Tarekat Naqsyabandiyah: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
k Bot: Perubahan kosmetika
Mrbonbon (bicara | kontrib)
Dikembalikan ke revisi 15003915 oleh Ardzun (bicara) (TW)
Tag: Pembatalan
Baris 1:
{{terjemah|Melayu}}
{{rapikan}}
 
'''Tarekat Naqshabandiyah''' atau '''Naqsyabandiyah''' atau '''Naqsabandiyah''' merupakan salah satu tarekat yang luas penyebarannya, umumnya di wilayah [[Asia]], [[Bosnia-Herzegovina]], dan wilayah [[Dagestan]], Russa.
 
Tarekat ini mengutamakan pada pemahaman hakikat dan tasawuf yang mengandung unsur-unsur pemahaman rohani yang spesifik, seperti tentang rasa atau "Dzauq". Di dalam pemahaman yang meng"isbat"kan Dzat ketuhanan dan "isbat" akan sifat "ma'nawiyah" yang maktub di dalam "roh" anak-anak adam maupun pengakuan di dalam "fanabillah" maupun berkekalan dalam "baqabillah" yang melibatkan zikir-zikir hati (hudurun kalbu/menhadirkan hati).
 
Bermula di Bukhara pada akhir [[abad ke-14]], [[Naqsyabandiyah]] mulai menyebar ke daerah-daerah tetangga dunia Muslim dalam waktu seratus tahun. Perluasannya mendapat dorongan baru dengan munculnya cabang Mujaddadiyah yang diawali oleh [[Syekh Ahmad Sirhindi Mujaddidi Alf-i Tsani]] ("Pembaru Milenium kedua"). Pada akhir [[abad ke-18]], nama ini hampir sinonim dengan [[Tarekat]] tersebut di seluruh [[Asia Selatan]], wilayah [[Utsmaniyah]], dan sebagian besar [[Asia Tengah]]. Ciri yang menonjol dari Tarekat Naqsyabandiyah adalah diikutinya syari'at secara ketat, keseriusan dalam beribadah, serta lebih mengutamakan berdzikir dalam hati, dan kecenderungannya semakin kuat ke arah keterlibatan dalam [[politik]] (meskipun tidak konsisten). {{fact|date=Maret 2010}}
 
Kata ''Naqsyabandiyah/Naqsyabandi/Naqshbandi'' نقشبندی berasal dari [[Bahasa Arab]] yaitu Murakab Bina-i dua kalimah ''Naqsh'' dan ''Band'' yang berarti suatu ukiran yang terpateri, atau mungkin juga dari [[Bahasa Persia]], atau diambil dari nama pendirinya yaitu [[Baha-ud-Din Naqshband Bukhari]]. Sebagian orang menerjemahkan kata tersebut sebagai "pembuat gambar", "pembuat hiasan". Sebagian lagi menerjemahkannya sebagai "Jalan Rantai", atau "Rantai Emas". Perlu dicatat pula bahwa dalam Tarekat Naqsyabandiyah, Silsilah spiritualnya kepada Nabi Muhammad SAW adalah melalui khalifah Hadhrat Sayyidina Abu Bakar Radhiyallahu 'Anhu, sementara kebanyakan Tarekat-Tarekat lain silsilahnya melalui khalifah Hadhrat Sayyidina Ali bin Abu Thalib Karramallahu Wajhahu.
 
== Pendiri Tarekat Naqsyabandiyah ==
 
Syekh [[Bahauddin al-Bukhari an-Naqsyabandi|Muhammad Baha'uddin an-Naqshbandi]] Rahmatullah ‘alaih telah berkata:
 
Pada suatu hari aku dan sahabatku sedang bermuraqabah, lalu pintu langit terbuka dan gambaran Musyahadah hadir kepadaku lalu aku mendengar satu suara berkata,
“Tidakkah cukup bagimu untuk meninggalkan mereka yang lain dan hadir ke Hadhrat Kami secara seorang diri?”
 
Suara itu menakutkan aku hingga menyebabkan aku lari keluar dari rumah. Aku berlari ke sebuah sungai dan terjun ke dalamnya, kemudian membasuh pakaian lalu mendirikan Sholat dua raka’at dalam keadaan yang tidak pernah aku alami sebelumnya, dengan merasakan seolah-olah aku sedang bersalat dalam kehadiranNya.
 
Segala-galanya terbuka dalam hatiku secara Kashaf. Seluruh alam lenyap dan aku tidak menyadari sesuatu yang lain melainkan bersalat dalam kehadiranNya.
 
Aku telah ditanya pada permulaan penarikan tersebut,
“Mengapa kau ingin memasuki jalan ini?”
 
Aku menjawab,
“Supaya apa saja yang aku katakan dan kehendaki akan terjadi. ”
 
Aku dijawab,
“Itu tidak akan berlaku. Apa saja yang Kami katakan dan apa saja yang Kami kehendaki itulah yang akan terjadi. ”
 
Dan aku pun berkata,
“Aku tidak dapat menerimanya, aku mesti diizinkan untuk mengatakan dan melakukan apa saja yang aku kehendaki, atau aku tidak mau jalan ini. ”
 
Lalu aku menerima jawaban,
“Tidak! Apa saja yang Kami mau katakan dan apa saja yang Kami kehendaki itulah yang mesti dikatakan dan dilakukan. ”
 
Dan aku sekali lagi berkata,
“Apa saja yang ku katakan dan apa saja yang ku lakukan adalah apa yang mesti berlaku.”
 
Lalu aku ditinggalkan seorang diri selama lima belas hari sehingga mengalami kesedihan dan tekanan yang hebat, kemudian aku mendengar satu suara,
“Wahai Baha'uddin, apa saja yang kau inginkan, Kami akan berikan. ”
 
Aku amat gembira lalu berkata,
“Aku mau diberikan suatu jalan Thariqat yang siapapun dapat menempuhnya untuk wushul ke Hadirat Yang Maha Suci. ” Dan aku telah mengalami Musyahadah yang hebat dan mendengar suara berkata,
“Engkau telah diberikan apa yang telah kamu minta. ”
 
Dia telah menerima limpahan Keruhanian dan prinsip dasar Thariqat Naqsyabandiyah dari Hadhrat Khwajah ‘Abdul Khaliq Al-Ghajdawani Rahmatullah ‘alaih yang terdiri dari delapan perkara iaitu:
 
[[Yad Kard]], [[Baz Gasyt]], [[Nigah Dasyat]], [[Yad Dasyat]], [[Hosh Dar Dam]], [[Nazar Bar Qadam]], [[Safar Dar Watan]], [[Khalwat Dar Anjuman]].
 
Hadhrat Shah Muhammad Baha'uddin Naqsyabandi Rahmatullah ‘alaih telah menambah tiga lagi prinsip menjadikannya sebelas yaitu:
 
[[Wuquf Qalbi]], [[Wuquf ‘Adadi]] dan [[Wuquf Zamani]].
 
Hadhrat Shah Naqsyabandi Rahmatullah ‘alaih telah berkata,
“Jalan Thariqat kami adalah sangat luarbiasa dan merupakan ‘Urwatil Wutsqa (Pegangan Kukuh), dengan berpegang teguh secara sempurna dan menuruti Sunnah Baginda Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam dan Para Sahabat Radhiyallahu ‘Anhum Ajma’in. Mereka telah membawa aku ke jalan ini dengan karunia yang besar. Dari awal hingga ke akhir aku hanya menyaksikan Karunia Allah bukan karena amalan. Menjalani jalan Thariqat kami, dengan amal yang sedikit, pintu-pintu Rahmat akan terbuka dengan menuruti jejak langkah Sunnah Baginda Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam. ”
 
Hadhrat Shah Muhammad Baha'uddin Naqsyabandi Rahmatullah ‘alaih mempunyai dua orang Khalifah besar/penerusnya yaitu Hadhrat Khwajah ‘Alauddin ‘Attar Rahmatullah ‘alaih dan Hadhrat Khwajah Muhammad Parsa Rahmatullah ‘alaih, pengarang kitab Risalah Qudsiyyah.
 
Dia adalah ibarat lautan ilmu yang tak bertepi dan dianugerahkan dengan mutiara-mutiara hikmah dari Ilmu Laduni. Dia menyucikan hati-hati manusia dengan lautan amal kebaikan. Dia menghilangkan haus sekalian Ruh dengan air dari pancuran Ruhaniahnya.
 
Dia amat dikenali oleh sekalian penduduk di langit dan di bumi. Dia ibarat bintang yang gemerlap yang dihiasi dengan mahkota petunjuk. Dia menyucikan ruh-ruh manusia tanpa pengecualian dan napasnya yang suci. Dia memikul cahaya Kenabian dan pemelihara Syari’at Muhammadiyah serta rahasia-rahasia Muhammad Rasulullah.
 
Cahaya petunjuknya menerangi segala kegelapan kejahilan Raja-raja dan orang awam sehingga mereka pun datang berdiri di pintu rumahnya. Cahaya petunjuknya juga meliputi seluruh Timur dan Barat, Utara dan Selatan. Dia adalah Ghauts, Sulthonul Auliya dan rantai bagi sekalian permata Ruhani.
 
Semoga Allah Merahmatinya Dan Mengaruniakan Limpahan Cahaya Kepada Kita. Amin.
 
== Kekhususan Tarekat Naqsyabandiyah ==
 
Hadhrat Imam Rabbani Mujaddid Al-Tsani Syeikh Ahmad Faruqi as-Sirhindi Rahmatullah ‘alaih yang merupakan salah seorang dari Para Masyaikh Akabirin Tarekat Naqsyabandiyah telah berkata di dalam surat-suratnya yang terhimpun di dalam Maktub Imam Rabbani,
“Ketahuilah bahwa thoriqoh yang paling Aqrab dan Asbaq, Aufaq dan Autsaq, Aslam dan Ahkam, Asdaq, Aula dan A’la, Ajal dan Arfa’, Akmal dan Ajmal adalah Thoriqoh ‘Aliyah Naqsyabandiyah, semoga Allah Ta’ala menyucikan roh-roh ahlinya dan menyucikan rahasia-rahasia Para Masyaikhnya. Mereka mencapai derajat yang tinggi dengan berpegang dan menuruti Sunnah Baginda Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam dan menjauhkan dari perkara Bida’ah serta menempuh jalan Para Sahabat Radhiyallahu ‘Anhum. Mereka berjaya mencapai kehadiran limpahan Allah secara terus menerus dan syuhud serta mencapai maqomat kesempurnaan dan mendahului mereka yang lain. ”
 
Adapun Hadhrat Imam Rabbani Mujaddid Al Tsani Syekh Ahmad Faruqi Rahmatullah ‘alaih telah menerangkan kelebihan dan keunggulan Tarekat Naqsyabandiyah dengan beberapa lafal yang ringkas dan padat sesuai pengalaman ruhaniahnya. Ia merupakan seorang pembaharu agama (Mujaddid/Reformer) pada abad ke 11 Hijrah. Sebelum dia menerima Silsilah Tarekat Naqsyabandiyah, dia telah menempuh beberapa jalan Tarekat seperti Chishtiyah, Qodiriyah, Suhrawardiyah, Kubrawiyah dan beberapa Tarekat yang lain dengan cemerlang serta memperoleh [[Mursyid]] dan [[Sanad]] [[Ijazah]]. Ia telah menerima Tarekat Silsilah ‘Aliyah Khwajahgan Naqsyabandiyah dari gurunya Hadhrat Khwajah Muhammad Baqi Billah Rahmatullah ‘alaih.
 
Dia telah berpendapat bahwa dari semua jalan Tarekat, yang paling mudah diikuti ialah Tarekat Naqsyabandiyah dan beliau juga
 
telah memilihnya serta telah menunjukkan jalan ini kepada para murid dan penuntut kebenaran.
 
“Allahumma Ajzahu ‘Anna Jaza An Hasanan Kafiyan Muwaffiyan Li Faidhanihil Faidhi Fil Afaq”
 
Terjemahan: “Wahai Allah, kurniakanlah kepada kami kurnia yang baik, cukup lagi mencukupkan dengan limpahan faidhznya yang tersebar di Alam Maya. ”
 
Hadhrat Shah Baha'uddin Naqsyabandi Bukhari Rahmatullah ‘alaih telah bersujud selama lima belas hari di hadapan Allah Subhanahu Wa Ta’ala dengan penuh hina dan rendah diri, berdoa memohon kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala agar ditemukan dengan jalan Tarekat yang mudah dan senang bagi seseorang hamba bagi mencapai Dzat Maha Esa. Allah Subhanahu Wa Ta’ala telah mengabulkan doanya dan menganugerahkan tarekat yang khas ini disebut Naqshband atau masyhur disebut Naqsyabandiyah di dunia.
 
