Hamka: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
OrophinBot (bicara | kontrib)
Baris 229:
 
=== Citra ===
Hamka dikenal sebagai seorang humanis yang rendah hati, membawa khutbah dan pidato yang memikat. Ceramah-ceramahnya dengan pilihan kalimat-kalimat yang santun telah mengikat perhatian umat di berbagai pelosok dearah. [[Abdurrahman Wahid]] menulis, penyampaian Hamka dalam masalah keagamaan "sangat menawan" dan "menghanyutkan".{{sfn|Wahid|1996|pp=19-51}} Penulis Malaysia [[:ms:Muhammad Uthman El Muhammady|Muhammad Uthman El Muhammady]] mencatat, Hamka sebagaimerupakan pemikir yang berpegang teguh pada pendapat yang diyakininya, tetapi "mengutarakan argumennya dengan gaya yang elegan". Ia mengutamakan silaturahmi ketimbang meributkan perbedaan tak berprinsip. Shobahussurur dari [[Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta|Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta]] mengutip bagaimana penerimaan Hamka terhadap perbedaan paham dalam perkara cabang agama. Ketika [[Abdullah Syafi'i|Abdullah Syafii]] hendak menyampaikan khutbah di Masjid Agung Al-Azhar, Hamka mempersilakan azan di masjid itu dilakukan dua kali sebagaimana tradisi di kalangan [[Nahdatul Ulama]] (NU). Dalam perjalanan di kapal bersama [[Idham Chalid|Idham Cholid]] yang [[Daftar Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama|Ketua PBNU]], Hamka mengimami salat Subuh dengan membaca [[Qunut|doa qunut]] karena jemaah di belakangnya adalah Idham Cholid. Pada Ramadhan pertama setelah Masjid Al-Azhar dibuka, Hamka terlebih dulu menanyakan pilihan jemaah untuk shalat Tarawih dan Witir apakah 11 atau 23 rakaat.
 
Menurut putra ke-5 Hamka, [[Irfan Hamka|Irfan]], Hamka berusaha menghindari konflik dengan siapapun.{{sfn|Irfan|2013|pp=253}} Namun, dalam masalah aqidah, "Ayah memang tidak pernah bisa berkompromi. Tapi dalam masalah-masalah lain, Ayah sangat toleran."{{sfn|Irfan|2013|pp=254}} Selain memilih mengundurkan diri sebagai Ketua MUI dibandingkan mencabut fatwa keharaman merayakan Natal bagi umat Islam sebagaimana tuntutan pemerintah, Hamka menolak menghadiri pertemuan ramah-tamah dengan [[Paus Paulus VI]] ketika berkunjung ke Indonesia pada 3–4 Desember 1970. "Bagaimana saya bisa bersilaturahmi..., sedangkan umat Islam dengan berbagai cara, bujukan dan rayuan, uang, beras, dimurtadkan oleh perintahnya?"{{sic}}{{sfn|Irfan|2013|pp=253}} Meskipun demikian, menurut Irfan pula, Hamka masih mengucapkan selamat Natal kepada dua tetangga Kristen-nya yang bernama Ong Liong Sikh dan Reneker saat tinggal di [[Kebayoran Baru]].<ref>[http://nasional.republika.co.id/berita/nasional/umum/14/12/23/nh0yp6-irfan-hamka-buya-ucapkan-selamat-natal Irfan Hamka: Buya Ucapkan Selamat Natal] - Republika</ref>