Diaspora Jepang: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
kTidak ada ringkasan suntingan
LaninBot (bicara | kontrib)
k orangtua → orang tua
Baris 52:
Pada tahun 1980-an, karena pertumbuhan ekonomi Jepang menyebabkan terjadinya kekurangan pekerja yang bersedia melakukan "pekerjaan tiga K" (Bahasa Jepang: ''kitsui, kitanai, kiken''; artinya: sulit, kotor, berbahaya), Departemen Tenaga Kerja Jepang mulai mengeluarkan visa untuk etnis Jepang untuk datang ke Jepang dan bekerja di pabrik-pabrik. Sebagian besar - diperkirakan sekitar 300.000 - berasal dari Brasil, namun ada sejumlah besar pula yang berasal dari Peru, dan sejumlah kecil dari Argentina dan negara-negara Amerika Latin lainnya. Mereka berbahasa ibu Portugis dan Spanyol; sebagian dapat pula berbicara bahasa Jepang dan/atau Inggris, tetapi banyak juga yang tidak.
 
Saat ini sedang diperdebatkan bahwa Nikkeijin yang lahir di Jepang dari dua orangtuaorang tua yang juga benar-benar Nikkeijin seharusnya dapat diberikan kewarganegaraan Jepang. Ini akan berarti bahwa asas ''[[ius soli|lex soli]]'' akan berlaku untuk anak-anak dari para Nikkeijin. Hal ini adalah peristiwa yang langka terjadi pada masa lalu, namun dalam kasus Nikkei Brasil peristiwa ini bukanlah hal yang jarang terjadi. Banyak orang Jepang yang berpendapat bahwa anak-anak ini yang telah lahir di Jepang serta memang beretnis dan berbudaya Jepang, seharusnya diberikan kewarganegaraan Jepang sejak lahir.
 
Karena ekonomi Jepang yang masih dalam keadaan [[Krisis finansial 2007–2009|resesi pada tahun 2009]], untuk mengurangi pengangguran negara yang melonjak maka pemerintah Jepang telah menawarkan imigran yang menganggur dana sebesar ¥ 300.000 untuk kembali ke negara asal mereka. Dana sebesar ¥ 200.000 lainnya juga ditawarkan untuk setiap anggota keluarga tambahan yang bersedia pergi.<ref>Perry, Joellen. [http://online.wsj.com/article/SB124087660297361511.html "The Czech Republic Pays for Immigrants to Go Home Unemployed Guest Workers and Their Kids Receive Cash and a One-Way Ticket as the Country Fights Joblessness,"] ''Wall Street Journal.'' April 28, 2009.</ref>