Naqsh berarti lukisan, ukiran, peta atau tanda dan Band pula berarti terpahat, terlekat, tertampal atau terpateri. Naqsyaband pada maknanya berarti “Ukiran yang terpahat” dan maksudnya adalah mengukirkan kalimah Allah Subhanahu Wa Ta’ala di hati sanubari sehingga dirinya benar-benar terpahat di dalam pandangan mata hati yakni pandangan Basirah. Adalah dikatakan bahwa Hadhrat Shah Baha'uddin Naqsyabandi tekun mengukirkan Kalimah Allah di dalam hatinya sehingga ukiran kalimah tersebut telah terpahat di hatinya. Amalan zikir ini diamalkan oleh sebagian besar Tarekat Naqsyabandiyah yaitu dengan menggambarkan Kalimah Allah dituliskan pada hati sanubari dengan tinta emas atau perak dan membayangkan hati itu sedang menyebut Allah Allah sehingga lafal Allah itu benar-benar terpahat di lubuk hati yang paling dalam.
 
Silsilah ‘Aliyah Naqsyabandiyah ini dinisbatkan kepada Hadhrat Sayyidina Abu Bakar As-Siddiq Radhiyallahu ‘Anhu yang mana telah disepakati oleh sekalian ‘Ulama Ahlus Sunnah Wal Jama’ah sebagai sebaik-baik manusia sesudah Para Nabi ‘Alaihimus Solatu Wassalam. Asas Tarekat ini adalah seikhlas hati menuruti Sunnah Nabawiyah dan menjauhkan diri dari segala jenis Bid’ah merupakan syarat yang lazim.
 
Tarekat ini mengutamakan Jazbah [[Suluk]] yang mana dengan berkat Tawajjuh seorang Syeikh yang sempurna akan memberi petunjuk kepada seseorang penuntut/murid beberapa Ahwal dan Kaifiat yang dengannya Dzauq dan Shauq murid itu bertambah, merasakan kelezatan khas berzikir dan ibadah serta memperoleh ketenangan dan ketenteraman hati. Seseorang yang mengalami tarikan Jazbah disebut sebagai Majzub/Jadzab.
 
Dalam Tarekat Naqsyabandiyah ini, penghasilan Faidhz dan peningkatan derajat adalah berdasarkan persahabatan dengan Syeikh dan Tawajjuh Syeikh. Bersahabat dengan Syeikh hendaklah dilakukan sebagaimana Para Sahabat berdamping dengan Hadhrat Baginda Nabi Muhammad Sallallahu ‘Alaihi Wasallam. Murid hendaklah bersahabat dengan Syeikh dengan penuh hormat. Sekadar mana kuatnya persahabatan dengan Syeikh, maka dengan kadar itulah cepatnya seseorang itu akan berjalan menaiki tangga peningkatan kesempurnaan Ruhaniah. Kaidah penghasilan Faidhz dalam Tarekat ini adalah sebagaimana Para Sahabat menghadiri majelis Hadhrat Baginda Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wasallam.
 
Dengan hanya duduk bersama-sama menghadiri majelis Hadhrat Baginda Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wasallam yang berkat dengan hati yang benar dan ikhlas serta penuh cinta biarpun hanya sekali, orang yang hadir itu akan mencapai kesempurnaan iman pada maqom yang tertinggi. Begitulah keadaannya apabila seseorang itu hadir dan berkhidmat dalam majelis Hadirat Naqsyabandiyah, dengan hati yang benar dan ikhlas, orang yang hadir itu akan dapat merasakan maqom Syuhud dan ‘Irfan yang hanya akan diperoleh setelah begitu lama menuruti jalan-jalan Tarekat yang lain.
 
Karena itulah Para Akabirin Thoriqoh Naqsyabandiyah Rahimahumullah mengatakan bahwa,
“Thoriqoh kami pada kami hakikatnya merupakan Thoriqoh yang dilakukan oleh Para Sahabat”.
 
Dan dikatakan juga,
“Dar Tariqah Ma Mahrumi Nest Wa Har Keh Mahrum Ast Dar Tariqah Ma Na Khwahad Aamad. ” Yang bermaksud, “Dalam Thoriqoh kami siapa pun tidak diharamkan dan barangsiapa yang telah diharamkan dalam Thoriqoh kami pasti tidak akan dapat datang. ”
 
Yakni barangsiapa yang menuruti Thoriqoh kami, dia takkan diharamkan dari menurutinya dan barangsiapa yang Takdir Allah semenjak azali lagi telah diharamkan dari menuruti jalan ini, mereka itu sekali-kali takkan dapat menurutinya.
 
Di dalam Thoriqoh Naqsyabandiyah, Dawam Hudhur dan Agahi (senantiasa berjaga-jaga) menduduki maqom yang suci yang mana di sisi Para Sahabat Ridhwanullah ‘Alaihim Ajma’in dikenali sebagai Ihsan dan menurut istilah Para Sufi disebut maqom Musyahadah, Syuhud, Yad Dasyat atau ‘Ainul Yaqin. merupakan deskripsi dari gambaran hakikat:
 
“Bahwa engkau menyembah Allah seolah-olah engkau melihat Nya”.
 
Semoga Allah Mengaruniakan Kita Taufik serta Hidayah.
 
== Perkembangan Thoriqoh Naqsyabandiyah di Dunia ==
 
Al –‘Ajzu ‘An Darakil Idraki Idraku| Adapun gelar nama Thoriqoh Naqsyabandiyah ini masyhur bermula pada zaman Hadhrat Shah Baha'uddin Naqsyabandi Rahmatullah ‘alaih. Menurut Hadhrat Syeikh Najmuddin Amin Al-Kurdi Rahmatullah ‘alaih di dalam kitabnya Tanwirul Qulub bahwa nama Thoriqoh Naqsyabandiyah ini berbeda-beda menurut zaman.
 
Al –‘Ajzu ‘An Darakil Idraki Idraku|Di zaman Hadhrat Sayyidina Abu Bakar Ash-Shiddiq Radhiyallahu ‘Anhu sehingga ke zaman Hadhrat Syeikh Taifur Bin ‘Isa Bin Abu Yazid Bustami Rahmatullah ‘alaih dinamakan sebagai Shiddiqiyyah dan amalan khususnya adalah Zikir Khafi.
 
Al –‘Ajzu ‘An Darakil Idraki Idraku|Di zaman Hadhrat Syeikh Taifur bin ‘Isa bin Abu Yazid Bustami Rahmatullah ‘alaih sehingga ke zaman Hadhrat Khwajah Khwajahgan ‘Abdul Khaliq Ghujduwani Rahmatullah ‘alaih Thoriqoh ini dinamakan Taifuriyah dan tema khusus yang ditampilkan adalah Cinta dan Ma’rifat.
 
Kemudian pada zaman Hadhrat Khwajah Khwajahgan ‘Abdul Khaliq Ghujduwani Rahmatullah ‘alaih sehingga ke zaman Hadhrat Imam At-Tariqah Khwajah Shah Muhammad Baha'uddin Naqshband Bukhari Rahmatullah ‘alaih Thoriqoh ini dinamakan sebagai Khwajahganiyah. Pada zaman tersebut Thoriqoh ini telah diperkuatkan dengan lapan prinsip asas Thoriqoh iaitu Yad Kard, Baz Gasyt, Nigah Dasyat, Yad Dasyat, Hosh Dar Dam, Nazar Bar Qadam, Safar Dar Watan dan Khalwat Dar Anjuman.
 
Kemudian pada zaman Hadhrat Imam At-Tariqah Khwajah Shah Muhammad Baha'uddin Naqshband Bukhari Rahmatullah ‘alaih sehingga ke zaman Hadhrat Khwajah ‘Ubaidullah Ahrar Rahmatullah ‘alaih, Thoriqoh ini mulai masyhur dengan nama Naqsyabandiyah. Hadhrat Imam At-Tariqah Khwajah Shah Muhammad Baha'uddin Naqshband Rahmatullah ‘alaih telah menambah tiga asas sebagai penambahan dari Hadhrat Khwajah Khwajahgan ‘Abdul Khaliq Ghujduwani Rahmatullah ‘alaih iaitu Wuquf Qalbi, Wuquf ‘Adadi dan Wuquf Zamani.
 
Pada zaman Hadhrat Khwajah ‘Ubaidullah Ahrar Rahmatullah ‘alaih sehingga ke zaman Hadhrat Mujaddid Alf Tsani Syeikh Ahmad Faruqi Sirhindi Rahmatullah ‘alaih Thoriqoh ini dikenali dengan nama Ahrariyah sehinggalah ke zaman Hadhrat Khwajah Muhammad Baqi Billah Rahmatullah ‘alaih.
 
Bermula dari zaman Hadhrat Mujaddid Alf Tsani Syeikh Ahmad Faruqi Sirhindi Rahmatullah ‘alaih Thoriqoh ini mula dikenali sebagai Mujaddidiyah dan ilmu tentang Lataif Fauqaniyah dan Daerah Muraqabah pun diperkenalkan. Semenjak itu Thoriqoh ini mulai dikenali dengan nama Naqsyabandiyah Mujaddidiyah sehinggalah ke zaman Hadhrat Mirza Mazhar Jan Janan Syahid Rahmatullah ‘alaih.
 
Kemudian Thoriqoh ini dikenali dengan nama Mazhariyah sehingga ke zaman Hadhrat Qutub Al-Auliya Shah ‘Abdullah Ghulam ‘Ali Dehlawi Rahmatullah ‘alaih.
 
Pada zaman Hadhrat Qutub Al-Auliya Shah ‘Abdullah Ghulam ‘Ali Dehlawi Rahmatullah ‘alaih, seorang Syeikh dari Baghdad yang bernama Hadhrat Syeikh Dhziauddin Muhammad Khalid ‘Uthmani Kurdi Al-Baghdadi Rahmatullah ‘alaih telah datang ke Delhi sekembalinya dia dari Makkah untuk berbai’ah dengan Hadhrat Qutub Al-Auliya Shah ‘Abdullah Ghulam ‘Ali Dehlawi Rahmatullah ‘alaih setelah dia menerima isyarah dari Ruhaniah Hadhrat Baginda Nabi Muhammad Rasulullah Sallallahu ‘Alaihi Wasallam untuk mengambil Thoriqoh ‘Aliyah Naqsyabandiyah Mujaddidiyah ini dan dia telah membawanya ke negara Timur Tengah.
 
Hadhrat Syeikh Dhziauddin Muhammad Khalid ‘Uthmani Kurdi Al-Baghdadi Rahmatullah ‘alaih mula memperkenalkan amalan Suluk iaitu Khalwat Saghirah dan Thoriqoh ini mula dikenali sebagai Naqsyabandiyah Khalidiyah di Timur Tengah khususnya di Makkah dan tersebar di kalangan jemaah Haji dari rantau Nusantara dan tersebarlah ia di serata Tanah Melayu dan Indonesia. Walau bagaimanapun di Tanah Hindi, Thoriqoh ini masih dikenali sebagai Thoriqoh Naqsyabandiyah Mujaddidiyah.
 
Adapun Para Masyaikh Mutaakhirin yang datang sesudah itu sering menambahkan nama nisbat mereka sendiri untuk membedakan Silsilah antara satu dengan yang lain seperti Naqsyabandiyah Kholidiyah dan Naqsyabandiyah Mujaddadiyah. Silsilah Naqsyabandiyah ini telah berkembang biak dari Barat hingga ke Timur. Meskipun Silsilah ini telah dikenali dengan beberapa nama yang berbeda, namun ikatan keruhanian dari rantaian emas yang telah dipelopori oleh Hadhrat Khalifah Rasulullah Sayyidina Abu Bakar As-Siddiq Radhiyallahu ‘Anhu akan tetap berjalan sehingga ke Hari Qiyamat menerusi keberkatan yang telah Allah Subhanahu Wa Ta’ala kurniakan kepada sekelian Para Masyaikh yang ditugaskan menyambung Silsilah ini.
 
Dalam perjalanan mencapai kebenaran yang hakiki, terdapat dua kaidah jalan yang biasa diperkenalkan oleh Para Masyaikh Thoriqoh, yaitu sama ada sesebuah Thoriqoh itu menuruti Thoriqoh Nafsani ataupun Thoriqoh Ruhani.
 
