Darmasaba, Abiansemal, Badung: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
k Bot: Penggantian teks otomatis (-Pranala Luar +Pranala luar)
Vanarlan (bicara | kontrib)
Baris 17:
}}
 
'''Desa Darmasaba''' merupakan [[desa]] yang terdapat di wilayah [[Abiansemal, Badung|Kecamatan Abiansemal]], [[Kabupaten Badung]], [[Provinsi Bali]]. Desa Adat Darmasaba merupakan desa yang berada paling selatan dari wilayah Kecamatan Abiansemal. Berikut sekilas asal usul Desa Darmasaba
 
<br />
 
=== Sejarah Singkat Desa ===
Asal usul nama Darmasaba tertuang dalam Lontar Usaha Bali, seperti yang tertulis dalam Monografi Desa Darmasaba tahun 1980 silam, nama darmasaba berkaitan dengan keturunan danghyang Nirarta diceritakan, sang kawi-wiku asal Daha (Jawa Timur) itu memiliki cucu bernama Ida Pedanda Sakti Manuaba yang tinggal di Desa Kendran Tegalalang Gianyar.
 
Merasa tidak disenangi sang ayah, Ida Pandita Manuaba pergi mengembara bersama dua orang pengiringnya, pengembaraan sang pendeta sampai di Pura Sarin Buana di Jimbaran, saat mengadakan semadi tapa yoga ditempat ini sang pendeta melihat sinar api yang sangat jauh di  utara timbul keinginan beliau, Ida Pandita Manuaba untuk mengunjungi tempat itu, sampailah beliau di Pura Batan Bila, Peguyangan, disini Ida Pandita Manuaba singgah menghadap Ida Pandita Budha yang tinggal disana.
 
Selanjutnya kedua Pandita bersama-sama menuju arah utara dan singgah di Taman Ceng Ana, sebuah taman milik Arya Lanang Blusung. Ditempat ini kedua Pandita bersama-sama melaksanakan Tapa Yoga Semadi dan menetap sementara waktu. Kedatangan kedua Pandita ini didengar oleh Bendesa Aban, sang Bendasa pun menghadap kedua pandita, namun karena tidak berani menghadap lengsung, Bendesa Aban hanya memperhatikan dari kejauhan secara seksama, dalam bahasa bali, memperhatikan dari jarak jauh berarti "Nenjo" sehingga tempat itu dikenal sebagai "Peninjoan" yang sekarang menjadi nama banjar.
 
Setelah mendapat petunjuk barulah Bendesa Aban menghadap kedua pendeta itu. Setelah itu Ida Pandita Manuaba dan Ida Pandita Budha kembali melanjutkan perjalanan dan bertemu dengan seorang bendasa, dan tempat itu kini dinamai Menesa sampai sekarang menjadi nama banjar.  
 
Melalui Bendesa ini diadakan pendekatan untuk datang ke sebuah pura yang saat Ida Pandita bertapa semedi di Pura sarin Buana di Jimbaran keliatan Sinar Api yang sangat terang dan begitu besar serta agungnya. Tempat pura yang terdapat sinar tersebut kini disebut Pura Hyang Api yang terletak di wilayah Banjar Menesa.
 
Kedua Pandita dan Ki Bendesa mengadakan pertemuan di Pura Budha Manis, sebuah pura yang dibangun oleh Kebo Iwa, untuk mengingatkan bahwa tempat itu pernah dilaksanakan pertemuan penting untuk membicarakan ke dharmaan (kesucian) kemudian tempat itu diberi nama Darmasaba (dharma-kesucian dan Sabha- pertemuan), usai pertemuan itu, Bendesa Aban mohon pamit pulang, karena hari sudah sore Ki Bendesa Aban mempercepat perjalanan, dalam Bahasa Bali mempercepat jalan itu disebut "Cabe" dan selanjutnya dipakai nama Banjar Cabe sampai saat ini.
 
Berselang beberapa lama, Desa Aban yang diperintah oleh Ki Bendesa Aban diserang malapetaka yaitu serangan binatang semut, sehingga masyarakatnya banyak yang meninggalkan desanya, sebagian masyarakat ada yang tinggal di daerah perkebunan disebelah selatan Desa Aban, dan lama kelamaan mereka menetap disana, dan tempat baru itu diberi nama "Tegal" dan selanjutnya dijadikan sebutan sebuah Desa Adat yakni Desa Adat Tegal.
 
Dari sejarah kepemimpinan Desa Darmasaba, Perbekel sejak zaman penjajahan telah beberapa kali mengalami pergantian Perbekel dengan sebutan sesuai zaman serta peraturan yang mengaturnya dan kesemua pemimpin desa tersebut telah melaksanakan tugas, fungsi, wewenang, dan tanggung jawabnya untuk membangun desa sesuai kondisi yang ada pada saat itu.
 
== Referensi ==