Sejarah Daerah Istimewa Yogyakarta: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
LaninBot (bicara | kontrib)
k ibukota → ibu kota
LaninBot (bicara | kontrib)
k Perubahan kosmetik tanda baca
Baris 4:
[[Berkas:Jogjakarta Special Autonomous Region Flag01.png‎|jmpl|ka|Bendera Daerah Istimewa Yogyakarta]]
[[Berkas:COLLECTIE TROPENMUSEUM Straatbeeld Jogjakarta TMnr 60018353.jpg|jmpl|ka|Foto salah satu ruas jalan di Yogyakarta (tahun 1933)]]
'''Daerah Istimewa Yogyakarta''' (DIY) adalah wilayah tertua kedua di [[Indonesia]] setelah [[Jawa Timur]], yang dibentuk oleh pemerintah negara bagian Indonesia. Daerah setingkat provinsi ini juga memiliki status istimewa atau otonomi khusus. Status ini merupakan sebuah warisan dari zaman sebelum kemerdekaan. [[Kesultanan Yogyakarta]] dan juga [[Kadipaten Paku Alaman]], sebagai cikal bakal atau asal usul DIY, memiliki status sebagai “Kerajaan vasal/Negara bagian/''Dependent state''” dalam pemerintahan penjajahan mulai dari [[VOC]] , Hindia Prancis (Republik Bataav Belanda-Prancis), India Timur/EIC (Kerajaan Inggris), [[Hindia Belanda]] (Kerajaan Nederland), dan terakhir Tentara Angkatan Darat XVI Jepang (Kekaisaran Jepang). Oleh Belanda status tersebut disebut sebagai ''Zelfbestuurende Lanschappen'' dan oleh Jepang disebut dengan ''Koti/Kooti''. Status ini membawa konsekuensi hukum dan politik berupa kewenangan untuk mengatur dan mengurus wilayah [negaranya] sendiri di bawah pengawasan pemerintah penjajahan tentunya. Status ini pula yang kemudian juga diakui dan diberi payung hukum oleh Bapak Pendiri Bangsa Indonesia [[Soekarno]] yang duduk dalam [[Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia|BPUPKI]] dan [[Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia|PPKI]] sebagai sebuah daerah bukan lagi sebagai sebuah negara<ref name="bah">Saafrudin Bahar et. al. (ed), 1993</ref>.
 
=== Sambutan Proklamasi di Yogyakarta (18/19-08-1945) ===
Baris 12:
Di Jakarta pada [[19 Agustus]] [[1945]] terjadi pembicaraan serius dalam sidang PPKI membahas kedudukan ''Kooti''<ref name="bah"/>. Sebenarnya kedudukan ''Kooti'' sendiri sudah dijamin dalam UUD, namun belum diatur dengan rinci<ref>Pasal 18 UUD Indonesia yang pertama yang disahkan sehari sebelumnya berbunyi: “Pembagian daerah Indonesia atas daerah besar dan kecil, dengan bentuk susunan pemerintahannya ditetapkan dengan undang-undang, dengan memandang dan mengingati dasar permusyawaratan dalam sistem pemerintahan negara, dan ''hak-hak asal usul dalam daerah-daerah yang bersifat istimewa''.”</ref>. Dalam sidang itu Pangeran Puruboyo, wakil dari ''Yogyakarta Kooti'', meminta pada pemerintah pusat supaya ''Kooti'' dijadikan 100% otonom, dan hubungan dengan Pemerintah Pusat secara rinci akan diatur dengan sebaik-baiknya. Usul tersebut langsung ditolak oleh [[Soekarno]] karena bertentangan dengan bentuk negara kesatuan yang sudah disahkan sehari sebelumnya. Puruboyo menerangkan bahwa banyak kekuasaan sudah diserahkan Jepang kepada ''Kooti'', sehingga jika diambil kembali dapat menimbulkan keguncangan.
 
Ketua Panitia Kecil PPKI untuk Perancang Susunan Daerah dan Kementerian Negara , [[Oto Iskandardinata]], dalam sidang itu menanggapi bahwa soal ''Kooti'' memang sangat sulit dipecahkan sehingga Panitia Kecil PPKI tersebut tidak membahasnya lebih lanjut dan menyerahkannya kepada ''beleid'' Presiden. Akhirnya dengan dukungan [[Mohammad Hatta]], Suroso, Suryohamijoyo, dan [[Soepomo]], kedudukan ''Kooti'' ditetapkan ''status quo'' sampai dengan terbentuknya Undang-Undang tentang Pemerintahan Daerah. Pada hari itu juga Soekarno mengeluarkan piagam penetapan kedudukan bagi kedua penguasa tahta [[Kesultanan Yogyakarta]] dan [[Kadipaten Paku Alaman]]<ref name="joy">Joyokusumo, 2007</ref>.Piagam tersebut baru diserahkan pada 6 September 1945 setelah sikap resmi dari para penguasa monarki dikeluarkan<ref name="soe">Soedarisman P, 1984</ref>.
 