Thoriqoh Nafsani mengambil jalan pendekatan dengan mendidik Nafsu dan menundukkan keakuan diri. Nafsu atau keakuan diri ini adalah sifat Ego yang ada dalam diri seseorang. Nafsu dididik untuk menyelamatkan ruh dan jalan Thoriqoh Nafsani ini amat sukar dan berat karena Salik perlu melakukan segala yang berlawanan dengan kehendak Nafsu, merupakan suatu perang Jihad dalam diri seseorang Mukmin. Thoriqoh Ruhani adalah lebih mudah yang mana pada mula-mula sekali Ruh akan disucikan tanpa menghiraukan tentang keadaan Nafsu. Setelah Ruh disucikan dan telah mengenali hakikat dirinya yang sebenarnya, maka Nafsu atau Egonya dengan secara terpaksa maupun tidak, perlu menuruti dan menaati Ruh yang telah suci.
 
Kebanyakan jalan Thoriqoh yang terdahulu menggunakan pendekatan Thoriqoh Nafsani, namun berbeda dengan Para Masyaikh Silsilah ‘Aliyah Naqsyabandiyah, mereka menggunakan pendekatan Thoriqoh Ruhani yaitu dengan mendidik dan menyucikan Ruh Para Murid mereka terlebih dahulu, seterusnya barulah menyucikan Nafsu.
 
Semoga Allah Subhanahu Wa Ta’ala memimpin kita ke jalan Thoriqoh yang Haq, yang akan membawa kita atas landasan Siratul Mustaqim sepertimana yang telah dikaruniakanNya nikmat tersebut kepada Para Nabi, Para Siddiqin, Para Syuhada dan Para Salihin. Mudah-mudahan dengan menuruti Thoriqoh yang Haq itu dapat menjadikan kita insan yang bertakwa, beriman dan menyerah diri kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala.
 
Seorang Penyair Sufi pernah berkata,
 
Al –‘Ajzu ‘An Darakil Idraki Idraku,
Wal Waqfu Fi Turuqil Akhyari Isyraku.
 
Seseorang yang berasa lemah dari mendapat kepahaman adalah seorang yang mengerti;
Dan berhenti dalam menjalani perjalanan orang-orang yang berkebaikan adalah suatu Syirik.
ALLAH HUWA ALLAH HAQQ ALLAH HAYY
<br />
 
== Riwayat Thoriqoh ==
Thoriqoh merupakan intipati pelajaran Ilmu Tasawuf yang mana dengannya seseorang itu dapat menyucikan dirinya dari segala sifat-sifat yang keji dan menggantikannya dengan sifat-sifat Akhlak yang terpuji. Ia juga merupakan Batin bagi Syariat yang mana dengannya seseorang itu dapat memahami hakikat amalan-amalan Soleh di dalam Agama Islam.
 
Ilmu Thoriqoh juga merupakan suatu jalan yang khusus untuk menuju Ma’rifat dan Hakikat Allah Subhanahu Wa Ta’ala. Ia termasuk dalam Ilmu Mukasyafah dan merupakan Ilmu Batin, Ilmu Keruhanian dan Ilmu Mengenal Diri. Ilmu Keruhanian ini adalah bersumber dari Hadhrat Allah Subhanahu Wa Ta’ala yang diwahyukan kepada Hadhrat Jibrail ‘Alaihissalam dan diwahyukan kepada sekelian Nabi dan Rasul khususnya Para Ulul ‘Azmi dan yang paling khusus dan sempurna adalah kepada Hadhrat Baginda Nabi Besar, Penghulu Sekelian Makhluk, Pemimpin dan Penutup Sekelian Nabi dan Rasul, Baginda Muhammad Rasulullah Sallallahu ‘Alaihi Wa Alihi Wa Ashabihi Wasallam.
 
Kemudian ilmu ini dikurniakan secara khusus oleh Hadhrat Baginda Nabi Muhammad Rasulullah Sallallahu ‘Alaihi Wasallam kepada dua orang Sahabatnya yang unggul iaitu Hadhrat Sayyidina Abu Bakar As-Siddiq dan Hadhrat Sayyidina ‘Ali Ibni Abi Talib Radhiyallahu ‘Anhuma. Melalui mereka berdualah berkembangnya sekelian Silsilah Thoriqoh yang muktabar di atas muka bumi sehingga ke hari ini.
 
Hadhrat Baginda Nabi Muhammad Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam juga mengaruniakan Ilmu Keruhanian yang khas kepada Hadhrat Salman Al-Farisi Radhiyallahu ‘Anhu.
 
Di zaman Hadhrat Baginda Nabi Muhammad Rasulullah Sallallahu ‘Alaihi Wasallam, seorang Tabi’in yang bernama Hadhrat Uwais Al-Qarani Radhiyallahu ‘Anhu juga telah menerima limpahan Ilmu Keruhanian dari Hadhrat Baginda Nabi Muhammad Rasulullah Sallallahu ‘Alaihi Wasallam meskipun dia berada dalam jarak yang jauh dan tidak pernah sampai ke Makkah dan Madinah bertemu Hadhrat Baginda Nabi Muhammad Rasulullah Sallallahu ‘Alaihi Wasallam, sedangkan dia hidup pada suatu zaman yang sama dengan Hadhrat Baginda Nabi Muhammad Rasulullah Sallallahu ‘Alaihi Wasallam.
 
Pada tahun 657 Masihi Hadhrat Uwais Al-Qarani Radhiyallahu ‘Anhu Wa Rahmatullah ‘Alaih telah membangunkan suatu jalan Thoriqoh yang mencapai ketinggian yang terkenal dengan Nisbat Uwaisiyah yang mana seseorang itu boleh menerima limpahan Keruhanian dari Hadhrat Baginda Nabi Muhammad Rasulullah Sallallahu ‘Alaihi Wasallam dan sekelian Para Masyaikh Akabirin meskipun pada jarak dan masa yang jauh.
 
Di dalam kitab ‘Awariful Ma’arif ada dinyatakan bahawa pada zaman Hadhrat Baginda Nabi Muhammad Rasulullah Sallallahu ‘Alaihi Wasallam, Hadhrat Sayyidina Abu Bakar As-Siddiq dan Hadhrat Sayyidina ‘Ali Ibni Abi Talib Radhiyallahu ‘Anhuma telah menghidupkan perhimpunan jemaah-jemaah [[dimana|di mana]] upacara Bai’ah dilakukan dan majlis-majlis zikir pun turut diadakan.
 
Thoriqoh menurut pengertian bahasa berarti jalan, aliran, cara, garis, kedudukan tokoh terkemuka, keyakinan, mazhab, sistem kepercayaan dan agama. Berasaskan tiga huruf yaitu huruf Ta, Ra dan Qaf. Ada Masyaikh yang menyatakan bahwa huruf Ta berarti Taubat, Ra berarti Ridho dan Qaf berarti Qona’ah. Lafal jamak bagi Thoriqoh ialah Taraiq atau Turuq yang berarti tenunan dari bulu yang berukuran 4 hingga 8 hasta dan dipertautkan sehelai demi sehelai. Thoriqoh juga berarti garisan pada sesuatu seperti garis-garis yang terdapat pada telur dan menurut Al-Laits Rahmatullah ‘alaih, Thoriqoh ialah tiap garis di atas tanah, atau pada jenis-jenis pakaian.
 
== Ijazah Seorang Syekh dalam Silsilah Thoriqoh ==
 
Dalam tasawuf, seperti dalam setiap disiplin Islam yang serius seperti fiqh, tajwid, dan hadis, seorang murid harus memiliki master atau 'syekh' dari siapa mengambil pengetahuan, orang yang dirinya telah diambil dari master, dan begitu pada, dalam rantai master terus kembali kepada Nabi (sallallahu `alaihi wa sallam) yang adalah sumber segala pengetahuan Islam. Dalam tradisi Sufi, ini berarti tidak hanya bahwa Syekh ini telah bertemu dan mengambil Thoriqoh dari master, tetapi bahwa guru selama hidupnya telah secara eksplisit dan diverifikasi diinvestasikan murid - baik secara tertulis atau di depan sejumlah saksi - untuk mengajarkan jalan spiritual sebagai master berwenang (mursyid ma'dhun) untuk generasi murid penerus.
 
Silsilah tersebut transmisi dari garis lurus dari master adalah salah satu kriteria yang membedakan jalan sufi yang benar 'berhubungan' (Thoriqoh muttasila), dari jalan 'diputus' tidak otentik atau, (Thoriqoh munqati'a). Pemimpin jalan yang diputus bisa mengklaim sebagai syekh berdasarkan izin yang diberikan oleh Syeikh dalam keadaan diverifikasi pribadi atau lainnya, atau oleh seorang tokoh yang telah meningal dunia ini, seperti salah satu dari orang soleh atau Nabi sendiri (Shallallahu `alaihi wa sallam), atau dalam mimpi, dan sebagainya. Praktik ini hanya "menghangatkan hati" (biha yusta'nasu) tetapi tidak memenuhi kondisi tasawuf yang seorang Syekh harus memiliki otorisasi [[ijazah]] yang jelas menghubungkan dia dengan Nabi (Shallallahu `alaihi wa salam), salah satu yang bisa diverifikasi oleh orang lain daripada dirinya sendiri. Banyak kebohongan diberitahu oleh orang-orang, dan tanpa otorisasi atau ijazah yang bisa diverifikasi oleh publik, Thoriqoh akan dikompromikan oleh mereka.
 
<!--
== Silsilah Tariqah ==
 
SETIAP hari sewaktu terbit dan sebelum terbenam matahari, bacalah "A'uzubillahi Minash-Syaitanir Rajim", lalu membaca "Bismillahir Rahmanir Rahim" dan "Surah Al-Fatihah" sekali dan "Surah Al-Ikhlas" sebanyak 3 kali beserta "Bismillahir Rahmanir Rahim", kemudian dihadiahkan [[pahala]] bacaan tersebut kepada sekalian Ruhaniyah Para Masyaikh Silsilah ‘Aliyah Naqshbandiyah Mujaddidiyah seperti berikut: "Ya Allah, telah ku hadiahkan seumpama pahala bacaan Fatihah dan Qul Huwa Allah kepada sekelian Arwah Muqaddasah Masyaikh Akabirin Silsilah 'Aliyah Naqshbandiyah Mujaddidiyah. " Seterusnya membaca Syajarah Tayyibah ini pada kedua-dua waktu yang tersebut.
 
'''''[[Bismillahir Rahmaanir Rahiim]]'''''
 
