Kerajaan Indragiri: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Kesultanan Indragiri
Tag: Dikembalikan VisualEditor mengosongkan halaman [ * ]
k Bot: Perubahan kosmetika
Tag: Dikembalikan PAWS [1.2]
Baris 40:
Pada masa Sultan Hasanuddin (1735-1765), terdapat pembagian wilayah kekuasaan Kesultanan Indragiri, meliputi: (1) Daerah Cenaku, terdiri atas 3 daerah perbatinan, meliputi Pungkil, Pulau Serojan, dan Sanglap; (2) Daerah Gangsal, terdiri dari Nan Tua Riye Belimbing, Riye Tanjung, dan Pemuncak di Rantau Langsat; (3) Daerah Tiga Balai, terdiri dari Dian Cacar, Parit, dan Perigi; (4) Daerah Batin nan Enam Suku, meliputi Igal, Mandah, Pelanduk, Bantaian, Pulau Palas, serta Batang Tuaka; (4) Daerah Kuantan, mencakup Cerenti Tanah Kerajaan, Ujung Tanah Minangkabau, sdan Kerajaan Tua Gadis (Yusuf & Amin, ''et.al.,'' 1994:86-87).
 
Tanggal 27 September 1938, disepakatilah ''Tractaat van Vrindchaap'' (perjanjian perdamaian dan persahabatan) antara Kesultanan Indragiri dengan pemerintah kolonial Hindia Belanda yang menghasilkan keputusan bahwa Kesultanan Indragiri menjadi ''Zelfbestuur'' (semacam daerah otonomi) dan berdasarkan ketentuan tersebut akan ditempatkan seorang ''controlleur'' (pengawas dari pemerintah kolonial) wilayah Indragiri Hilir yang membawahi 6 daerah yang berupa wilayah keamiran, yaitu antara lain: Amir Tembilahan di Tembilahan, Amir Batang Tuaka di Sungai Luar, Amir Tempuling di Sungai Salak, Amir Mandah dan Gaung di Khairiah Mandah, Amir Enok di Enok, serta Amir Reteh di Kotabaru (''www.inhilkab.go.id'').
 
Sejak 31 Maret 1942, tentara Jepang berhasil masuk Indragiri melalui Singapura terus ke Rengat. Tanggal 2 April 1942 Jepang menerima penyerahan tanpa syarat dari pihak Belanda atas Indragiri. Pada masa pendudukan Jepang ini, Indragiri Hilir dikepalai oleh seorang ''Cun Cho'' yang berkedudukan di Tembilahan dengan membawahi 5 ''Ku Cho'', yaitu: ''Ku Cho'' Tembilahan dan Tempuling di Tembilahan, ''Ku Cho'' Sungai Luar, ''Ku Cho'' Enok, ''Ku Cho'' Reteh, dan ''Ku Cho'' Mandah. Sebelum tentara Jepang mendarat di Indragiri, telah dikumandangkan lagu ''Indonesia Raya'' yang dipelopori oleh Ibnu Abbas. Pemerintahan Jepang di Indragiri bertahan sampai bulan Oktober 1945, yakni lebih kurang selama 3,5 tahun (''www.inhilkab.go.id'').
Baris 61:
1.    ''Struktur Pemerintahan Berdasarkan Lembaga Undang-Undang Adat,'' yang terdiri dari ''Beraja nan Berdua'', meliputi: (1) Yang Dipertuan Besar Sultan; (2) Yang Dipertuan Muda, dan ''Berdatuk nan Berdua'' yang meliputi: (1) Datuk Temenggung; (2) Datuk Bendahara.
 
2.    ''Menteri nan Delapan,'' yaitu Menteri-menteri Kesultanan Indragiri atau sebagai Pembantu Datuk Bendahara, berjumlah delapan orang, antara lain: Sri Paduka, Bentara, Bentara Luar, Bentara Dalam, Majalela, Panglima Dalam, Sida-Sida, dan Panglima Muda.
 
3.    Datuk Patih, aja di Padang daerah pedalaman Suku Talang Mamak
Baris 71:
6.    ''Kepala Pucuk Rantau,'' mencakup (1) Tun Tahir di Lubuk Ramo; (2) Datuk Bendahara di sebelah kanan; serta (3) Datuk Temenggung di sebelah kiri (H. Sultan Tengku Arief, 1991).
 
Selain itu, terdapat juga Peradilan Adat Kesultanan Indragiri yang mengurusi hukum pidana maupun perdata. Peradilan Adat Kesultanan Indragiri meliputi dua mahkamah. Pertama adalah Mahkamah Besar, dengan keanggotaan yang terdiri dari Yang Dipertuan Muda, Datuk Bendahara, dan beberapa anggota lain yang dipilih oleh Sultan Indragiri. Setiap keputusan Mahkamah Besar disampaikan oleh Datuk Bendahara kepada Sultan Indragiri.
 
Mahkamah kedua adalah Mahkamah Kecil yang mencakup wilayah di desa-desa di bawah kendali seorang Penghulu. Pada perkembangannya, Mahkamah Kecil ini kemudian dikepalai oleh Amir atau Camat pada masa sekarang. Di samping itu ada pula Hukum Pidana Adat yang dikuasai Raja dan Orang Banyak, serta Hukum Perdata mengenai Hukum Salo (damai), pengaduan tentang kerugian, dan batas putusan Penghulu (Yusuf & Amin, ''et.al.,'' 1994:87-88).
Baris 166:
 
== Kesultanan Indragiri Sekarang ==
Kesultanan Indragiri sekarang memiliki seorang Sultan yang bernama Tengku Parameswara SH yang merupakan seorang lulusan Fakultas Hukum Universitas Indonesia ("'''Sultan"'''). Sultan memiliki seorang istri bernama Andi Rika Deslyna yang merupakan keturunan Kerajaan Bugis Bone (kakek merupakan Raja Bone) dan seorang Putri bernama Tengku Aniska Sabila yang berprofesi sebagai seorang Pengacara Korporat/ Corporate Lawyer.
 
Kesultanan Indragiri aktif mengikuti berbagai kegiatan Keraton yang diadakan oleh seluruh keraton/kerajaan se Nusantara.
<br />
== Rujukan ==