Ahmad bin Hanbal: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
k Bot: Penggantian teks otomatis (-terpercaya +tepercaya)
LaninBot (bicara | kontrib)
k Menghilangkan spasi sebelum tanda koma dan tanda titik dua
Baris 171:
Pandangan Imam Ahmad yang ‘strict’ ini di uji dibawah pemerintahan dua khalifah Abassiyyah, al-Ma’mun dan al-Mu’tasim. Sewaktu Mihna berlaku, dimana pemerintah menerapkan kehendaknya dalam perkembangan Islam, peradilan diciptakan untuk mengadili orang2 yang tidak sesuai dengan doktin ajaran yang praktikan oleh pemerinatahan Abassiyyah. Doktrin ini adalah ajaran kaum Mu’tazilah yang mempunyai anggapan bahwasannya Qur’an adalah mahluk Allah dan tidak kekal. Imam Ahmad menentang pendapat ini dengan dalil bahwasannya qur’an adalah Kalamullah. Khalifah al-Ma’mun dilaporkan menhukum cambuk dan memenjarakan ibn Hanbal karena pendiriannya. *Ya'qubi, vol.lll, p.86; Muruj al-dhahab, vol.lll, p.268-270.
 
Dibawah Khalifah al-Mutawakkil , kebijaksanaan pemerintahan Abassiyyah berubah – dan berakhirlah hukuman yang dijatuhkan ke Imam ibn Hanbal. Mulai dari situ Imam Ahmad di berikan penghargaan dan kehormatan atas ilmu pengetahuan yang dimilikinya. Dalam beberapa kesempatan dia di undang ke majlis diwan dan diberikan pensiun yang besar. Ibn Hanbal menolak pemberian tersebut karena secara umum dia kurang menyenangi keberadaanya dekat dengan pemerintah (sultan). MengetahuiImam Ahmad menolak pemberian ini, al-Mutawakkil kemudian memberikan hadiah2 kepada anak dari Imam Ahmad, yaitu Salih ibn Ahmad. Sewaktu mengetahui hal ini, Imam Ahmad menunjukkan ketidak setujuan dan menolak mengkonsumsi apapun dari kekayaan anaknya.
 
Ke-masyhuran Imam ibn Hanbal tersebar luas, ketaqwa’an, kejujuran dan tepercaya dalam pengumpulan hadith, juga menjadi guru dari beberapa murid2 dan banyak pengagum dari orang2 disekitarnya.