Partai Sosialis Indonesia: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Baris 79:
Partai Sosialis Indonesia yang telah memisahkan diri dari Partai Sosialis-nya Amir Syarifuddin, kemudian menyusun kembali kekuatannya dengan mereka yang pro-Sjahrir. Pada tanggal 12-17 Februari 1952, PSI mengadakan kongres pertamanya di Bandung. Kongres PSI pertama di Bandung berhasil memilih 45 orang anggota Dewan Pimpinan Partai. Dari 45 anggota Dewan Pimpinan Partai PSI, selain [[Sutan Syahrir|Syahrir]] ada lima orang berasal dari tanah Minang, yakni [[Djohan Sjahroezah]], Djoeir Moehamad, Tamimi Usman, dan Athos Auserie, Leon Salim<ref>Ia adalah tokoh asal Tiakar, Payakumbuh, yang sejak masa pergerakan nasional aktif terlibat sebagai tokoh pemuda pergerakan serta aktivis PNI-Pendidikan/PNI-Baru-nya Hatta bersama Chatib Sulaiman, Djoeir Muhammad, Djalil Jahja, dan Harun Junus. Pernah juga menjadi Ketua PNI-Pendidikan/PNI-Baru untuk Sumatra Barat tahun 1932. Ketika pembentukan Partai Rakyat Sosialis (PARAS, nama baru PNI-Pendidikan) di Cirebon tanggal 19 November 1945, yang juga pertemuan beberapa kader PNI-Pendidikan untuk sepakat mendukung Kabinet Sjahrir-Amir, ia menjadi perwakilan dari Sumatra. lihat Mrázek, Rudolf (1994). Sjahrir: Politics and Exile in Indonesia. SEAP Publications. ISBN 9780877277132. hlm. 285, juga lihat Zed, Mestika dkk. 1998. Sumatra Barat di Panggung Sejarah: 1945-1995, Jakarta: Sinar Harapan, hlm. 21 dan 34</ref>. Selain 45 orang anggota Dewan Partai, kongres tersebut juga memilih enam orang anggota Politbiro. Mereka adalah: Sutan Syahrir, Djohan Syahroezah, Soebadio Sastrosatomo, L.M. Sitorus, Sugondo Djojopuspito, dan T.A. Murad.<ref name=":1">{{Cite web|url=http://www.prismajurnal.com/forum-thread.php?id=%7B8B5A5D3C-E973-D7A1-5576-967A10540C5D%7D|title=Prisma Jurnal|website=www.prismajurnal.com|access-date=2017-09-08}} Tulisan ini ditulis oleh Imam Yudotomo, anak dari tokoh PSI, dan juga aktivis sayap tani PSI, GTI; Moch. Tauchid</ref> Beberapa bulan kemudian, pada bulan Mei 1952, PSI mengadakan Konferensi Dewan Partai untuk menyusun program kerja nasional.<ref name="Ensiklopedi Umum" />
 
Pada paruh pertama 1950-an (terhitung sejak Maret 1951) susunan Fraksi PSI di [[Dewan Perwakilan Rakyat Sementara]] (DPRS) yang beranggotakan 15 orang (beberapa sumber menyebut ada 17 orang) adalah Soebadio Sastrosatomo, Hamid Algadri, Lukman Wiriadinata, Andi Zaenal Abidin, Basri, Nyonya Soenarjati Soekemi, Tan Boen An, Mohamad Nuh, Djoeir Moehamad, Soemartojo, Tan Po Goan, Nyonya Soewarni Pringgodigdo<ref>Soewarni Pringgodigdo merupakan salah satu dari sepuluh perempuan (pemudi) yang hadir dalam Kongres Pemuda II, 27-28 Oktober 1928. lihat {{Cite web|url=http://historia.id/modern/perempuan-dalam-kongres-pemuda|title=Perempuan dalam Kongres Pemuda|website=historia.id|language=id|access-date=2018-03-22}}</ref>, J. B. A. F. Mayor Polak, Nyonya Soesilowati Rikerk, dan Djohan Syahroezah.