* [[1. Syafi'ul Muznibin Rahmatan lil 'Alamin Hadhrat Muhammad Rasulullah Sallallahu 'Alaihi Wasallam.]]
* [[2. Khalifah Rasulullah Hadhrat Abu Bakar Siddiq Radhiyallahu 'Anhu.]]
* [[3. Sahibi Rasulullah Hadhrat Salman Farisi Radhiyallahu 'Anhu.]]
* [[4. Hadhrat Qosim bin Muhammad bin Abi Bakar Radhiyallahu 'Anhum.]]
* [[5. Hadhrat Imam Ja'afar Sadiq Radhiyallahu 'Anhu.]]
* [[6. Hadhrat Khwajah Abu Yazid Bistami Rahmatullah 'alaihi.]]
* [[7. Hadhrat Khwajah Abul Hassan Kharqani Rahmatullah 'alaihi.]]
* [[8. Hadhrat Khwajah Abu 'Ali Faramadi Rahmatullah 'alaihi.]]
* [[9. Hadhrat Khwajah Yusof Hamdani Rahmatullah 'alaihi.]]
* [[10. Hadhrat Khwajah 'Abdul Khaliq Ghujduwani Rahmatullah 'alaihi.]]
* [[11. Hadhrat Khwajah 'Arif Riwagari Rahmatullah 'alaihi.]]
* [[12. Hadhrat Khwajah Mahmud Anjir Faghnawi Rahmatullah 'alaihi.]]
* [[13. Hadhrat Khwajah 'Azizan 'Ali Ramitani Rahmatullah 'alaihi.]]
* [[14. Hadhrat Khwajah Muhammad Baba Sammasi Rahmatullah 'alaih.]]
* [[15. Hadhrat Khwajah Sayyid Amir Kullal Rahmatullah 'alaihi.]]
* [[16. Hadhrat Khwajah Shah Bahauddin Naqshband Rahmatullah 'alaihi.]]
* [[17. Hadhrat Khwajah 'Alauddin 'Attar Rahmatullah 'alaihi.]]
* [[18. Hadhrat Khwajah Ya'qub Carkhi Rahmatullah 'alaihi.]]
* [[19. Hadhrat Khwajah 'Ubaidullah Ahrar Rahmatullah 'alaihi.]]
* [[20. Hadhrat Khwajah Muhammad Zahid Rahmatullah 'alaihi.]]
* [[21. Hadhrat Khwajah Darwish Muhammad Rahmatullah 'alaihi.]]
* [[22. Hadhrat Maulana Khwajah Amkangi Rahmatullah 'alaihi.]]
* [[23. Hadhrat Khwajah Muhammad Baqi Billah Rahmatullah 'alaihi.]]
* [[24. Hadhrat Khwajah Mujaddid Alf Tsani Syeikh Ahmad Faruqi Sirhindi Rahmatullah 'alaihi.]]
* [[25. Hadhrat Khwajah Muhammad Ma'sum Rahmatullah 'alaihi.]]
* [[26. Hadhrat Khwajah Syeikh Saifuddin Rahmatullah 'alaihi.]]
* [[27. Hadhrat Khwajah Sayyid Nur Muhammad Budayuni Rahmatullah 'alaihi.]]
* [[28. Hadhrat Khwajah Mirza Mazhar Jan Janan Syahid Rahmatullah 'alaihi.]]
* [[29. Hadhrat Maulana Khwajah Shah ‘Abdullah Ghulam 'Ali Dehlawi Rahmatullah 'alaihi.]]
* [[30. Hadhrat Khwajah Shah Abu Sa’id Rahmatullah 'alaihi.]]
* [[31. Hadhrat Khwajah Shah Ahmad Sa'id Rahmatullah 'alaihi.]]
* [[32. Hadhrat Khwajah Haji Dost Muhammad Qandahari Rahmatullah 'alaihi.]]
* [[33. Hadhrat Khwajah Haji Muhammad 'Utsman Rahmatullah 'alaihi.]]
* [[34. Hadhrat Khwajah Haji Muhammad Sirajuddin Rahmatullah 'alaihi.]]
* [[35. Hadhrat Khwajah Maulana Abu Sa'ad Ahmad Khan Rahmatullah 'alaihi.]]
* [[36. Hadhrat Khwajah Maulana Muhammad 'Abdullah Rahmatullah 'alaihi.]]
* [[37. Hadhrat Maulana Khwajah Khan Muhammad Sahib Mudda Zilluhul 'Ali.]]
* [[38. Hadhrat Faqir Maulawi Jalalluddin Ahmad Ar-Rowi 'Ufiyallahu 'Anhu Wali Walidaihi.]]
* 39. Bar Faqir Haqir, Khak Paey Buzurgan, La Syai Miskin ......…………………….'Ufiya 'Anhu Par, [[Raham Farma Wa Muhabbat Wa Ma'rifat Wa Jam'iyat Zahiri Wa Batini Wa 'Afiyati Darain Wa Bahrahi Kamil Az Fuyudzi Wa Barkati In Buzurgan Rozi Ma Kun]]. Robbana Tawaffana Muslimin, Wa Alhiqna Bissolihin.
 
Kepada hamba yang faqir dan hina yang di bawah telapak kaki Para Masyaikh yang tiada apa-apa lagi miskin …….......….………………… semoga di ampunkan, Rahmatilah kami dan kurniakanlah Kasih Sayang dan Makrifat serta Jam'iyat Zahir dan Batin serta ‘Afiyat di Dunia dan Akhirat dan Lautan Kesempurnaan dari Limpahan Faidhz dan keberkatan Para Masyaikh ini.
 
Ya Tuhan kami, matikanlah kami sebagai Muslim dan sertakanlah kami bersama Para Salihin.
 
== AJARAN ASAS NAQSHBANDIYAH ==
 
TARIQAT Naqshbandiyah mempunyai prinsip asasnya yang tersendiri yang telah diasaskan oleh Hadhrat Khwajah Khwajahgan Maulana Syeikh ‘Abdul Khaliq Al-Ghujduwani Rahmatullah ‘alaih. Ia telah meletakkan lapan prinsip asas ini sebagai dasar Tariqat Naqshbandiyah. Prinsip-prinsip ini dinyatakannya dalam sebutan bahasa Parsi dan mengandungi pengertian dan pangajaran yang amat tinggi nilainya. Adapun prinsip-prinsipnya adalah seperti berikut:
 
* 1. [[Yad Kard]]
* 2. [[Baz Gasht]]
* 3. [[Nigah Dasyat]]
* 4. [[Yad Dasyat]]
* 5. [[Hosh Dar Dam]]
* 6. [[Nazar Bar Qadam]]
* 7. [[Safar Dar Watan]]
* 8. [[Khalwat Dar Anjuman]]
 
Hadhrat Syeikh Muhammad Parsa Rahmatullah ‘alaih yang merupakan sahabat, khalifah dan penulis riwayat Hadhrat Maulana Shah Bahauddin Naqshband Rahmatullah ‘alaih telah menyatakan di dalam kitabnya bahawa ajaran Tariqat Hadhrat Khwajah Maulana Syeikh Abdul Khaliq Al-Ghujduwani Rahmatullah ‘alaih berkenaan zikir dan ajaran lapan prinsip asas seperti yang dinyatakan di atas turut dianuti dan diamalkan oleh 40 jenis Tariqat. Tariqat lain menjadikan asas ini sebagai panduan kepada jalan kebenaran yang mulia iaitu jalan kesedaran dalam menuruti Sunnah Hadhrat Baginda Rasulullah Sallallahu ‘Alaihi Wasallam dengan meninggalkan sebarang bentuk Bida’ah dan bermujahadah melawan hawa nafsu.
Kerana itulah Hadhrat Khwajah Maulana Syeikh Abdul Khaliq Al-Ghujduwani Rahmatullah ‘alaih mencapai ketinggian Ruhani dan menjadi seorang Mahaguru Tariqat dan penghulu pemimpin keruhanian pada zamannya.
 
== 1. [[YAD KARD]] ==
 
Yad bererti ingat yakni Zikir. Perkataan Kard pula bagi menyatakan kata kerja bagi ingat yakni pekerjaan mengingati Allah Subhanahu Wa Ta’ala dan ianya merupakan zat bagi zikir. Berkata Para Masyaikh, Yad Kard bermaksud melakukan zikir mengingati Tuhan dengan menghadirkan hati. Murid yang telah melakukan Bai‘ah dan telah ditalqinkan dengan zikir hendaklah senantiasa sibuk mengingati Allah Subhanahu Wa Ta’ala dengan kalimah zikir yang telah ditalqinkan.
 
Zikir yang telah ditalqinkan oleh Syeikh adalah zikir yang akan membawa seseorang murid itu mencapai ketinggian darjat Ruhani. Syeikh akan mentalqinkan zikir kepada muridnya sama ada Zikir Ismu Zat ataupun Zikir Nafi Itsbat secara Lisani ataupun Qalbi. Seseorang murid hendaklah melakukan zikir yang sebanyak-banyaknya dan sentiasa menyibukkan dirinya dengan berzikir. Pada setiap hari, masa dan keadaan, sama ada dalam keadaaan berdiri atau duduk atau berbaring ataupun berjalan, hendaklah sentiasa berzikir.
 
Pada lazimnya seseorang yang baru menjalani Tariqat Naqshbandiyah ini, Syeikh akan mentalqinkan kalimah Ismu Zat iaitu lafaz Allah sebagai zikir yang perlu dilakukan pada Latifah Qalb tanpa menggerakkan lidah. Murid hendaklah berzikir Allah Allah pada latifah tersebut sebanyak 24 ribu kali sehari semalam setiap hari sehingga terhasilnya cahaya Warid.
 
Ada sebahagian Syeikh yang menetapkan jumlah permulaan sebanyak lima ribu kali sehari semalam dan ada juga yang menetapkannya sehingga tujuh puluh ribu kali sehari semalam.
 
Seterusnya murid hendaklah mengkhabarkan segala pengalaman Ruhaniahnya kepada Syeikh apabila menerima Warid tersebut. Begitulah pada setiap Latifah, murid hendaklah berzikir sebanyak-banyaknya pada kesemua Latifah seperti yang diarahkan oleh Syeikh sehingga tercapainya Warid. Mengingati Allah Subhanahu Wa Ta’ala secara sempurna adalah dengan berzikir menghadirkan hati ke Hadhrat ZatNya.
 
Setelah Zikir Ismu Zat dilakukan pada setiap Latifah dengan sempurna, Syeikh akan mentalqinkan pula Zikir Nafi Itsbat iaitu kalimah LA ILAHA ILLA ALLAH yang perlu dilakukan sama ada secara Lisani iaitu menerusi lidah atau secara Qalbi iaitu berzikir menerusi lidah hati.
 
Zikir Nafi Itsbat perlu dilakukan menurut kaifiyatnya. Syeikh akan menentukan dalam bentuk apa sesuatu zikir itu perlu dilakukan. Yang penting bagi Salik adalah menyibukkan diri dengan zikir yang telah ditalqinkan oleh Syeikh sama ada ianya Zikir Ismu Zat ataupun Zikir Nafi Itsbat. Salik hendaklah memelihara zikir dengan hati dan lidah dengan menyebut Allah Allah iaitu nama bagi Zat Tuhan yang merangkumi kesemua Nama-NamaNya dan Sifat-SifatNya yang mulia serta dengan menyebut Zikir Nafi Itsbat menerusi kalimah LA ILAHA ILLA ALLAH dengan sebanyak-banyaknya. Salik hendaklah melakukan Zikir Nafi Itsbat sehingga dia mencapai kejernihan hati dan tenggelam di dalam Muraqabah. Murid hendaklah melakukan Zikir Nafi Itsbat sebanyak 5 ribu ke 10 ribu kali setiap hari bagi menanggalkan segala kekaratan hati. Zikir tersebut akan membersihkan hati dan membawa seseorang itu kepada Musyahadah.
 
Zikir Nafi Itsbat menurut Akabirin Naqshbandiyah, seseorang murid yang baru itu hendaklah menutup kedua matanya, menutup mulutnya, merapatkan giginya, menongkatkan lidahnya ke langit-langit dan menahan napasnya. Dia hendaklah mengucapkan zikir ini dengan hatinya bermula dari kalimah Nafi dan seterusnya kalimah Itsbat. Bagaimanapun, bagi murid yang telah lama hendaklah membukakan kedua matanya dan tidak perlu menahan napasnya.
 
Bermula dari kalimah Nafi iaitu LA yang bererti Tiada, dia hendaklah menarik kalimah LA ini dari bawah pusatnya ke atas hingga ke otak. Apabila kalimah LA mencapai otak, ucapkan pula kalimah ILAHA di dalam hati yang bererti Tuhan. Kemudian hendaklah digerakkan dari otak ke bahu kanan sambil menyebut ILLA yang bererti Melainkan, lalu menghentakkan kalimah Itsbat iaitu ALLAH ke arah Latifah Qalb. Sewaktu menghentakkan kalimah ALLAH ke arah Qalb, hendaklah merasakan bahawa kesan hentakan itu mengenai kesemua Lataif di dalam tubuh badan.
 
Zikir yang sebanyak-banyaknya akan membawa seseorang Salik itu mencapai kepada kehadiran Zat Allah dalam kewujudan secara Zihni yakni di dalam pikiran. Salik hendaklah berzikir dalam setiap napas yang keluar dan masuk. Yad Kard merupakan amalan dipikiran yang bertujuan pikiran hendaklah sentiasa menggesa diri supaya sentiasa ingat kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala dan melakukan zikir bagi mengingati ZatNya. Pekerjaan berzikir mengingati Allah Subhanahu Wa Ta’ala adalah suatu amalan yang tiada batas dan had. Ianya boleh dikerjakan pada sebarang keadaan, masa dan tempat. Hendaklah sentiasa memperhatikan napas supaya setiap napas yang keluar dan masuk itu disertai ingatan terhadap Zat Allah Subhanahu Wa Ta’ala.
 
