjar: "Kemudian daripada itu tatkala Kiai Martasura ke Mangkasar, zaman Karaing Patigaloang itu, ia menyuruh pada Marhum Panembahan itu meminjam Pasir itu akan tempatnya berdagang serta bersumpah: "Barang siapa anak cucuku hendak aniaya lawan [[negeri Banjar]] mudah-mudahan dibinasakan Allah itu." Maka dipinjamkan oleh Marhum Panembahan. Itulah mulanya Pasir - serta diberi desa namanya [[Satui, Tanah Bumbu|Satui]] dan [[Asam Asam, Jorong, Tanah Laut|Hasam-Hasam]] dan [[Kintap, Tanah Laut|Kintap]], dan [[Swarangan, Jorong, Tanah Laut|Sawarangan]] itu, Banacala, Balang Pasir dan [[Kesultanan Kutai|Kutai]] dan [[Kesultanan Berau|Berau]] serta [[Karasikan]] - itu tiada mahanjurkan hupati ke Martapura itu.</ref><ref>{{nl}} {{cite journal|url=http://books.google.co.id/books?id=HBEDAAAAYAAJ&dq=aji%20tenggal&pg=PA243#v=onepage&q&f=false |pages=243 |title=Tijdschrift voor Indische taal-, land-, en volkenkunde |volume= 6 |author=Bataviaasch Genootschap van Kunsten en Wetenschappen, Lembaga Kebudajaan Indonesia |publisher=Lange & Co.|year= 1857}}</ref><ref>{{id}} {{cite book
|url=http://books.google.co.id/books?id=ENuMmZ1CaTcC&lpg=PA128&dq=sejarah%20banjar&pg=PA129#v=onepage&q=sejarah%20banjar&f=false
|title=Nusa Jawa: silang budaya kajian sejarah terpadu: Jaringan Asia,
|author=Denys Lombard
|publisher=PT Gramedia Pustaka Utama
|year=1996
|isbn=9796054531
|volume=2
|pages=129
|year= }}
ISBN 978-979-605-453-4 ISBN 979-605-452-3 ISBN 978-979-605-452-7</ref> yang akan menjadikan wilayah Kalimantan Timur sebagai tempat berdagang bagi Kesultanan Makassar (Gowa-Tallo)<ref name="hikayat banjar">{{ms}} {{cite book|title=''[[Hikayat Banjar]]'' diterjemahkan oleh [[Siti Hawa Salleh]]|last=Ras|first=[[Johannes Jacobus Ras|Johannes Jacobus]]|publisher=[[Malaysia]]: Percetakan Dewan Bahasa dan Pustaka|year=1990|isbn=9789836212405}}ISBN 983-62-1240-X</ref> sejak itulah mulai berdatanganlah etnis asal Sulawesi Selatan. Namun berdasarkan Perjanjian Kesultanan Banjar dengan VOC pada tahun 1635, VOC membantu Banjar mengembalikan negeri-negeri di Kaltim menjadi wilayah pengaruh Kesultanan Banjar. Hal tersebut diwujudkan dalam [[perjanjian Bungaya]], bahwa Kesultanan Makassar dilarang berdagang hingga ke timur dan utara Kalimantan.