Ugamo Malim: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
KumisCapKucing (bicara | kontrib)
KumisCapKucing (bicara | kontrib)
Baris 1:
{{Aliran kepercayaan di Indonesia}}
'''Parmalim''' atau '''malim''' adalah warga penganut atau penghayat sistem religius ("agama") [[Batak]] asli, yang hingga kini masih eksis, terutama tersebar di daerah Toba Sumatra Utara. Meyakini Tuhan, yaitu [[Mulajadi na Bolon|Mulajadi Nabolon]]. ini telah lebih dahulu dianut oleh masyarakat [[Batak Toba]] jauh sebelum masuknya agama-agama [[Islam]], [[Kristen Protestan|Kristen]], dan [[Katolik]]. Munculnya aliran Malim tidak terlepas dari konteks sosial, ekonomi, dan politik yang berkembang pada saat itu yang kemudian menjadikan agama ini sebagai respon atas fenomena tersebut.
 
'''Ugamo Malim''' adalah agama asli “lokal” di kalangan masyarakat Batak Toba [[Agama Malim#cite note-1|<sup>[1]</sup>]]. Umumnya, penganut Ugamo Malim adalah masyarakat [[Batak (Indonesia)|Batak]] yang berdomisili di [[Kabupaten Toba Samosir]], [[Tapanuli Utara]], juga di daerah lain seperti [[Kabupaten Simalungun]], [[Kabupaten Dairi]], [[Kabupaten Tapanuli Tengah]]. Dewasa ini Parmalim juga menyebar di berbagai daerah di Indonesia, tetapi jumlahnya sangat sedikit. Saat ini, jumlah pengikut aliran ini tidak memiliki data resmi, tetapi jumlahnya sekitar 5.000 jiwa.
 
== Pengertian Parmalim dan Ugamo Malim ==
'''Ugamo Malim''' adalah kepercayaan dan keyakinan terhadap Pencipta alam semesta Tuhan Yang Maha Esa, [[Mulajadi na Bolon|Mulajadi Nabolon]], yang merupakan kelanjutan dari perkembangan simultan sistem religius ke-Tuhanan yang dianut suku Batak sejak dahulu kala. Orang Batak memahami dan memaknai religiusitas dengan memperlakukan alam sebagai tumpuan hidup dan merupakan anugrah Mulajadi Nabolon yang harus dijaga, baik sebagai sumber kehidupan (keberadaan dirinya) maupun sebagai sumber penghidupan (keberlangsungan dan kepemilikan hidupnya). Spiritualitas memelihara alam ciptaaan Mulajadi Nabolon, dipadukan dengan rasa syukur dan berserah diri pada kuasa Sang Pencipta dipelihara dengan rirual-ritual yang diselaraskan dengan kronologi KEHIDUPAN dan PENGHIDUPAN. Beberapa ritual tersebut dilaksanakan dalam bentuk upacara persembahan kepada sang Pencipta. Aktivitas mempersiapkan perlengkapan upacara dan perlengkapan “Pelean” (persembahan), dilakukan dengan sangat hati-hati menurut tata laksana dan aturan ketentuan yang telah menjadi “Patik” dalam upacara terkait. Kegiatan menata persiapan upacara dan terutama menata “Pelean” persembahan dinamakan “mang-UGAMO-hon”. Selaras dengan itu orang-orang yang senantiasa melaksanakan ritual persembahan, mendapat julukan “par-UGAMO” atau “parugama” dalam bahasa Batak lama. Sebutan “parugamo” itu kembali populer di Toba, ketika pengaruh “religiusitas – asing” sudah marak di tanah Batak, menjadi entitas dan identitas orang yang eksis dengan sistem keyakinan religiusitas asli Batak. '''Ugamo''' artinya keberaturan, penataan dengan benar. Orang sering juga menyebut atau menuliskannya [[Agama Malim]].
 
Dalam bahasa Batak, orang yang menganut dan mengikuti serta menghayati ajaran Ugamo Malim disebut '''par-Ugamo Malim''', dan disingkatkan menjadi '''Parmalim'''. Namun dalam sebutan populer saat ini, kata '''Parmalim''' sering digunakan (pihak eksternal) juga untuk lembaga kepercayaan UGAMO MALIM itu sendiri. Sekumpulan orang dalam melaksanakan satu kegiatan dan satu tujuan dalam bahasa Batak disebut Punguan. '''Punguan Parmalim''' dapat diartikan sebagai perkumpulan penganut Ugamo Malim dan wadah maupun sarana tempat perkumpulan Parmalim melakukan ritual kepercayaanya. Punguan Parmalim (inganan parpunguan) sebagai identitas tempat ibadah dan lembaga perkumpulan parmalim. lazim digunakan sejak awal berdirinya '''Bale Pasogit Partonggoan''' di Hutatinggi Laguboti, yang diamanahkan Raja Sisingamangaraja – Raja Nasiakbagi – Patuan Raja Malim kepada muridnya Raja Mulia Naipospos.