Tsunami: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
HaEr48 (bicara | kontrib)
Samudera jadi Samudra
Baris 24:
Tsunami dapat dipicu oleh gangguan pada dasar laut yang menyebabkan perpindahan sejumlah besar air.{{sfn|Rinard Hinga|2015|pp=338–339}} Dalam proses kembalinya air yang terganggu ini menuju ekuilibrium atau keadaan tenang, suatu gelombang dapat terbentuk dan menyebar meninggalkan pusat gangguan, sehingga menyebabkan tsunami.{{sfn|Rinard Hinga|2015|p=339}} Peristiwa-peristiwa yang dapat menyebabkan perpindahan air seperti ini meliputi [[gempa bumi]] bawah laut, longsor yang terjadi di dasar laut, jatuhnya benda ke dalam air seperti letusan gunung, meteor, atau ledakan senjata.{{sfn|Ward|2011|pp=5–9}}{{sfn|Margaritondo|2005|p=402}}
 
Pemicu paling umum adalah gempa bumi yang mengakibatkan sekitar 80%–90% dari seluruh tsunami.{{sfn|Ward|2011|p=5}} Gempa yang paling berpotensi menimbulkan tsunami adalah gempa yang terjadi pada [[zona penunjaman]] (daerah pertemuan dua [[Tektonika lempeng|lempeng]] yang membenamkan salah satu lempeng tersebut) yang dangkal. Namun, tidak semua gempa seperti ini menyebabkan tsunami. Biasanya, hanya gempa berkekuatan di atas 7,0 [[skala magnitudo momen]] yang memiliki potensi ini. Semakin kuat suatu gempa, semakin besar pula peluang tsunami yang disebabkan oleh gempa tersebut.{{sfn|Rinard Hinga|2015|p=340}} Selain paling umum, tsunami seperti ini adalah satu-satunya yang dapat bertahan jauh (termasuk menyeberangi [[samuderasamudra]]) sehingga membahayakan daerah yang lebih luas.{{sfn|Dudley|Lee|1988|p=35}} [[Gempa bumi dan tsunami Samudra Hindia 2004|Tsunami Samudra Hindia 2004]] merupakan contoh tsunami seperti ini, dipicu oleh gempa bermagnitudo 9,1 dan merupakan tsunami paling mematikan dalam sejarah.{{sfn|Rinard Hinga|2015|p=340}}
 
[[Berkas:Longsor tsunami.png|jmpl|ka|upright=2|Longsor, baik yang terjadi di daratan (''gambar'') maupun di dasar laut, dapat memicu tsunami dengan "melemparkan" material seperti bebatuan ke lautan.]]
Baris 41:
| footer = Sebagian besar tsunami di bumi terjadi di [[Lingkaran Api Pasifik]] (kiri) dan [[Palung Sumatra]] (kanan).
}}
Rawan tidaknya suatu daerah terhadap tsunami ditentukan oleh ada tidaknya pemicu-pemicu di atas, terutama gempa bumi berkekuatan besar di lautan, yang merupakan penyebab tsunami paling umum. Hampir 80% dari tsunami di bumi terjadi di kawasan yang disebut [[Lingkaran Api Pasifik]], zona penunjaman di sekitar [[SamuderaSamudra Pasifik]] yang mengalami banyak gempa bumi besar. Lingkaran api (Inggris: ''ring of fire'') ini mencakup (searah jarum jam) [[Selandia Baru]], [[Papua Nugini]], [[Indonesia]], pantai timur Asia (terutama [[Filipina]] dan [[Jepang]]) sampai ke utara, lalu pantai barat Amerika Utara dan Selatan. Selain itu, kawasan [[Palung Sumatra]] yang berada di [[SamuderaSamudra Hindia]] lepas pantai barat dan selatan pulau Sumatra dan [[Jawa]], Indonesia, juga merupakan zona penunjaman yang rentan tsunami. Di luar dua kawasan ini, tsunami cukup jarang terjadi. Tercatat tsunami pernah terjadi di [[Makran|Pantai Makran]] (selatan [[Iran]] dan [[Pakistan]]), [[Laut Tengah]], serta pantai barat [[Portugal]].{{sfn|Gupta|Gahalaut|2014|p=5}}
 