== 2. [[BAZ GASHT]] ==
 
Baz Gasht bererti kembali. Menurut Para Masyaikh, maksudnya ialah seseorang yang melakukan zikir dengan menggunakan lidah hati menyebut Allah Allah dan LA ILAHA ILLA ALLAH, begitulah juga setelah itu hendaklah mengucapkan di dalam hati dengan penuh khusyuk dan merendahkan diri akan ucapan ini:
 
“Ilahi Anta Maqsudi, Wa Ridhoka Matlubi, A’tini Mahabbataka Wa Ma’rifataka”
 
Yang bererti, “Wahai Tuhanku Engkaulah maksudku dan keredhaanMu tuntutanku, kurniakanlah Cinta dan Makrifat ZatMu. ”
 
Ianya merupakan ucapan Hadhrat Baginda Rasulullah Sallallahu ‘Alaihi Wasallam, ucapan ini akan meningkatkan tahap kesedaran kepada kewujudan dan Keesaan Zat Tuhan, sehingga dia mencapai suatu tahap [[dimana]] segala kewujudan makhluk terhapus pada pandangan matanya. Apa yang dilihatnya walau ke mana jua dia memandang, yang dilihatnya hanyalah Allah Subhanahu Wa Ta’ala. Ucapan kata-kata ini juga memberikan kita pengertian bahawa hanya Allah Subhanahu Wa Ta’ala yang menjadi maksud dan matlamat kita dan tidak ada tujuan lain selain untuk mendapatkan keredhaanNya. Salik hendaklah mengucapkan kalimah ini bagi menghuraikan segala rahsia Keesaan Zat Tuhan dan supaya terbuka kepadanya keunikan hakikat Kehadiran Zat Allah Subhanahu Wa Ta’ala.
 
Sebagai murid, tidak boleh meninggalkan zikir kalimah ini meskipun tidak merasakan sebarang kesan pada hati. Dia hendaklah tetap meneruskan zikir kalimah tersebut sebagai menuruti anjuran Syeikhnya.
 
Makna Baz Gasht ialah kembali kepada Allah Yang Maha Tinggi Lagi Maha Mulia dengan menunjukkan penyerahan yang sempurna, mentaati segala kehendakNya dan merendahkan diri dengan sempurna dalam memuji ZatNya. Adapun lafaz Baz Gasht dalam bahasa Parsi seperti yang diamalkan oleh Para Akabirin Naqshabandiyah Mujaddidiyah adalah seperti berikut:
 
“Khudawandah, Maqsudi Man Tui Wa Ridhai Tu,
Tarak Kardam Dunya Wa Akhirat Baraey Tu,
Mahabbat Wa Ma’rifati Khud Badih. ”
 
Yang bererti, “Tuhanku, maksudku hanyalah Engkau dan keredaanMu, telahku lepaskan Dunia dan Akhirat kerana Engkau, kurniakanlah Cinta dan Makrifat ZatMu. ”
 
Pada permulaan, jika Salik sendiri tidak memahami hakikat kebenaran ucapan kata-kata ini, hendaklah dia tetap juga menyebutnya kerana menyebut kata-kata itu dengan hati yang khusyuk dan merendahkan diri akan menambahkan lagi pemahamannya dan secara sedikit demi sedikit Salik itu akan merasai hakikat kebenaran perkataan tersebut dan Insya Allah akan merasai kesannya. Hadhrat Baginda Rasulullah Sallallahu ‘Alaihi Wasallam telah menyatakan dalam doanya,
“Ma Zakarnaka Haqqa Zikrika Ya Mazkur. ”
Yang bererti, “Kami tidak mengingatiMu dengan hak mengingatiMu secara yang sepatutnya, Wahai Zat yang sepatutnya diingati. ”
 
Seseorang Salik itu tidak akan dapat hadir ke Hadhrat Allah Subhanahu Wa Ta’ala menerusi zikirnya dan tidak akan dapat mencapai Musyahadah terhadap rahsia-rahsia dan sifat-sifat Allah Subhanahu Wa Ta’ala menerusi zikirnya jika dia tidak berzikir dengan sokongan dari Allah Subhanahu Wa Ta’ala dan menerusi ingatan Allah Subhanahu Wa Ta’ala terhadap dirinya.
 
Seorang Salik itu tidak akan dapat berzikir dengan kemampuan dirinya bahkan dia hendaklah sentiasa menyedari bahawa Allah Subhanahu Wa Ta’ala lah yang sedang berzikir menerusi dirinya. Hadhrat Maulana Syeikh Abu Yazid Bistami Rahmatullah ‘alaih telah berkata,
“Apabila daku mencapai ZatNya, daku melihat bahawa ingatanNya terhadap diriku mendahului ingatanku terhadap diriNya. ”
 
== 3. [[NIGAH DASYAT]] ==
 
Nigah bererti menjaga, mengawasi, memelihara dan Dasyat pula bererti melakukannya dengan bersungguh-sungguh. Maksudnya ialah seseorang Salik itu sewaktu melakukan zikir hendaklah sentiasa memelihara hati dari sebarang khatrah lintasan hati dan was-was Syaitan dengan bersungguh-sungguh. Jangan biarkan khayalan kedukaan memberi kesan kepada hati.
 
Setiap hari hendaklah melapangkan masa selama sejam ke dua jam ataupun lebih untuk memelihara hati dari segala ingatan selain Allah Subhanahu Wa Ta’ala. Selain DiriNya, jangan ada sebarang khayalan pada pikiran dan hati. Lakukan latihan ini sehingga segala sesuatu selain Allah Subhanahu Wa Ta’ala, segala-galanya menjadi lenyap.
 
Nigah Dasyat juga bermakna seseorang Salik itu mesti memperhatikan hatinya dan menjaganya dengan menghindarkan sebarang ingatan yang buruk masuk ke dalam hati. Ingatan dan keinginan yang buruk akan menjauhkan hati dari kehadiran Allah Subhanahu Wa Ta’ala. Kesufian yang sebenar adalah daya untuk memelihara hati dari ingatan yang buruk dan memeliharanya dari sebarang keinginan yang rendah. Seseorang yang benar-benar mengenali hatinya akan dapat mengenali Tuhannya.
Di dalam Tariqat Naqshbandiyah ini, seseorang Salik yang dapat memelihara hatinya dari sebarang ingatan yang buruk selama 15 minit adalah merupakan suatu pencapaian yang besar dan menjadikannya layak sebagai seorang ahli Sufi yang benar.
 
Hadhrat Maulana Shah Ghulam ‘Ali Dehlawi Rahmatullah ‘alaih menyatakan di dalam kitabnya Idhahut Tariqah bahawa,
“Nigah Dasyat adalah merupakan syarat ketika berzikir, bahawa ketika berzikir hendaklah menghentikan segala khayalan serta was-was dan apabila sebarang khayalan yang selain Allah terlintas di dalam hati maka pada waktu itu juga hendaklah dia menjauhkannya supaya khayalan Ghairullah tidak menduduki hati. ”
 
Hadhrat Maulana Syeikh Abul Hassan Kharqani Rahmatullah ‘alaih pernah berkata,
“Telah berlalu 40 tahun [[dimana]] Allah sentiasa melihat hatiku dan telah melihat tiada sesiapa pun kecuali DiriNya dan tiada ruang bilik di dalam hatiku untuk selain dari Allah. ”
 
Hadhrat Syeikh Abu Bakar Al-Qittani Rahmatullah ‘alaih pernah berkata,
“Aku menjadi penjaga di pintu hatiku selama 40 tahun dan aku tidak pernah membukanya kepada sesiapa pun kecuali Allah Subhanahu Wa Ta’ala sehinggakan hatiku tidak mengenali sesiapapun kecuali Allah Subhanahu Wa Ta’ala. ”
 
Seorang Syeikh Sufi pernah berkata,
“Oleh kerana aku telah menjaga hatiku selama sepuluh malam, hatiku telah menjagaku selama dua puluh tahun. ”
 
== 4. [[YAD DASYAT]] ==
 
Yad Dasyat bererti mengingati Allah Subhanahu Wa Ta’ala dengan bersungguh-sungguh dengan Zauq Wijdani sehingga mencapai Dawam Hudhur yakni kehadiran Zat Allah secara kekal berterusan dan berada dalam keadaan berjaga-jaga memperhatikan limpahan Faidhz dari sisi Allah Subhanahu Wa Ta’ala. Kesedaran ini diibaratkan sebagai Hudhur Bey Ghibat dan merupakan Nisbat Khassah Naqshbandiyah.
 
Yad Dasyat juga bermakna seseorang yang berzikir itu memelihara hatinya pada setiap penafian dan pengitsbatan di dalam setiap napas tanpa meninggalkan Kehadiran Zat Allah Subhanahu Wa Ta’ala. Ianya menghendaki agar Salik memelihara hatinya di dalam Kehadiran Kesucian Zat Allah Subhanahu Wa Ta’ala secara berterusan. Ini untuk membolehkannya agar dapat merasai kesedaran dan melihat Tajalli Cahaya Zat Yang Esa atau disebut sebagai Anwaruz-Zatil-Ahadiyah.
 
Menurut Hadhrat Maulana Shah Ghulam ‘Ali Dehlawi Rahmatullah ‘alaih, Yad Dasyat merupakan istilah Para Sufi bagi menerangkan keadaan maqam Syuhud atau Musyahadah yang juga dikenali sebagai ‘Ainul Yaqin atau Dawam Hudhur dan Dawam Agahi.
 
Di zaman para Sahabat Ridhwanullah ‘Alaihim Ajma’in ianya disebut sebagai Ihsan. Ia merupakan suatu maksud di dalam Tariqah Naqshbandiyah Mujaddidiyah bagi menghasilkan Dawam Hudhur dan Dawam Agahi dengan Hadhrat Zat Ilahi Subhanahu Wa Ta’ala dan di samping itu berpegang dengan ‘Aqidah yang sahih menurut Ahlus Sunnah Wal Jama’ah dan melazimkan diri beramal menuruti Sunnah Nabawiyah Sallallahu ‘Alaihi Wasallam.
 
Jika Salik tidak memiliki ketiga-tiga sifat ini iaitu tetap mengingati Zat Ilahi, beri’tiqad dengan ‘Aqidah Ahlus Sunnah Wal Jama’ah dan menuruti Sunnah Nabi Sallallahu ‘Alaihi Wasallam ataupun meninggalkan salah satu darinya maka dia adalah terkeluar dari jalan Tariqat Naqshbandiyah, Na’uzu Billahi Minha!
 
== 5. [[HOSH DAR DAM]] ==
 
Hosh bererti sedar, Dar bererti dalam dan Dam bererti napas, yakni sedar dalam napas. Seseorang Salik itu hendaklah berada dalam kesedaran bahawa setiap napasnya yang keluar masuk mestilah beserta kesedaran terhadap Kehadiran Zat Allah Ta’ala. Jangan sampai hati menjadi lalai dan leka dari kesedaran terhadap Kehadiran Zat Allah Ta’ala. Dalam setiap napas hendaklah menyedari kehadiran ZatNya.
 
Menurut Hadhrat Khwajah Maulana Syeikh Abdul Khaliq Al-Ghujduwani Rahmatullah ‘alaih bahawa,
“Seseorang Salik yang benar hendaklah menjaga dan memelihara napasnya dari kelalaian pada setiap kali masuk dan keluarnya napas serta menetapkan hatinya sentiasa berada dalam Kehadiran Kesucian ZatNya dan dia hendaklah memperbaharukan napasnya dengan ibadah dan khidmat serta membawa ibadah ini menuju kepada Tuhannya seluruh kehidupan, kerana setiap napas yang disedut dan dihembus beserta KehadiranNya adalah hidup dan berhubung dengan Kehadiran ZatNya Yang Suci. Setiap napas yang disedut dan dihembus dengan kelalaian adalah mati dan terputus hubungan dari Kehadiran ZatNya Yang Suci. ”
 
Hadhrat Khwajah Maulana Syeikh ‘Ubaidullah Ahrar Rahmatullah ‘alaih berkata,
“Maksud utama seseorang Salik di dalam Tariqah ini adalah untuk menjaga napasnya dan seseorang yang tidak dapat menjaga napasnya dengan baik maka dikatakan kepadanya bahawa dia telah kehilangan dirinya. ”
 
Hadhrat Syeikh Abul Janab Najmuddin Al-Kubra Rahmatullah ‘alaih berkta dalam kitabnya Fawatihul Jamal bahawa,
“Zikir adalah sentiasa berjalan di dalam tubuh setiap satu ciptaan Allah sebagai memenuhi keperluan napas mereka biarpun tanpa kehendak sebagai tanda ketaatan yang merupakan sebahagian dari penciptaan mereka. Menerusi pernapasan mereka, bunyi huruf ‘Ha’ dari nama Allah Yang Maha Suci berada dalam setiap napas yang keluar masuk dan ianya merupakan tanda kewujudan Zat Yang Maha Ghaib sebagai menyatakan Keunikan dan Keesaan Zat Tuhan. Maka itu amatlah perlu berada dalam kesedaran dan hadir dalam setiap napas sebagai langkah untuk mengenali Zat Yang Maha Pencipta. ”
 
Nama Allah yang mewakili kesemua Sembilan Puluh Sembilan Nama-Nama dan Sifat-Sifat Allah dan Af’alNya adalah terdiri dari empat huruf iaitu Alif, Lam, Lam dan Ha.
 