<ref name=":1" /><ref>Untuk melihat daftar 45 anggota Dewan PSI serta susunan Sekretariat Dewan Partai, lihat {{Cite web|url=http://enosocialist.blogspot.co.id/2012/03/partai-sosialis-indonesia.html|title=PARTAI SOSIALIS INDONESIA|website=enosocialist.blogspot.co.id|access-date=2017-09-08}}</ref> Sama halnya dengan partai-partai lain yang memiliki berbagai organisasi sayap partai dalam berbagai golongan, PSI juga memiliki beberapa organisasi sayap/''onderbouw'' yang berafiliasi dengan partai berlambang bintang merah ini. Sedangkan pada [[Pemilihan umum legislatif Indonesia 1955|Pemilihan umum legislatif tahun 1955]], PSI berada pada peringkat delapan dengan perolehan 753.191 suara dan mendapat lima kursi (1,9% kursi parlemen) di DPR. Susunan fraksi PSI dalam DPR hasil Pemilu legislatif tahun 1955 adalah Soebadio Sastrosatomo (sebagai ketua fraksi), Hamid Algadri (sebagai wakil ketua/sekretaris fraksi), Sastra (pengganti anggota terpilih Gandaatmadja Sapai dari daerah pemilihan Jawa Barat), I Made Sugitha, Nyonya Suzanna Hamdani.<ref>Parlaungan. ''Hasil Rakjat Memilih: Tokoh-Tokoh Parlemen (Hasil Pemilihan Umum Pertama - 1955) di Republik Indonesia''. Jakarta: CV. Gita 1956. hlm 381-382. http://repositori.dpr.go.id/100/3/HASIL%20RAKYAT%20MEMILIH%20TOKOH-TOKOH%20PARLEMEN_3.pdf</ref>
 
Dalam bidang surat kabar/pers, PSI memiliki tiga corong, yakni Koran ''Pedoman'' di bawah pimpinan Rosihan Anwar (Nomor perdana ''Pedoman'' terbit pada 29 November 1948), Majalah ''Suara Sosialis'', dan Majalah ''Sikap'' (terbit perdana sejak Agustus 1948<ref>{{Cite book|url=https://books.google.co.id/books?id=a_uaI-Au4I4C&pg=PA495&dq=majalah+sikap+partai+sosialis+indonesia&hl=id&sa=X&ved=0ahUKEwiV66_f2v_ZAhVY0mMKHda-ARAQ6AEILDAB#v=onepage&q=majalah%20sikap%20partai%20sosialis%20indonesia&f=false|title=Kronik Revolusi Indonesia Jilid IV (1948)|last=Toer|first=Pramoedya Ananta|last2=Toer|first2=Koesalah Soebagyo|last3=Kamil|first3=Ediati|date=2003|publisher=Kepustakaan Populer Gramedia (KPG)|year=|isbn=9789799023889|location=Jakarta|pages=495|language=id}}</ref>). Untuk dua majalah terakhir yang disebut merupakan majalah untuk internal partai sebagai suplemen khusus bagi anggota partai, berisi berbagai artikel, opini dan pemandangan politik yang disampaikan oleh tokoh-tokoh pemimpin partai. Sosialisme dan kedekatannya dengan kelompok Sjahrir memengaruhi sikap dan cara Rosihan