Arsitektur Minangkabau: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Baris 139:
Masjid di Minangkabau hadir ketika masyarakat telah memiliki konsep arsitektur bangunan tradisonal. Oleh sebab itu, arsitektur masjid dipengaruhi oleh arsitektur rumah adat Minangkabau. Menurut [[Sudarman]] dari [[Universitas Islam Negeri Imam Bonjol]], pengaruh rumah gadang terhadap masjid sangat dominan.{{sfn|Sudarman|2014|pp=3}}{{sfn|Syafwandi|1993|pp=34}} Hal ini ditandai dari bentuk atap yang melengkung dan curam, lantai yang berkolong, bangunan yang ditopang oleh banyak tiang, dan ragam hias yang dipergunakan untuk menghais dinding. Arsitektur masjid yang memakai bentuk-bentuk setempat disebut sebagai vernakular. Di antara masjid yang memakai arsitektur vernakular Minangkabau seperti: [[Masjid Jamik Taluak Bukittinggi|Masjid Taluak]], [[Masjid Asasi Padang Panjang|Masjid Asasi]], [[Masjid Bingkudu]], [[Masjid Tuo Kayu Jao]], dan [[Masjid Tuo Koto Nan Ampek]]. Ada beberapa masjid yang puncak atapnya dihias dengan gonjong, seperti: [[Surau Lubuk Bauk]], [[Masjid Rao Rao]], dan [[Masjid Raya Koto Baru]].{{sfn|Yulianto Sumalyo|2000|pp=478}}
 
Untuk tujuan yang sama, bangunan masjid-masjid di Minangkabau dibuat mengadopsi aspek-aspek bangunan rumah gadang. Masjid-masjid tradisional di Minangkabau seluruhnya mempergunakan tiang sebagai penyangga utama. Seperti rumah gadang, ada tiang yang dikenal sebagai tonggak tuo atau tiang macu.{{sfn|Syafwandi|1993|pp=34}}{{sfn|Sudarman|2014|pp=50}} Adapun fitur tambahan dari masjid yakni menara. Menara pada masjid-masjid kuno Minangkabau diperkenalkan pada awal abad ke-19 oleh sejumlah reformis lslam yang dikenal sebagai [[Kaum Padri]].{{sfn|P. Nas & Martien de Vletter|2009|pp=68}}
 
== Rangkiang ==