Para Sufi berkata bahawa Zat Ghaib Mutlak adalah Allah Yang Maha Suci lagi Maha Mulia KetinggianNya dan DiriNya dinyatakan menerusi huruf yang terakhir dari Kalimah Allah iaitu huruf Ha. Huruf tersebut apabila ditemukan dengan huruf Alif akan menghasilkan sebutan Ha yang memberikan makna “Dia Yang Ghaib” sebagai kata ganti diri. Bunyi sebutan Ha itu sebagai menampilkan dan menyatakan bukti kewujudan Zat DiriNya Yang Ghaib Mutlak (Ghaibul Huwiyyatil Mutlaqa Lillahi ‘Azza Wa Jalla). Huruf Lam yang pertama adalah bermaksud Ta‘arif atau pengenalan dan huruf Lam yang kedua pula adalah bermaksud Muballaghah yakni pengkhususan. Menjaga dan memelihara hati dari kelalaian akan membawa seseorang itu kepada kesempurnaan Kehadiran Zat, dan kesempurnaan Kehadiran Zat akan membawanya kepada kesempurnaan Musyahadah dan kesempurnaan Musyahadah akan membawanya kepada kesempurnaan Tajalli Sembilan Puluh Sembilan Nama-Nama dan Sifat-Sifat Allah. Seterusnya Allah akan membawanya kepada penzahiran kesemua Sembilan Puluh Sembilan Nama-Nama dan Sifat-Sifat Allah dan Sifat-SifatNya yang lain kerana adalah dikatakan bahawa Sifat Allah itu adalah sebanyak napas-napas manusia.
 
Hadhrat Shah Naqshband Rahmatullah ‘alaih menegaskan bahawa hendaklah mengingati Allah pada setiap kali keluar masuk napas dan di antara keduanya yakni masa di antara udara disedut masuk dan dihembus keluar dan masa di antara udara dihembus keluar dan disedut masuk. Terdapat empat ruang untuk diisikan dengan Zikrullah. Amalan ini disebut Hosh Dar Dam yakni bezikir secara sedar dalam napas. Zikir dalam pernapasan juga dikenali sebagai Paas Anfas di kalangan Ahli Tariqat Chistiyah.
 
Hadhrat Shah Naqshband Rahmatullah ‘alaih berkata,
“Tariqat ini dibina berasaskan napas, maka adalah wajib bagi setiap orang untuk menjaga napasnya pada waktu menghirup napas dan menghembuskan napas dan seterusnya menjaga napasnya pada waktu di antara menghirup dan menghembuskan napas. ”
 
Udara Masuk - Allah Allah Antara - Allah Allah Udara Keluar - Allah Allah Antara - Allah Allah
 
Perlu diketahui bahawa menjaga napas dari kelalaian adalah amat sukar bagi seseorang Salik, lantaran itu mereka hendaklah menjaganya dengan memohon Istighfar yakni keampunan kerana memohon Istighfar akan menyucikan hatinya dan mensucikan napasnya dan menyediakan dirinya untuk menyaksikan Tajalli penzahiran manifestasi Allah Subhanahu Wa Ta’ala di mana-mana jua.
 
== 6. [[NAZAR BAR QADAM]] ==
 
Nazar bererti memandang, Bar bererti pada, dan Qadam pula bererti kaki. Seseorang Salik itu ketika berjalan hendaklah sentiasa memandang ke arah kakinya dan jangan melebihkan pandangannya ke tempat lain dan setiap kali ketika duduk hendaklah sentiasa memandang ke hadapan sambil merendahkan pandangan. Jangan menoleh ke kiri dan ke kanan kerana ianya akan menimbulkan fasad yang besar dalam dirinya dan akan menghalangnya dari mencapai maksud.
 
Nazar Bar Qadam bermakna ketika seseorang Salik itu sedang berjalan, dia hendaklah tetap memperhatikan langkah kakinya. Di mana jua dia hendak meletakkan kakinya, matanya juga perlu memandang ke arah tersebut. Tidak dibolehkan baginya melemparkan pandangannya ke sana sini, memandang kiri dan kanan ataupun di hadapannya kerana pandangan yang tidak baik akan menghijabkan hatinya.
 
Kebanyakan hijab-hijab di hati itu terjadi kerana bayangan gambaran yang dipindahkan dari pandangan penglihatan mata ke otak sewaktu menjalani kehidupan seharian. Ini akan mengganggu hati dan menimbulkan keinginan memenuhi berbagai kehendak hawa nafsu seperti yang telah tergambar di ruangan otak. Gambaran-gambaran ini merupakan hijab-hijab bagi hati dan ianya menyekat Cahaya Kehadiran Zat Allah Yang Maha Suci.
 
Kerana itulah Para Masyaikh melarang murid mereka yang telah menyucikan hati mereka menerusi zikir yang berterusan dari memandang ke tempat yang selain dari kaki mereka. Hati mereka ibarat cermin yang menerima dan memantulkan setiap gambaran dengan mudah. Ini akan mengganggu mereka dan akan menyebabkan kekotoran hati.
 
Maka itu, Salik diarahkan agar merendahkan pandangan supaya mereka tidak terkena panahan dari panahan Syaitan. Merendahkan pandangan juga menjadi tanda kerendahan diri. Orang yang bongkak dan sombong tidak memandang ke arah kaki mereka ketika berjalan. Ia juga merupakan tanda bagi seseorang yang menuruti jejak langkah Hadhrat Baginda Muhammad Rasulullah Sallallahu ‘Alaihi Wasallam yang mana Hadhrat Baginda Muhammad Rasulullah Sallallahu ‘Alaihi Wasallam ketika berjalan tidak menoleh ke kiri dan ke kanan tetapi Hadhrat Baginda Muhammad Rasulullah Sallallahu ‘Alaihi Wasallam hanya melihat ke arah kakinya, bergerak dengan pantas menuju ke arah destinasinya. Pengertian batin yang dituntut dari prinsip ini ialah supaya Salik bergerak dengan laju dan pantas dalam melakukan perjalanan suluk, yang mana apa jua maqam yang terpandang olehnya maka dengan secepat yang mungkin kakinya juga segera sampai pada kedudukan maqam tersebut. Ia juga menjadi tanda ketinggian darjat seseorang yang mana dia tidak memandang kepada sesuatu pun kecuali Tuhannya. Sepertimana seseorang yang hendak lekas menuju kepada tujuannya, begitulah seorang Salik yang menuju Kehadhrat Tuhan hendaklah lekas-lekas bergerak, dengan cepat dan pantas, tidak menoleh ke kiri dan ke kanan, tidak memandang kepada hawa nafsu duniawi sebaliknya hanya memandang ke arah mencapai Kehadiran Zat Tuhan Yang Suci.
 
Hadhrat Maulana Imam Rabbani Mujaddid Alf Tsani Syeikh Ahmad Faruqi Sirhindi Rahmatullah ‘alaih telah berkata dalam suratnya yang ke-259 di dalam Maktubat,
“Pandangan mendahului langkah dan langkah menuruti pandangan. Mi’raj ke maqam yang tinggi didahului dengan pandangan Basirah kemudian diikuti dengan langkah. Apabila langkah telah mencapai Mi’raj tempat yang dipandang, maka kemudian pandangan akan diangkat ke suatu maqam yang lain yang mana langkah perlu menurutinya. Kemudian pandangan akan diangkat ke tempat yang lebih tinggi dan langkah akan menurutinya. Begitulah seterusnya sehingga pandangan mencapai maqam kesempurnaan yang mana langkahnya akan diberhentikan. Kami katakan bahawa, apabila langkah menuruti pandangan, murid telah mencapai maqam kesediaan untuk menuruti jejak langkah Hadhrat Baginda Muhammad Rasulullah Sallallahu ‘Alaihi Wasallam. Jejak langkah Hadhrat Baginda Muhammad Rasulullah Sallallahu ‘Alaihi Wasallam adalah merupakan sumber asal bagi segala langkah. ”
 
Hadhrat Shah Naqshband Rahmatullah ‘alaih berkata,
“Jika kita memandang kesalahan sahabat-sahabat, kita akan ditinggalkan tanpa sahabat kerana tiada seorang juapun yang sempurna. ”
 
== 7. [[SAFAR DAR WATAN]] ==
 
Safar bererti menjelajah, berjalan atau bersiar, Dar bererti dalam dan Watan bererti kampung. Safar Dar Watan bermakna bersiar-siar dalam kampung dirinya yakni kembali berjalan menuju Tuhan. Seseorang Salik itu hendaklah menjelajah dari dunia ciptaan kepada dunia Yang Maha Pencipta.
 
Hadhrat Baginda Nabi Muhammad Sallallahu ‘Alaihi Wasallam pernah bersabda yang mafhumnya,
“Daku sedang menuju Tuhanku dari suatu hal keadaan ke suatu hal keadaan yang lebih baik dan dari suatu maqam ke suatu maqam yang lebih baik. ”
 
Salik hendaklah berpindah dari kehendak hawa nafsu yang dilarang kepada kehendak untuk berada dalam Kehadiran ZatNya. Dia hendaklah berusaha meninggalkan segala sifat-sifat Basyariyah (Kemanusiawian) yang tidak baik dan meningkatkan dirinya dengan sifat-sifat Malakutiyah (Kemalaikatan) yang terdiri dari sepuluh maqam iaitu:
 
[1] Taubat [2] Inabat [3] Sabar [4] Syukur [5] Qana’ah [6] Wara’ [7] Taqwa [8] Taslim [9] Tawakkal [10] Redha.
 
Para Masyaikh membahagikan perjalanan ini kepada dua kategori iaitu Sair Afaqi yakni Perjalanan Luaran dan Sair Anfusi yakni Perjalanan Dalaman. Perjalanan Luaran adalah perjalanan dari suatu tempat ke suatu tempat mencari seorang pembimbing Ruhani yang sempurna bagi dirinya dan akan menunjukkan jalan ke tempat yang dimaksudkannya. Ini akan membolehkannya untuk memulakan Perjalanan Dalaman.
 
Seseorang Salik apabila dia sudah menemui seorang pembimbing Ruhani yang sempurna bagi dirinya adalah dilarang dari melakukan Perjalanan Luaran. Pada Perjalanan Luaran ini terdapat berbagai kesukaran yang mana seseorang yang baru menuruti jalan ini tidak dapat tidak, pasti akan terjerumus ke dalam tindakan yang dilarang, kerana mereka adalah lemah dalam menunaikan ibadah mereka.
 
Perjalanan yang bersifat dalaman pula mengkehendakkan agar seseorang Salik itu meninggalkan segala tabiat yang buruk dan membawa adab tertib yang baik ke dalam dirinya serta mengeluarkan dari hatinya segala keinginan Duniawi. Dia akan diangkat dari suatu maqam yang kotor zulmat ke suatu maqam kesucian. Pada waktu itu dia tidak perlu lagi melakukan Perjalanan Luaran. Hatinya telah dibersihkan dan menjadikannya tulin seperti air, jernih seperti kaca, bersih bagaikan cermin lalu menunjukkannya hakikat setiap segala suatu urusan yang penting dalam kehidupan sehariannya tanpa memerlukan sebarang tindakan yang bersifat luaran bagi pihak dirinya. Di dalam hatinya akan muncul segala apa yang diperlukan olehnya dalam kehidupan ini dan kehidupan mereka yang berada di sampingnya.
 