== Rambatan gelombang tsunami ==
Baris 47:
Gangguan yang terjadi di tengah laut menyebar sebagai [[gelombang]]. Seperti gelombang pada umunya (termasuk gelombang air di kolam atau ombak di pantai), gelombang tsunami memiliki fase "bukit" dan "lembah", [[panjang gelombang]], [[frekuensi|periode]], dan [[kecepatan]].{{sfn|Ward|2011|p=2}} Namun gelombang tsunami memiliki perbedaan besar daripada gelombang ombak biasa. Tak seperti ombak biasa yang energinya berasal dari angin, gelombang tsunami bisa terus bertahan karena gaya [[gravitasi]] bumi yang menarik air untuk kembali ke kesetimbangannya.{{sfn|Margaritondo|2005|p=402}}{{sfn|Rinard Hinga|2015|p=338}} Perbedaan-perbedaan lain adalah dari sifatnya secara matematis. Panjang gelombangnya (jarak antara satu bukit ke bukit berikutnya) berkisar antara beberapa kilometer hingga ratusan kilometer. Ini jauh lebih besar dibandingkan ombak yang panjang gelombangnya sekitar 100 meter.{{sfn|Ward|2011|p=3}} Karena panjang gelombangnya ini, serta kecilnya amplitudo atau tinggi gelombang (umumnya 30–60 cm), gradien atau kemiringan air yang terbentuk sangatlah kecil, sehingga tidak terasa oleh kapal-kapal di laut lepas.{{sfn|Ward|2011|p=3}} Gelombang tsunami juga memiliki perioda yang jauh lebih besar (dapat mencapai 70–2000 detik) dibandingan ombak biasa (sekitar 10 detik). Hal ini berarti arus yang ditimbulkan tsunami bertahan jauh lebih lama.{{sfn|Ward|2011|p=2}}
 
[[Berkas:2004IndianOceanTsunami.jpg|jmpl|upright=1.35|Waktu tempuh sebelum tsunami mencapai suatu titik tergantung pada karakteristik dasar laut maupun jarak dari pusat tsunami. Contohnya, [[Tsunami SamuderaSamudra Hindia 2004]] (''gambar'') mulai menghantam Indonesia setelah 15 menit, [[Sri Lanka]] setelah 2 jam, dan [[Kenya]] setelah 9 jam.]]
Kecepatan gelombang tsunami (dapat mencapai 600–900 km/jam) juga amat besar dibandingkan ombak biasa (sekitar 50 km/jam). Namun ini hanyalah ''kecepatan rambatan gelombang'', dan bukan ''kecepatan partikel air''. Kecepatan partikel air jauh lebih rendah, umumnya di bawah 1 m/s (3,6 km/jam).{{sfn|Ward|2011|p=2}} Kecepatan ini kira-kira berbanding lurus dengan akar kuadrat dari kedalaman laut, sehingga tsunami bergerak lebih cepat di tengah samuderasamudra dibanding dekat pantai dangkal.{{sfn|U.S. Geological Survey|2016}} Karena itu, waktu tempuh sebelum tsunami mencapai suatu titik tergantung pada karakteristik dasar laut maupun jarak dari pusat tsunami. Contohnya, Tsunami SamuderaSamudra Hindia 2004 mulai menghantam Indonesia setelah 15 menit, [[Sri Lanka]] setelah 2 jam, dan [[Kenya]] (di sisi lain SamuderaSamudra Hindia) setelah 9 jam.{{sfn|Intergovernmental Oceanographic Commission|2012|p=5}}
 
Perbedaan lainnya antara tsunami dan ombak biasa adalah gelombang tsunami melibatkan air di seluruh area vertikal, baik bagian dalam dan dangkal. Tak seperti ombak biasa yang dalamnya jarang melebihi 20 m, gelombang tsunami mencapai dasar laut sehingga memiliki total energi yang jauh lebih besar. Saat merambat di laut dalam, gangguan yang terjadi di permukaan hanyalah sebagian kecil dari total energi yang dimiliki oleh tsunami tersebut.{{sfn|Rinard Hinga|2015|p=339}}
Baris 61:
 