=== UU Pemerintahan Daerah 1948 (1948-1949) ===
Baris 180:
Substansi istimewa bagi Daerah Istimewa Yogyakarta dapat dilihat dalam kontrak politik antara Nagari Kasultanan Yogyakarta & Kadipaten Puro Pakualaman dengan Pemimpin Besar Revolusi Soekarno sebagaimana dituangkan dalam Pidato Penobatan HB IX, 18 Maret 1940; Piagam Kedudukan Sri Sultan Hamengku Buwono IX & Sri Paduka Pakualam VIII tanggal 19 Agustus 1945; Amanat 5 September 1945; Amanat 30 Oktober 1945; Amanat Proklamasi Kemerdekaan NKRI-DIY, 30 Mei 1949; Penjelasan pasal 18,UUD 1945; Pasal 18b (ayat 1 & 2), UUD NKRI 1945; Pasal 2, UU NO. 3/1950; Amanat Tahta Untuk Rakyat, 1986.
 
Subtsansi Istimewa bagi Daerah Istimewa Yogyakarta terdiri dari tiga hal :
'''Pertama''', Istimewa dalam hal Sejarah Pembentukan Pemerintahan Daerah Istimewa (sebagaimana diatur UUD 45, pasal 18 & Penjelasannya mengenai hak asal usul suatu daerah dalam teritoir Negara Indonesia terdapat lebih kurang 250 zelfbestuurende-landschappen & volks-gemeenschappen serta bukti - bukti authentik/fakta sejarah dalam proses perjuangan kemerdekaan, baik sebelum maupun sesudah Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945 hingga sekarang ini dalam memajukan Pendidikan Nasional & Kebudayaan Indonesia;
Kedua, Istimewa dalam hal Bentuk Pemerintahan Daerah Istimewa Yogyakarta yang terdiri dari penggabungan dua wilayah Kasultanan & Pakualaman menjadi satu daerah setingkat provinsi yang bersifat kerajaan dalam satu kesatuan wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (sebagaimana disebutkan dalam Amanat 30 Oktober 1945, 5 Oktober 1945 & UU No.3/1950);
Ketiga, Istimewa dalam hal Kepala Pemerintahan Daerah Istimewa Yogyakarta yang dijabat oleh Sultan & Adipati yang bertahta (sebagaimana amanat Piagam Kedudukan 19 Agustus 1945 yang menyatakan Sultan & Adipati yang bertahta TETAP DALAM KEDUDUKANNYA dengan ditulis secara lengkap nama, gelar, kedudukan seorang Sultan & Adipati yang bertahta sesuai dengan angka urutan bertahtanya).
Polemik keistimewaan Daerah Istimewa Yogyakarta ini makin berlarut - larut disebabkan oleh : Pertama, manuver politik terkait konvensi pencalonan Presiden PEMILU 2004 & PEMILU 2009 (radar jogja,28/9/10) serta penolakan HB X menjadi gubernur yang tertuang dalam orasi budaya pada saat ulang tahun ke 61 pada tanggal 7 April 2007, setelah melakukan melakukan laku spiritual memohon petunjuk Tuhan memutuskan untuk tidak bersedia menjabat gubernur setelah periode kedua masa jabatannya berakhir 2008 (radar jogja, 29/9/10);
 
'''Kedua''', setiap produk undang - undang yang mengatur tentang pemerintah daerah (UU No. 5/1969, UU 5/1974, UU No. 22/99, UU No. 32/2004) tidak mampu menjangkau, mengatur dan melindungi hak asal - usul suatu daerah sebagaimana diamanatkan oleh Undang - undang Dasar 1945, pasal 18 & penjelasannya maupun amanat UUD 1945 (hasil amendemen), pasal 18 b (ayat 1 & 2);
Baris 238:
# Kedaulatan Rakyat 20 September 2007 [''Hari Ini DPD Sahkan RUUK DIY ; Gubernur/Wagub DIY Dipilih Langsung''].
# Kedaulatan Rakyat 22 September 2007 [''Banyaknya Draft RUUK DIY; Memperkaya Materi Pembahasan''].
# Kedaulatan Rakyat 31 Agustus 2007 [''Sekjen Depdagri Pastikan : Pilkada DIY 2008 Gunakan UUK''].
# Kedaulatan Rakyat 26 Maret 2008 [''Jika Tak Sesuai Aspirasi; 'Sidang Rakyat' Tolak RUUK DIY'']
# Kedaulatan Rakyat 11 April 2008 [''DPRD Gelar Rapur Soal Jabatan Gubernur; PKS Bersiap Hadapi Pilgub'']
Baris 250:
# Kedaulatan Rakyat 4 September 2008 [''DRAF RUUK DIY USULAN KELUARGA KRATON ; Sultan Tak Tahu Materinya'']
# Kompas 09 April 2007 [''Posisi Sultan Harus di Atas Gubernur''].
# Kompas 19 April 2007 [''Sultan Akan Ke Kancah Nasional : penolakan jadi gubernur lagi merupakan hasil pergulatan panjang''].
# Kompas (Lembaran Daerah Yogyakarta) 09 April 2007A [''Pernyataan Sultan, Sentilan bagi Masyarakat''].
# Kompas (Lembaran Daerah Yogyakarta) 09 April 2007B [''Ulang Tahun Ngarso Dalem yang Sarat Makna''].