Hadhrat Maulana Shah Ghulam ‘Ali Dehlawi Rahmatullah ‘alaih telah berkata,
“Ketahuilah bahawa apabila hati tertakluk dengan sesuatu selain Allah dan khayalan yang buruk menjadi semakin kuat maka limpahan Faidhz Ilahi menjadi sukar untuk dicapai oleh Batin. Jesteru itu dengan kalimah LA ILAHA hendaklah menafikan segala akhlak yang buruk itu sebagai contohnya bagi penyakit hasad, sewaktu mengucapkan LA ILAHA hendaklah menafikan hasad itu dan sewaktu mengucapkan ILLA ALLAH hendaklah mengikrarkan cinta dan kasih sayang di dalam hati. Begitulah ketika melakukan zikir Nafi Itsbat dengan sebanyak-banyaknya lalu menghadap kepada Allah dengan rasa hina dan rendah diri bagi menghapuskan segala keburukan diri sehinggalah keburukan dirinya itu benar-benar terhapus. Begitulah juga terhadap segala rintangan Batin, ianya perlu disingkirkan supaya terhasilnya Tasfiyah dan Tazkiyah. Latihan ini merupakan salah satu dari maksud Safar Dar Watan. ”
 
== 8. [[KHALWAT DAR ANJUMAN]] ==
 
Khalwat bererti bersendirian dan Anjuman bererti khalayak ramai, maka pengertiannya ialah bersendirian dalam keramaian. Maksudnya pada zahir, Salik bergaul dengan manusia dan pada batinnya dia kekal bersama Allah Subhanahu Wa Ta’ala.
 
Terdapat dua jenis khalwat iaitu Khalwat Luaran atau disebut sebagai Khalwat Saghir yakni khalwat kecil dan Khalwat Dalaman atau disebut sebagai Khalwat Kabir yang bermaksud khalwat besar atau disebut sebagai Jalwat. Khalwat Luaran menghendaki Salik agar mengasingkan dirinya di tempat yang sunyi dan jauh dari kesibukan manusia. Secara bersendirian Salik menumpukan kepada Zikirullah dan Muraqabah untuk mencapai penyaksian Kebesaran dan Keagungan Kerajaan Allah Subhanahu Wa Ta’ala. Apabila sudah mencapai fana menerusi zikir pikir dan semua deria luaran difanakan, pada waktu itu deria dalaman bebas meneroka ke Alam Kebesaran dan Keagungan Kerajaan Allah Subhanahu Wa Ta’ala. Ini seterusnya akan membawa kepada Khalwat Dalaman.
 
Khalwat Dalaman bermaksud berkhalwat dalam kesibukan manusia. Hati Salik hendaklah sentiasa hadir ke Hadhrat Tuhan dan hilang dari makhluk sedang jasmaninya sedang hadir bersama mereka. Dikatakan bahawa seseorang Salik yang Haq sentiasa sibuk dengan zikir khafi di dalam hatinya sehinggakan jika dia masuk ke dalam majlis keramaian manusia, dia tidak mendengar suara mereka. Kerana itu ianya dinamakan Khalwat Kabir dan Jalwat yakni berzikir dalam kesibukan manusia. Keadaan berzikir itu mengatasi dirinya dan penzahiran Hadhrat Suci Tuhan sedang menariknya membuatkannya tidak menghiraukan segala sesuatu yang lain kecuali Tuhannya. Ini merupakan tingkat khalwat yang tertinggi dan dianggap sebagai khalwat yang sebenar seperti yang dinyatakan dalam ayat Al-Quran Surah An-Nur ayat 37:
 
Para lelaki yang tidak dilalaikan oleh perniagaan dan tidak pula oleh jual beli dari mengingati Allah, dan dari mendirikan sembahyang, dan dari membayarkan zakat, mereka takut kepada suatu hari yang hati dan penglihatan menjadi goncang.
 
"Rijalun La Tulhihim Tijaratun Wala Bay’un ‘An Zikrillah, " bermaksud para lelaki yang tidak dilalaikan oleh perniagaan dan jual beli dari mengingati Allah. Inilah merupakan jalan Tariqat Naqshbandiyah. Hadhrat Khwajah Shah Bahauddin Naqshband Qaddasallahu Sirrahu telah ditanyakan orang bahawa apakah yang menjadi asas bagi Tariqatnya?
 
Beliau menjawab,
“Berdasarkan Khalwat Dar Anjuman, yakni zahir berada bersama Khalaq dan batin hidup bersama Haq serta menempuh kehidupan dengan menganggap bahawa Khalaq mempunyai hubungan dengan Tuhan. Sebagai Salik dia tidak boleh berhenti dari menuju kepada maksudnya yang hakiki. ”
 
Sepertimana mafhum sabdaan Hadhrat Baginda Nabi Muhammad Rasulullah Sallallahu ‘Alaihi Wasallam,
“Padaku terdapat dua sisi. Satu sisiku menghadap ke arah Penciptaku dan satu sisi lagi menghadap ke arah makhluk ciptaan. ”
 
Hadhrat Shah Naqshband Rahmatullah ‘alaih berkata,
“Tariqatuna As-Suhbah Wal Khayru Fil Jam’iyyat. ” Yang bererti, “Jalan Tariqah kami adalah dengan cara bersahabat dan kebaikan itu dalam jemaah Jam’iyat. ”
 
Khalwat yang utama di sisi Para Masyaikh Naqshbandiyah adalah Khalwat Dalaman kerana mereka sentiasa berada bersama Tuhan mereka dan pada masa yang sama mereka berada bersama dengan manusia. Adalah dikatakan bahawa seseorang beriman yang dapat bercampur gaul dengan manusia dan menanggung berbagai masaalah dalam kehidupan adalah lebih baik dari orang beriman yang menghindarkan dirinya dari manusia.
 
Hadhrat Imam Rabbani Rahmatullah ‘alaih telah berkata,
“Perlulah diketahui bahawa Salik pada permulaan jalannya mungkin menggunakan khalwat luaran untuk mengasingkan dirinya dari manusia, beribadat dan bertawajjuh kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala sehingga dia mencapai tingkat darjat yang lebih tinggi. Pada waktu itu dia akan dinasihatkan oleh Syeikhnya seperti kata-kata Sayyid Al-Kharraz Rahmatullah ‘alaih iaitu kesempurnaan bukanlah dalam mempamerkan karamah yang hebat-hebat tetapi kesempurnaan yang sebenar ialah untuk duduk bersama manusia, berjual beli, bernikah kahwin dan mendapatkan zuriat dan dalam pada itu sekali-kali tidak meninggalkan Kehadiran Allah walaupun seketika. ”
 
Hadhrat Shah ‘Abdullah Ghulam ‘Ali Dehlawi Rahmatullah ‘alaih berkata,
“Daripada masamu, jangan ada sebarang waktu pun yang engkau tidak berzikir dan bertawajjuh serta mengharapkan Kehadiran Allah Ta’ala dan bertemulah dengan manusia dan berzikirlah walaupun berada di dalam keramaian dan sentiasa berjaga-jaga memperhatikan limpahan Allah. ”
 
Berkata Penyair,
"Limpahan Faidhz Al-Haq datang tiba-tiba tetapi hatiku memperhatikan waridnya,
Biarpun di waktu sekali kerdipan mata namun diriku sekali-kali tidak leka,
Boleh jadi Dia sedang memperhatikanmu dan dikau tidak memperhatikannya. "
 
Hal keadaan ini dinamakan Khalwat Dar Anjuman iaitu Kainun Haqiqat Wa Bainun Surat yakni hakikat dirinya berzama Zat Tuhan dan tubuh badan bersama makhluk ciptaan Tuhan. Masyaikh menggelarkannya sebagai Sufi Kain Bain. Kelapan-lapan asas Tariqat ini diperkenalkan oleh Hadhrat Khwajah Abdul Khaliq Ghujduwani Rahmatullah ‘alaih dan menjadi ikutan 40 Tariqat yang lain dan sehingga ke hari ini menjadi asas yang teguh untuk seseorang hamba Allah kembali menuju kepada Tuhannya.
 
Hadhrat Shah Naqshband Rahmatullah ‘alaihi telah menerima kelapan-lapan asas Tariqat ini dari Hadhrat Khwajah Abdul Khaliq Ghujduwani dan beliau telah menambahkan tiga asas Tariqat iaitu Wuquf Qalbi, Wuquf ‘Adadi dan Wuquf Zamani menjadikannya sebelas asas.
 
Hosh Dar Dam Khalwat Dar Anjuman;
Yad Kard Yad Dasyat.
Nazar Bar Qadam Safar Dar Watan;
Baz Gasht Nigah Dasyat.
 
Sentiasalah sedar dalam napas ketika berkhalwat bersama khalayak;
Kerjakanlah Zikir dan ingatlah ZatNya dengan bersungguh-sungguh.
Perhatikan setiap langkah ketika bersafar di dalam kampung;
Sekembalinya dari merayau, perhatikanlah limpahan Ilahi bersungguh-sungguh.
 
Wuquf Qalbi Wuquf ‘Adadi, Wuquf Zamani Bi Dawam Agahi.
 
Ingatlah Allah tetap pada hati, bilangan dan masa dengan sentiasa sedar berjaga-jaga.
 
== TAMBAHAN SHAH NAQSHBAND ==
 
HADHRAT Shah Bahauddin Naqshband Rahmatullah ‘alaih merupakan Imam bagi Tariqat Naqshbandiyah dan seorang Mahaguru Tariqat yang terkemuka. Ia telah mengukuhkan lagi jalan ini dengan tiga prinsip penting dalam Zikir Khafi sebagai tambahan kepada lapan prinsip asas yang telah dikemukakan oleh Hadhrat Khwajah Khwajahgan Syeikh ‘Abdul Khaliq Al-Ghujduwani Rahmatullah ‘alaih iaitu:
 
1. [[WUQUF QALBI]]
 
Mengarahkan penumpuan terhadap hati dan hati pula mengarahkan penumpuan terhadap Allah Subhanahu Wa Ta’ala pada setiap masa dan keadaan. Sama ada dalam keadaan berdiri, berbaring, berjalan mahupun duduk. Hendaklah bertawajjuh kepada hati dan hati pula tetap bertawajjuh ke Hadhrat Allah Subhanahu Wa Ta’ala. Wuquf Qalbi merupakan syarat bagi zikir.
 
Kedudukan Qalbi ini adalah pada kedudukan dua jari di bawah tetek kiri dan kedudukan ini hendaklah sentiasa diberikan penumpuan dan Tawajjuh. Bayangan limpahan Nur dari Allah hendaklah sentiasa kelihatan melimpah pada Qalbi dalam pandangan batin.
 
Ini merupakan suatu kaidah Zikir Khafi yakni suatu bentuk zikir yang tersembunyi dan tidak diketahui oleh Para Malaikat. Ia merupakan suatu kaidah zikir yang rahsia.
 
2. [[WUQUF ‘ADADI]]
 
Sentiasa memperhatikan bilangan ganjil ketika melakukan zikir Nafi Itsbat. Zikir Nafi Itsbat ialah lafaz LA ILAHA ILLA ALLAH dan dilakukan di dalam hati menurut kaifiyatnya. Dalam melakukan zikir Nafi Itsbat ini, Salik hendaklah sentiasa mengawasi bilangan zikir Nafi Itsbatnya itu dengan memastikannya dalam jumlah bilangan yang ganjil iaitu 7 atau 9 atau 19 atau 21 atau 23 atau sebarang bilangan yang ganjil.
 
Menurut Para Masyaikh, bilangan ganjil mempunyai rahsia yang tertentu kerana Allah adalah Ganjil dan menyukai bilangan yang ganjil dan ianya akan menghasilkan ilmu tentang Rahsia Allah Ta’ala. Menurut Hadhrat Shah Naqshband Rahmatullah ‘alaih,
“Memelihara bilangan di dalam zikir adalah langkah pertama dalam menghasilkan Ilmu Laduni. ”
 
Memelihara bilangan bukanlah untuk jumlahnya semata-mata bahkan ianya untuk memelihara hati dari ingatan selain Allah dan sebagai asbab untuk memberikan lebih penumpuan dalam usahanya untuk menyempurnakan zikir yang telah diberikan oleh Guru Murshidnya.
 
3. [[WUQUF ZAMANI]]
 
Setiap kali selepas menunaikan Solat, hendaklah bertawajjuh kepada hati dan sentiasa memastikan hati dalam keadaan bertawajjuh kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala. Lakukan selama beberapa minit sebelum bangkit dari tempat Solat. Kemudian setelah selang beberapa jam hendaklah menyemak semula keadaan hati bagi memastikannya sentiasa dalam keadaan mengingati Allah Subhanahu Wa Ta’ala. Apabila seseorang Murid itu telah naik ke peringkat menengah dalam bidang Keruhanian maka dia hendaklah selalu memeriksa keadaan hatinya sekali pada tiap-tiap satu jam untuk mengetahui sama ada dia ingat ataupun lalai kepada Allah dalam masa-masa tersebut. Jika dia lalai maka hendaklah dia beristighfar dan berazam untuk menghapuskan kelalaian itu pada masa akan datang sehinggalah dia mencapai peringkat Dawam Hudhur atau Dawam Agahi iaitu peringkat hati yang sentiasa hadir dan sedar ke Hadhrat ZatNya.
 
