Krisis finansial Asia 1997: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
Tidak ada ringkasan suntingan Tag: VisualEditor Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler |
k Perubahan kosmetik tanda baca |
||
Baris 19:
Pada pertengahan 1990-an, Thailand, Indonesia, dan Korea Selatan memiliki defisit transaksi berjalan sektor swasta yang besar. Penerapan [[nilai tukar tetap]] meningkatkan pinjaman luar negeri dan memperbesar keterpaparan [[risiko valuta asing]] di sektor keuangan dan perusahaan.
Pada pertengahan 1990-an, serangkaian goncangan luar negeri mulai mengubah tatanan ekonomi. [[Devaluasi]] [[renminbi]] Cina dan [[yen]] Jepang setelah [[Perjanjian Plaza]] 1985, kenaikan suku bunga Amerika Serikat yang memperkuat nilai dolar A.S., dan penurunan harga semikonduktor menghambat pertumbuhan ekonomi.<ref>[http://www.frbsf.org/econrsrch/wklyltr/wklyltr98/el98-24.html FRBSF Economic Letter
Keputusan ini menjadikan Amerika Serikat negara yang lebih menarik bagi investor dibandingkan Asia Tenggara. Asia Tenggara menerima arus dana panas berkat suku bunga jangka pendek yang tinggi dan tingginya nilai dolar Amerika Serikat. Bagi negara-negara Asia Tenggara yang mata uangnya dijangkarkan ke dolar AS, nilai dolar AS yang lebih tinggi membuat harga barang ekspornya lebih mahal dan kurang bersaing di pasar global. Pada saat yang bersamaan, pertumbuhan ekspor Asia Tenggara melambat drastis pada musim semi 1996 sehingga memperburuk posisi neraca berjalannya.
|