mengambil kebijakan dalam mengelola ''Pedoman''. Beberapa kalangan pun beranggapan ''Pedoman'' adalah suratkabar PSI. Menurut Rosihan Anwar, hubungan ''Pedoman'' dengan PSI harus dilihat dalam konteks saat itu. Hampir semua partai politik mempunyai organ pers, kecuali PSI yang tak punya modal. Secara sukarela Rosihan menjadikan ''Pedoman'' sebagai pendukung sosialis. "''PSI harus berterima kasih kepada saya karena saya bersedia dan secara sukarela menyokong perjuangan PSI. Tanpa mengeluarkan biaya, PSI mendapatkan koran pendukungnya, suatu koran yang besar tirasnya zaman itu''," ujar Rosihan, bercanda. Sikap itu terlihat jelas pada pemilihan umum tahun 1955. Rosihan masuk PSI untuk memenuhi syarat pencalonannya sebagai anggota Konstituante. Lalu dia menjadikan korannya untuk kepentingan kampanye PSI lewat tajuk rencana “Pilihan Kita: PSI”.<ref>{{Cite web|url=https://historia.id/obituari/articles/jatuh-bangun-koran-kiblik-vX4dv|title=Jatuh-Bangun Koran Kiblik|website=Historia - Obrolan Perempuan Urban|language=id-ID|access-date=2018-05-03}}</ref>
Baris 101:
Berdasarkan undang-undang darurat perang, Nasution memerintahkan dilakukannya pembersihan. Akibatnya, beberapa orang politisi yang diduga telah melakukan korupsi ditangkap dan beberapa lainnya melarikan diri. Pada bulan Mei 1957, ahli ekonomi dan mantan menteri dari PSI, [[Soemitro Djojohadikoesoemo|Soemitro Djojohadikusumo]], merupakan salah seorang yang kabur dari [[Daerah Khusus Ibukota Jakarta|Jakarta]] ke [[Sumatra]].<ref>{{Cite book|url=https://books.google.co.id/books?id=uk-Edtb-m6kC&printsec=frontcover&dq=ricklefs&hl=id&sa=X&ved=0ahUKEwjrvKv5ocrZAhVF7WMKHUMjADEQ6AEIMDAB#v=snippet&q=Sumitro&f=false|title=Sejarah Indonesia Modern 1200–2008|last=Ricklefs|first=M. C.|date=|publisher=PT. Serambi Ilmu Semesta|year=2008|isbn=9791600120|location=Jakarta|pages=539|language=id}}</ref><ref>{{Cite book|url=https://books.google.co.id/books?id=v0y4-dp9uEEC&printsec=frontcover&dq=audrey+kahin&hl=id&sa=X&ved=0ahUKEwir8tT4rvTeAhWMvY8KHZgBBf8Q6AEIXTAI#v=onepage&q=Sumitro&f=false|title=Dari Pemberontakan ke Integrasi: Sumatra Barat dan Politik Indonesia, 1926-1998|last=Kahin|first=Audrey|date=|publisher=Yayasan Obor Indonesia|year=2005|isbn=9789794615195|location=Jakarta|pages=304|language=id}}</ref> Pada Januari 1958, tersiar kabar telah terjadi pertemuan penting di Sungai Dareh, [[Sumatra Barat]]. Para petinggi militer daerah yang memberontak terhadap Jakarta, berkumpul disana dan Soemitro Djojohadikusumo juga ikut bergabung. Pada tanggal 15 Februari 1958, PRRI dideklarasikan di [[Kota Padang|Padang]], dan Soemitro didaulat menjadi Menteri Perhubungan dan Pelayaran Kabinet PRRI.