Ketiga-tiga prinsip ini adalah tambahan dari Hadhrat Shah Bahauddin Naqshband Rahmatullah ‘alaih dalam membimbing sekelian para murid dan pengikutnya dan terus menjadi amalan yang tetap dalam Tariqat Naqshbandiyah.
-->
 
== Beberapa Tokoh dalam Thoriqoh Naqsyabandiyah di Dunia ==
 
* [[Bahauddin al-Bukhari an-Naqsyabandi|Imam Tariqah Shah Muhammad Baha'uddin Naqshband Al-Uwaisi Al-Bukhari]]
* [[:en:Khâlid-i_Baghdâdî|Hadhrat]] [[Khalid al-Baghdadi]]
 
* [[Syaikhul Masyaikh Khwajah Khwajahgan Pir Piran Maulana Khwajah Khan Muhammad Sahib Khanqah Sirajiah]]
* [[Akram Awan|Maulana Ameer Muhammad Akram Awan]]
* [[Imam Shamil]]
* [[Jami]]
* [[Shaykh Said Afandi al-Chirkawi]]
* [[Shaikh Ma'aruf Lengging]]
* [[Shaykh Nazim al-Qubrusi]]
* [[Abdullah Fa'izi ad-Daghestani]]
* [[Syaikh Al Waasi Achmad Syaechudin]]
* Shaykh Muhammad [[Hisham Kabbani]]
* Professor [[Sibghatullah Mojaddedi]]
* [[Haji Soofi Masood Ahmad Siddiqui Lasani Sarkar]]
* [[Ahmet Kayhan Dede]]
* [[Abdullah Isa Neil Dougan]]
* [[Irina Tweedie]]
* [[Idries Shah]]
* [[Muchsin Al-Hinduan]]
* [[Omar Ali Shah]]
* [[Hazrat Mujadid Abdul Wahab Siddiqi]]
* [[Shaykh Faiz-ul-Aqtab Siddiqi]]
* Shaykh Naeem Abdul Wali
* [[Mohammed Amin Kuftaro]]
* [[Mukhsin Bin Ali Al-Hinduan]]
* [[Faqir Maulawi Jalalluddin Ahmad Ar-Rowi Naqshbandi Mujaddidi]]
* [[Hazrat Nachrawi An-Naqsyabandie QS]]
* Syeikh Raja Ashman Shah an-Naqsyabandi
* [[Sheikh Nursy Al-Naqsyabandiah]]
* [[Sheikh Abdul Wahab b. Abdul Manaf ALKholidi, cicit Sheikh Abdul Wahab Rokan ALKholidi (Mursyid di Jerlun, Kuala Kangsar)]]
* [[Sheikh Haji Zainuddin bin Haji Alang Ahmad Al-Kholidi]]
* [[Sheikh Haji Hashim b. Haji Hassan Al-Kholidi, Mursyid di Pekan Cendawan, Ipoh]]
* [[Sheikh Haji Suhaimi Khalis b. Haji Ishak Al-Kholidi, Mursyid di Greenwood, Gombak.]]
 
== Beberapa Tokoh Mursyid Thoriqoh Naqsyabandiyah yang Tersebar di Indonesia ==
 
Baris 21 ⟶ 527:
# [[Syekh Ali Makshum al-Araby al- Baghdady q.s]]
# [[KH Utsman Gedang]] Tambakbetas Jombang, beliau adalah kekak dari Hadrotussyakh Muhammad [[Hasjim Asy'ari|Hasyim Asyari]] Pendiri [[Nahdlatul 'Ulama|NU]] bahkan Kyai Hasyim di lahirkan di Rumah kakeknya. Dari Kyai Utsman ini diturunkan kepada menantu beliau yang bernama kyai [[Abdulloh faqih kapas]].
# Abuya Syekh Abdul Ghany Al-Kampary q.s
# Abuya Syekh Muhammad Waly Al-Khalidi bin Syekh Muhammad Salim q.s (Labuhan Haji, Aceh Selatan, Aceh).
# Prof. Dr. Syekh Muhibbuddin Waly Al-Khalidi (anak Abuya Syekh Muhammad Waly Al-Khalidi) dan Abuya Syekh Muhammad 'Aidarul Ghany Al-Kampary q.s (anak Abuya Syekh Abdul Ghany Al-Kampary)
# Abuya Syekh Amran Waly Al-Khalidi (anak Abuya Syekh Muhammad Waly Al-Khalidi)
 
Karena semakin masyhurnya jamaah Naqsyabandiyah, sehingga banyak Thoriqoh lain menambahkan wa Naqsyabandiyah pada nama Thoriqohnya, seperti Qodiriyah wa Naqsyabandiyah, dll.
Baris 31 ⟶ 533:
 
Dan masih banyak lainya. (silahkan pondok pesantren/surau di Indonesia yang terdapat mursyid untuk mengisi di kolom ini)
 
== Silsilah Thoriqoh Naqsyabandiyah Al-Mujaddadiyah Al-Kholidiyah ==
[[Berkas:Silsilah Thoriqoh Naqsyabandiyah Mujaddadiyah Kholidiyah.jpg|al=Silsilah Mursyid TNK|jmpl|Silsilah Mursyid Thoriqoh Naqsyabandiyah al-Mujaddadiyah al-Khalidiyah]]
Silsilah [[Mursyid]] Thoriqoh [[Naqsyabandiyah]] Al-Mujaddadiyah [[:en:Khâlid-i_Baghdâdî|Al-Khalidiyah]] dengan silsilah sebagai berikut :
 
# Sayyidina [[Muhammad]] SAW.
# Sayyidina [[Abu Bakar Ash-Shiddiq]] r.a
# Sayyidina [[Salman al-Farisi]] r.a
# Sayyidina [[Al-Qasim bin Muhammad|Qasim bin Muhammad]] bin Abu Bakar [[Abu Bakar Ash-Shiddiq]] r.a
# Sayyidina [[Ja'far ash-Shadiq|Ja'far Ash-Shadiq]] r.a
# Al-’Arif Billah Sultanul Arifin Asy-syaikh [[Abu Yazid Al-Busthami|Thaifur bin Isa bin Adam bin Sarwasyan]], yang dimasyhurkan namanya Syaikh [[Abu Yazid Al-Busthami|Abu Yazid Al Busthami]] q.s
# Al-’Arif Billah Asy-Syaikh [[Abu al-Hassan al-Kharaqani|Abu Hasan Ali bin Abu Ja'far Al Kharqani]] q.s
# Al-’Arif Billah Asy-Syaikh [[Abu Ali Al-Fadl|Abu Ali Al-Fadl bin Muhammad Ath-Thusi Al Farmadhi]] q.s
# Al-’Arif Billah Asy-Syaikh [[Yusuf Hamadani|Abu Yaqub Yusuf Al-Hamadany]] bin Ayyub bin Yusuf bin [[Husain bin Ali|Al-Husain]] q.s
# Al-’Arif Billah Asy-Syaikh [[Abdul Khaliq Ghajadwani|Abdul Khaliq Al-Ghajdawani]] bin Al-Imam Abdul Jamil q.s
# Al-’Arif Billah Asy-Syaikh [[Arif Riwgari]] q.s
# Al-’Arif Billah Asy-Syaikh [[Mahmud Injir Al Faghnawi|Mahmud Al-Injir Al-Faghnawy]] q.s
# Al-’Arif Billah Asy-Syaikh [[Ali Ar-Ramitani|Ali Ar-Ramitany]] q.s
# Al-’Arif Billah Asy-Syaikh [[Muhammad Baba As-Samasi]] q.s
# Al-’Arif Billah Asy-Syaikh Sayyid [[Amir Kulal]]<nowiki/> bin sayyid Hamzah q.s
# Al-’Arif Billah Asy Syaikh As Sayyid [[Bahauddin al-Bukhari an-Naqsyabandi|Muhammad Baha'uddin Bin Muhammad Bin Muhammad Asy Syarif Al Husaini Al Hasani Al Uwaisi Al Bukhari]] q.s
# Al-’Arif Billah Asy-Syaikh [[Muhammad 'Aluddin Al Aththar Al Bukhary Al Khawarizmy]] q.s
# Al-’Arif Billah Asy-Syaikh [[Ya'qub Al-Jarkhi]] q.s
# Al-’Arif Billah Asy-Syaikh [[Nashiruddin Ubaidullah Al-Ahrar As-Samarqandi]] bin Mahmud bin Shihabuddin q.s
# Al-’Arif Billah Asy-Syaikh [[Muhammad Az-Zahid Wakhsi]] q.s
# Al-’Arif Billah Asy-Syaikh [[Darwis Muhammad As-Samarqandi]] q.s
# Al-’Arif Billah Asy-Syaikh [[Muhammad Al-Khawajiki Al-Amkani As-Samarqandi]] q.s
# Al-’Arif Billah Asy-Syaikh [[:en:Khwaja_Baqi_Billah|Muayyiduddin Muhammad Al-Baqi Billah]] q.s
# Al-’Arif Billah Asy-Syaikh Imam Ar Rabbani Al Mujaddid Al Fassami [[:en:Ahmad_Sirhindi|Ahmad Al Faruqy As Sirhindy]] q.s
# Al-’Arif Billah As-Syaikh [[Muhammad  Ma'shum]] bin Ahmad  Al Faruqy q.s
# Al-’Arif Billah As-Syaikh [[Muhammad Syaifuddin bin Muhammad Ma'shum]] q.s
# Al-’Arif Billah As-Syaikh Asy-Syarif [[Nur Muhammad Al-Badwany]] q.s
# Al-’Arif Billah Asy-Syaikh [[:en:Mirza_Mazhar_Jan-e-Janaan|Syamsuddin Habibullah Jan Janan Muzhhar]] Al-'Alawy q.s
# Al-’Arif Billah Asy-Syaikh [[:en:Ghulam_Ali_Dehlavi|Abdullah Ad-Dahlawy Al-'Alawy]] q.s
# Al-’Arif Billah Asy-Syaikh Dhiyauddin [[:en:Khâlid-i_Baghdâdî|Khalid Al-Utsmani Al-Baghdady Al-Kurdi]] q.s
# Al-’Arif Billah Asy-Syaikh [[Abdullah Al-Affandi Al-Makky]] q.s
# Al-’Arif Billah Asy-Syaikh [[Sulaiman Affandy Al-Qarimi]] q.s
# Al-’Arif Billah Asy-Syaikh [[Ismail Al-Burusy]] q.s
# Al-’Arif Billah Asy-Syaikh [[Sulaiman Az-Zuhdi]] q.s
# Al-’Arif Billah Asy-Syaikh [[Ali Ridha]] q.s
 
 
Dari [[Mursyid]] Al-’Arif Billah Asy-Syaikh [[Ali Ridha]] q.s inilah yang kemudian banyak ulama' Indonesia mendapatkan Ijazah Mursyid darinya untuk menyebarkan ajaran Thoriqoh Naqsyabandiyah di tanah air.
 
== Silsilah Thoriqoh Qodiriyah wa Naqsyabandiyah ==
Silsilah [[Mursyid]] Thoriqoh Qodiriyah wa [[Naqsyabandiyah]] dengan silsilah sebagai berikut :
 
== Pranala luar ==
 
* [http://www.youtube.com/watch?v=Kly8a-kB19U Shaykh Said Afandi al-Chirkawi]
* [http://www.naqshabandiyyah.blogspot.com] Shaikh Dr Hj Jahid bin Hj Sidek al-Khalidi an-Naqsyabandi
* [http://www.naqsyabandie.org/ Tarikat Naqsyabandiyah Al Khalidiyah]
* [http://www.syaechudiniyah-bogor.com/ Tarikat Naqsyabandiyah]
* [http://www.baitulamin.org/ Surau Baitul Amin - Bojongsari Depok]
* [http://www.youtube.com/watch?v=DfyDyydQziM/ Hadrat Syaikh Muhammad Irfa'i Nahrawi An Naqsyabandie QS]
* Tanwirul Qulub. (buku Induk Thoriqoh Naqsyabandiyah). Karya Syekh Muhammad Amin al-Kurdi.
* Risalatul Qudsiyah
* Mukasyafatul Qulub
* Quthul Qulub
* Kitab al-Hikam.
 
[[Kategori:Tarekat|Naqsyabandiyah]]