Kesultanan Ngayogyakarta Hadiningrat: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Yakub Herawan (bicara | kontrib)
Tag: Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler
→‎Awal riwayat: Perbaikan ketikan
Tag: Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler Suntingan seluler lanjutan
Baris 64:
Dengan ditandatanganinya [[Perjanjian Giyanti]] (13 Februari [[1755]]) antara [[Pangeran Mangkubumi]] dan [[Vereenigde Oostindische Compagnie|VOC]] di bawah [[Gubernur-Jendral]] [[Jacob Mossel]], maka [[Kesultanan Mataram|Kerajaan Mataram]] dibagi dua. [[Pangeran Mangkubumi]] diangkat sebagai [[Sultan]] dengan gelar [[Sultan Hamengkubuwana I]] dan berkuasa atas setengah daerah [[Kerajaan Mataram]]. Sementara itu [[Sunan Pakubuwana III]] tetap berkuasa atas setengah daerah lainnya dengan nama baru [[Kasunanan Surakarta]] dan daerah pesisir tetap dikuasai VOC.
 
[[Sultan Hamengkubuwana I]] kemudian segera membuat ibu kota kerajaan beserta istananya yang baru dengan membuka daerah baru (jawa: babat alas) di [[Hutan Paberingan]] yang terletak antara aliran [[Sungai Winongo]] dan [[Sungai Code]]. Ibu kota berikut istananya tersebut tersebut dinamakan [[Ngayogyakarta Hadiningrat]] dan landscape[[lansekap]] utama berhasil diselesaikan pada tanggal [[7 Oktober]] [[1756]]. Para penggantinya tetap mempertahankan gelar yang digunakan, Hamengku Buwono. Untuk membedakan antara sultan yang sedang bertahta dengan pendahulunya, secara umum, digunakan frasa "'' ingkang jumeneng kaping...ing Ngayogyakarta Hadiningrat '' " ([[bahasa Indonesia]]: "yang bertakhta ke .... di Yogyakarta"). Selain itu ada beberapa nama khusus atau gelar bagi Sultan, antara lain Sultan Sepuh (Sultan yang Sepuh/Tua) untuk Hamengkubuwana II, Sultan Mangkubumi (Sultan Mangkubumi) untuk Sultan Hamengkubuwana VI, atau Sultan Behi (Sultan Hanga[Behi]) untuk Sultan Hamengkubuwana VII.
 
== Wilayah dan penduduk ==