Riba: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
LaninBot (bicara | kontrib)
k namun (di tengah kalimat) → tetapi
LaninBot (bicara | kontrib)
k Perubahan kosmetik tanda baca
Baris 8:
=== Riba dalam agama Islam ===
{{Utama|Riba (Islam)}}
Dalam Islam, memungut riba atau mendapatkan keuntungan berupa riba pinjaman adalah [[haram]]. Ini dipertegas dalam [[Alquran]] [[Surah Al-Baqarah]] ayat 275 : ''...padahal Allah telah menghalalkan jual-beli dan mengharamkan riba...''. Pandangan ini juga yang mendorong maraknya perbankan syariah yang konsep keuntungan bagi penabung didapat dari sistem bagi hasil bukan dengan bunga seperti pada bank konvensional, karena menurut sebagian pendapat (termasuk [[Majelis Ulama Indonesia]]), bunga [[bank]] termasuk ke dalam riba.
 
==== Jenis-Jenis Riba ====
Secara garis besar riba dikelompokkan menjadi dua, yaitu riba utang-piutang dan riba jual-beli. Riba utang-piutang terbagi lagi menjadi riba qardh dan riba jahiliah, sedangkan riba jual-beli terbagi atas riba fadhl dan riba nasi’ah.
; Riba Qardh : Suatu manfaat atau tingkat kelebihan tertentu yang disyaratkan terhadap kreditur (muqtaridh).
; Riba Jahiliyyah : Utang dibayar lebih dari pokoknya, karena kreditur tidak mampu membayar utangnya pada waktu jatuh tempo.
; Riba Fadhl : Pertukaran antarbarang sejenis dengan kadar atau takaran yang berbeda, sedangkan barang yang dipertukarkan itu termasuk dalam jenis barang ribawi.
; Riba Nasi’ah : Penangguhan penyerahan atau penerimaan jenis barang ribawi yang dipertukarkan dengan jenis barang ribawi lainnya. Riba dalam nasi’ah muncul karena adanya perbedaan, perubahan, atau tambahan antara yang diserahkan saat ini dengan yang diserahkan kemudian.
=== Perbedaan Investasi dengan Membungakan Uang ===
Ada dua perbedaan mendasar antara investasi dengan mem-bungakan uang. Perbedaan tersebut dapat ditelaah dari definisi hingga makna masing-masing.
Baris 57:
 
=== Konsep bunga di kalangan Kristen ===
Kitab Perjanjian Baru tidak menyebutkan permasalahan ini secara jelas. Namun, sebagian kalangan Kristiani menganggap bahwa ayat yang terdapat dalam [[Lukas]] 6:34-35 sebagai ayat yang mengecam praktik pengambilan bunga. Ayat tersebut menyatakan :
“Dan jikalau kamu meminjamkan sesuatu kepada orang, karena kamu berharap akan menerima sesuatu daripadanya, apakah jasamu? Orang-orang berdosa pun meminjamkan kepada orang berdosa, supaya mereka menerima kembali sama banyak. Tetapi, kasihilah musuhmu dan berbuatlah baik kepada mereka dan pinjamkan dengan tidak mengharapkan balasan, maka upahmu akan besar dan kamu akan menjadi anak-anak Tuhan Yang Mahatinggi, sebab Ia baik terhadap orang-orang yang tidak tahu berterimakasih dan terhadap orang-orang jahat.”
Ketidaktegasan ayat tersebut mengakibatkan munculnya berbagai tanggapan dan tafsiran dari para pemuka agama Kristen tentang boleh atau tidaknya orang Kristen mempraktikkan pengambilan bunga. Berbagai pandangan di kalangan pemuka agama Kristen dapat dikelompokkan menjadi tiga periode utama, yaitu pandangan para klerus Kekristenan awal (abad I hingga XII) yang mengharamkan bunga, pandangan para sarjana Kristen (abad XII - XVI) yang berkeinginan agar bunga diperbolehkan, dan pandangan para reformis Protestan (abad XVI - tahun 1836) yang menyebabkan agama Kristen menghalalkan bunga.
Baris 89:
Mereka dianggap telah melakukan terobosan baru sehubungan dengan pendefinisian bunga. Dari hasil bahasan mereka untuk tujuan memperhalus dan melegitimasi hukum, bunga dibedakan menjadi interest dan usury. Menurut mereka, interest adalah bunga yang diperbolehkan, sedangkan usury adalah bunga yang berlebihan. Para tokoh akademisi Kristen yang memberikan kontribusi pendapat yang sangat besar sehubungan dengan bunga ini adalah [[Robert dari Courçon]] (1152-1218), [[William dari Auxxerre]] (1160-1220), St. [[Raymundus dari Peñafort]] (1180-1278), St. [[Bonaventura]] (1221-1274), dan [[St. Thomas Aquinas]] (1225-1274).
Kesimpulan hasil bahasan para sarjana Kristen periode tersebut sehubungan dengan bunga adalah sebagai berikut :
'''Niat atau perbuatan untuk mendapatkan keuntungan dengan memberikan pinzaman adalah suatu dosa yang bertentangan dengan konsep keadilan.
Mengambil bunga dari pinzaman diperbolehkan, tetapi haram atau tidaknya tergantung dari niat si pemberi hutang.'''