Pariwisata di Indonesia: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
AMA Ptk (bicara | kontrib)
Baris 29:
 
Setelah [[Sejarah Nusantara (1800-1942)|masuknya Bangsa Belanda ke Indonesia]] pada awal abad ke-19, daerah Hindia Belanda mulai berkembang menjadi daya tarik bagi para pendatang yang berasal dari [[Belanda]],<ref name="sejarah"/> yang pada awalnya —di daerah seperti Jawa— masih tertutup bagi para wisatawan. Di era-era ini, pemerintah kolonial tidaklah menyukai wisatawan karena alasan stabilitas keamanan pasca pemberontakan-pemberontakan di Jawa dan [[Perang Aceh]], juga agar masyarakat asing tak menyaksikan kemewahan pejabat kolonial yang didapat dari hasil eksploitasi kekayaan di Pulau Jawa dan lainnya di Nusantara.<ref name=saidi>{{aut|Saidi, Ridwan}} (24 Maret-6 April 1989). "Pariwisata Tempo 'Doeloe' di Jawa". ''Amanah''. '''71''': Hlm 12, 13, & 118. [[Jakarta]]: PT Sarana Bakti Semesta. ISSN 0215-255X.</ref> Kelak, gubernur jenderal pada saat itu memutuskan pembentukan biro wisata yang disebut ''Vereeeging Toeristen Verkeer'' pada 13 April 1908 di [[Batavia]] yang gedung kantornya juga digunakan untuk maskapai penerbangan ''Koninklijke Nederlansch Indische Luchtfahrt Maatschapijj'' (kini disebut dengan [[KLM]]).<ref name="sejarah"/><ref name=historia>{{cite web|url=https://historia.id/politik/articles/turis-bukan-hanya-orang-asing-6aeB0|title=Turis Bukan Hanya Orang Asing|author=Firdausi, Fadrik Aziz|date=7 Juli 2017|accessdate=6 Februari 2019|work=Majalah Historia}}</ref> Tak lama daripada itu, pada 1911 sudah tiada lagi hambatan bagi para pelancong untuk bergerak bebas hambatan di seluruh Jawa dan 1916, buat pulau-pulau lainnya. Ketika itu, Jawa menjadi tempat perlancongan yang mahal oleh sebab tingginya biaya [[kapal uap]] dari [[Singapura]] ke [[Batavia]]. Wisatawan di awal abad ke-20 suka melewati dataran-dataran tinggi di daerah [[Jawa Barat]] untuk melawat ke 'jantung hati' kebudayaan Jawa, yakni di [[Jogjakarta]] dan [[Surakarta]].<ref>{{aut|Cohen, Matthew Isaac}} (editor: Janelle Reinelt dan Brian Singleton) (2010). ''[https://books.google.co.id/books?id=rb-GDAAAQBAJ&pg=PA49 Performing Otherness: Java and Bali on International Stages, 1905-1952]'' hlm.49. Diterbitkan oleh Palgrave-Macmillan dan Springer. ISBN 978-0-230-30900-5.</ref> Hotel-hotel mulai bermunculan seperti [[Hotel des Indes]] di [[Batavia]], [[Hotel Majapahit|Hotel Oranje]] di [[Surabaya]] dan [[Hotel De Boer]] di [[Medan]].<ref name="sejarah"/>
Tahun 1913, ''Vereeneging Touristen Verkeer'' membuat buku panduan mengenai objek wisata di Indonesia. Sejak saat itu, [[Bali]] mulai dikenal oleh wisatawan mancanegara dan jumlah kedatangan wisman meningkat hingga lebih dari 100% pada tahun 1927.<ref name="sejarah"/> Di luar Jawa sendiri, tempat monumen alam seperti [[Air Terjun Bantimurung]] —yang kelak masuk sebagai bahagian daripada [[Taman Nasional Bantimurung-Balasaraung]]— di [[Sulawesi]] pun telah jadi tujuan wisata para turis. Sekitar tahun 1929, [[Leopold III dari Belgia]] dan Putri [[Astrid dari Swedia]] berkunjung ke sini, diikuti [[RMS Franconia]], kapal pesiar pertama yang berlabuh di Makassar pada 27 Maret 1929. Bantimurung terus dikunjungu wisatawan mancanegara dan bahkan tempat ini dijadikan saran berwisata di musim kemarau pada buku panduan wisata ''Gids van Makassar en Zuid-Celebes'' pada tahun 1938.<ref name=shkj>{{aut|Shagir, Kamajaya}} (Agustus 2018). "Merunut Kisah Lampau Bantimurunf". ''[[Intisari (majalah)|Intisari]]''. '''671''':92{{spaced ndash}}101. [[Jakarta]]: Kompas Gramedia.</ref> Pada 1 Juli 1947, pemerintah Indonesia berusaha menghidupkan sektor pariwisata Indonesia dengan membentuk badan yang dinamakan HONET (''Hotel National & Tourism'') yang diketuai oleh R. Tjitpo Ruslan. Badan ini segera mengambil alih hotel-hotel yang terdapat di daerah sekitar Jawa dan seluruhnya dinamai Hotel Merdeka. Setelah [[Konferensi Meja Bundar]], badan ini berganti nama menjadi NV HORNET.<ref name="sejarah"/> Tahun 1952 sesuai dengan keputusan presiden RI, dibentuk Panitia InterDepartemental Urusan Turisme yang bertugas menjajaki kemungkinan terbukanya kembali Indonesia sebagai tujuan wisata.<ref>{{cite paper|title = Pendahuluan|url =http://www.digilib.uns.ac.id/upload/dokumen/46180105200909451.rtf|format =rtf|accessdate =2011-06-27}}</ref>
 
[[Berkas:VisitIndonesia92 Bantimurung.jpg|jmpl|200px|Maskot Tahun Kunjungan Indonesia 1992.]]