== Mencapai daratan ==
Tsunami sering digambarkan secara ikonik sebagai dinding air raksasa yang bergerak menghantam daratan, seperti ombak yang ditunggangi [[selancar|peselancar]].{{sfn|Dudley|Lee|1988|p=38}} Fenomena ini memang terjadi, tetapi hanya pada tsunami-tsunami yang sangat besar, seperti pada Tsunami SamuderaSamudra Hindia 2004.{{sfn|U.S. Geological Survey|2016}} Pada sebagian besar kasus, tsunami tidak menyebabkan dinding air raksasa, tetapi terjadi dengan naiknya permukaan laut secara tiba-tiba (terkadang didahului surut).{{sfn|Rinard Hinga|2015|p=339}}{{sfn|U.S. Geological Survey|2016}} Air dapat naik dan surut selama berjam-jam, sesuai bukit dan lembah gelombang.{{sfn|Rinard Hinga|2015|p=340}} Tsunami yang mencapai daratan bukan hanya sebuah gelombang tetapi terdiri dari rangkaian gelombang yang memiliki amplitudo dan frekuensi berbeda dan dapat [[Interferensi|saling memperkuat]]. Saat ini, tidak mungkin memperkirakan jumlah puncak besar yang ada dalam suatu tsunami, atau puncak mana yang paling berbahaya. Karena itu, daerah pantai masih dianggap berbahaya walaupun beberapa gelombang besar telah lewat.{{sfn|Rinard Hinga|2015|p=340}}
 
[[Berkas:Tsunami run-up, height, and inundation.png|jmpl|Diagram yang menunjukkan ukuran yang berkaitan dengan besar tsunami, termasuk inundasi (''inundation'') dan kenaikan ('''run-up'').]]
Baris 77:
Selain deteksi dan perkiraan bahaya tsunami, efektivitas sistem peringatan dini juga tergantung kepada adanya rencana tindakan yang matang. Dalam rencana seperti ini, lembaga pemerintah terkait harus sudah mengenal dan terlatih dalam tindakan-tindakan yang perlu dilakukan, di antaranya menafsirkan sumber-sumber ilmiah maupun menyebarkan informasi dan instruksi kepada masyarakat melalui jalur komunikasi yang efektif. Karena rentang waktu sebelum datangnya tsunami bisa jadi sangat singkat, faktor kecepatan amat penting. Dengan adanya persiapan dan rencana yang matang, keputusan dan tindakan dapat diambil dengan lebih cepat.{{sfn|Intergovernmental Oceanographic Commission|2012|p=8}}
 
Upaya deteksi tsunami melalui pemantauan gempa bumi bermagnitudo besar telah dilakukan sekurangnya sejak awal 1900-an oleh vulkanolog Amerika Serikat [[Thomas A. Jaggar]] di [[Hawaii]].{{sfn|Rinard Hinga|2015|p=342}} Namun, metode peringatan pada awal abad ke-20 masih belum formal dan kurang efektif karena tidak akurat (sering mengeluarkan peringatan ketika sebenarnya tidak ada tsunami), dan tidak adanya jalur komunikasi resmi.{{sfn|Rinard Hinga|2015|p=342–343}} Pusat peringatan dini formal pertama adalah [[Pacific Tsunami Warning Center]] (PTWC), yang didirikan di Hawaii pada 1949, sebagai tanggapan atas tsunami yang diakibatkan oleh [[Gempa bumi Kepulauan Aleut 1946]].{{sfn|Rinard Hinga|2015|p=342}} Sejak 1965, negara-negara SamuderaSamudra Pasifik lainnya ikut berpartisipasi dalam sistem ini, dan kini telah beranggotakan 46 negara.{{sfn|Intergovernmental Oceanographic Commission|2012|p=7}} Selain PTWC, Amerika Serikat juga memiliki satu sistem lain yang disebut [[West Coast and Alaska Tsunami Warning Center]].{{sfn|Intergovernmental Oceanographic Commission|2012|p=7}} Setelah tsunami SamuderaSamudra Hindia 2004, negara-negara SamuderaSamudra Hindia membentuk [[Indian Ocean Tsunami Warning and Mitigation System]], lembaga kerja sama pemantauan dan penyebaran informasi risiko tsunami.{{sfn|Hettiarachchi|2018|p=1340}} Banyak negara di kawasan rentan tsunami memiliki lembaga yang bertugas mengatur sistem peringatan dini nasional, seperti [[Badan Meteorologi Jepang]] di Jepang, dan [[Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika]] (BMKG) di Indonesia.{{sfn|Intergovernmental Oceanographic Commission|2012|p=7}}{{sfn|Indian Ocean Tsunami Information Center|2018}}
 
=== Rancangan tahan tsunami ===