 
Sebelum deklarasi PRRI, Sjahrir bersama sejumlah petinggi pengurus pusat PSI di Jakarta berusaha mengingatkan Soemitro. Beberapa kader PSI diutus menemui Soemitro untuk membujuk kembali ke Jakarta dan untuk berusaha mencegah terjadinya pemberontakan, tetapi sia-sia. PSI menjatuhkan skors padanya dan mengeluarkan pernyataan ketidaksepahamannya dengan PRRI.<ref>{{Cite web|url=https://tirto.id/sejarah-partai-sosialis-indonesia-galau-dalam-kenaifan-politik-dgq5|title=Sejarah Partai Sosialis Indonesia: Galau dalam Kenaifan Politik|website=tirto.id|language=id|access-date=2019-06-15}}</ref> Pada 21 Juli 1960, pimpinan Partai Sosialis Indonesia dipanggil menghadap Presiden [[Soekarno]] di Istana Merdeka, Jakarta. Sjahrir datang, didampingi pengurus pusat partai; [[Djohan Sjahroezah]], [[Subadio Sastrosastomo|Soebadio Sastrosatomo]], T.A. Murad dan Djoeir Moehamad. Mereka diminta menjelaskan posisi Partai Sosialis Indonesia terkait dengan pemberontakan PRRI/Permesta. Sepekan kemudian, Sjahrir mengirim surat jawaban ke Istana. "''Sekalipun kami paham dan membenarkan perjuangan daerah, pembentukan pemerintahan pusat yang baru di samping pemerintahan yang ada kami anggap sebagai malapetaka''," tulis Sjahrir.<ref>Tim Buku TEMPO. {{Cite book|url=https://books.google.co.id/books?id=-kWD3BfruRMC&printsec=frontcover&dq=Sutan+Sjahrir&hl=id&sa=X&ved=0ahUKEwjY2NWGuPPeAhVCtY8KHWkJBLw4ChDoAQgzMAI#v=snippet&q=Sumitro&f=false|title=Sjahrir: Peran Besar Bung Kecil|last=|first=|date=|publisher=Kepustakaan Populer Gramedia (KPG)|year=2010|isbn=9789799102683|location=Jakarta|pages=115-118|language=id}}</ref>
 
Namun jawaban Sjahrir tidak bisa mengubah pendirian Soekarno. Pada tanggal [[17 Agustus]] [[1960]], PSI (beserta organisasi sayap partai) bersama [[Masyumi]] dibubarkan oleh [[Soekarno|Presiden Soekarno]] atas pertimbangan [[Mahkamah Agung]] melalui Keputusan Presiden (Keppres) No. 201 tahun 1960<ref>{{Cite web|url=http://sipuu.setkab.go.id/PUUdoc/11564/Keppres2011960.htm|title=PRESIDEN|website=sipuu.setkab.go.id|access-date=2018-09-02}}</ref> mengacu pada Penetapan Presiden No. 7/1959<ref>{{Cite book|url=https://books.google.co.id/books?id=9ilIDwAAQBAJ&pg=RA1-PA101&dq=penetapan+presiden+no+7&hl=id&sa=X&ved=0ahUKEwjOwc36gpzdAhWDfn0KHQWsD1EQ6AEIQjAF#v=onepage&q=penetapan%20presiden%20no%207&f=false|title=Panca Azimat Revolusi: Tulisan, Risalah, Pembelaan, & Pidato Sukarno 1926-1966 Jilid I|last=Siswo|first=Iwan|date=2014-08-18|publisher=Kepustakaan Populer Gramedia (KPG)|year=2014|isbn=9789799106193|location=Jakarta|pages=101|language=id}}</ref>. Menurut Ricklefs, kedua partai tersebut dilarang sebagai akibat permusuhan para pemimpin mereka terhadap Soekarno selama bertahun-tahun, oposisi mereka terhadap demokrasi terpimpin, dan keterlibatan mereka dalam PRRI.<ref>{{Cite book|url=https://books.google.co.id/books?id=uk-Edtb-m6kC&printsec=frontcover&dq=ricklefs&hl=id&sa=X&ved=0ahUKEwjrvKv5ocrZAhVF7WMKHUMjADEQ6AEIMDAB#v=onepage&q=PSI%20dilarang&f=false|title=Sejarah Indonesia Modern 1200–2008|last=Ricklefs|first=M. C.|date=|publisher=PT. Serambi Ilmu Semesta|year=2008|isbn=9791600120|location=Jakarta|pages=556|language=id}}</ref> Pengurus partai diberi waktu satu bulan untuk membubarkan organ-organnya sampai tingkat bawah. Tak lama setelah pembubaran PSI, Sjahrir ditangkap dan dijadikan tahanan politik pada 16 Januari 1962.