Abu Bakar Ash-Shiddiq: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Menolak 6 perubahan teks terakhir dan mengembalikan revisi 14879505 oleh Raka santosa
LaninBot (bicara | kontrib)
k Perubahan kosmetik
Baris 106:
Selama masa sakit Rasulullah saat menjelang wafat, dikatakan bahwa Abu Bakar ditunjuk untuk menjadi [[imam salat]] menggantikannya, banyak yang menganggap ini sebagai indikasi bahwa Abu Bakar akan menggantikan posisinya. Bahkan 'pun setelah Nabi SAW telah meninggal dunia, Abu Bakar Ash-Shiddiq dianggap sebagai sahabat Nabi yang paling tabah menghadapi meninggalnya Nabi SAW ini. Segera setelah kematiannya, dilakukan musyawarah di kalangan para pemuka kaum [[Anshar]] dan [[Muhajirin]] di Tsaqifah bani saidah yang terletak di [[Madinah]], yang akhirnya menghasilkan penunjukan Abu Bakar sebagai pemimpin baru umat Islam atau [[khalifah]] Islam pada tahun [[632]] M.
 
Apa yang terjadi saat musyawarah tersebut menjadi sumber perdebatan. Penunjukan Abu Bakar sebagai khalifah adalah subyek kontroversial dan menjadi sumber perpecahan pertama dalam Islam, dimanadi mana umat Islam terpecah menjadi kaum [[Sunni]] dan [[Syi'ah]]. Di satu sisi kaum Syi'ah percaya bahwa seharusnya [[Ali bin Abi Thalib]] (menantu nabi Muhammad) yang menjadi pemimpin dan dipercayai ini adalah keputusan Rasulullah sendiri, sementara kaum suni berpendapat bahwa Rasulullah menolak untuk menunjuk penggantinya. Kaum sunni berargumen bahwa Muhammad mengedepankan musyawarah untuk penunjukan pemimpin. Sementara muslim syi'ah berpendapat bahwa nabi dalam hal-hal terkecil seperti sebelum dan sesudah makan, minum, tidur, dan lain-lain, tidak pernah meninggal umatnya tanpa hidayah dan bimbingan apalagi masalah kepemimpinan umat terahir. Banyak [[hadits]] yang menjadi Referensi dari kaum Sunni maupun Syi'ah tentang siapa khalifah sepeninggal rasulullah. Terlepas dari kontroversi dan kebenaran pendapat masing-masing kaum tersebut, Ali sendiri secara formal menyatakan kesetiaannya (berbai'at) kepada Abu Bakar dan dua khalifah setelahnya (Umar bin Khattab dan Usman bin Affan). Kaum sunni menggambarkan pernyataan ini sebagai pernyataan yang antusias dan Ali menjadi pendukung setia Abu Bakar dan Umar. Sementara kaum syi'ah menggambarkan bahwa Ali melakukan baiat tersebut secara ''pro forma'', mengingat ia berbaiat setelah sepeninggal Fatimah istrinya yang berbulan bulan lamanya dan setelah itu ia menunjukkan protes dengan menutup diri dari kehidupan publik.
 
== Perang Riddah ==