Koto Gadang, IV Koto, Agam: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
k Bot: Perubahan kosmetika
OrophinBot (bicara | kontrib)
Baris 1:
{{nagari
|nama=Koto Gadang
|provinsi=SumateraSumatra Barat
|dati2=Kabupaten
|nama dati2=Agam
Baris 12:
[[Berkas:Tembok Gadang Koto Gadang.JPG|ka|jmpl|279px|Tembok Gadang di Koto Gadang]]
 
'''Koto Gadang''' adalah sebuah [[nagari]] (setingkat desa) di Kecamatan [[IV Koto, Agam|IV Koto]], [[Kabupaten Agam]], Provinsi [[SumateraSumatra Barat]], [[Indonesia]]. Nagari ini terkenal sebagai penghasil kerajinan [[perak]] dan melahirkan banyak tokoh-tokoh tingkat nasional bahkan internasional, seperti [[Ahmad Khatib Al-Minangkabawi|Syekh Ahmad Khatib Al-Minangkabawi]], [[Sutan Syahrir|Soetan Sjahrir]], [[Agus Salim|Haji Agus Salim]], [[Rais Abin|Jenderal Rais Abin]], [[Rohana Kudus]], dan banyak tokoh lainnya.
 
== Geografi ==
Baris 94:
Koto Gadang merupakan nagari/desa yang paling banyak melahirkan sarjana di Indonesia. Sejak zaman penjajahan hingga sekarang, keluarga-keluarga di Koto Gadang tetap mengutamakan pendidikan kepada anggota keluarganya. Kalau masyarakat daerah lain di Minangkabau merantau umumnya untuk berdagang, maka masyarakat Koto Gadang merantau untuk menuntut ilmu pengetahuan.<ref>Azizah Etek, Mursjid A.M., Arfan B.R. [http://books.google.co.id/books?id=kv-EnDIbe8sC&pg=PR5&lpg=PR5&dq=koto+gadang+masa+kolonial&source=bl&ots=eLdJwrKZc-&sig=NHUgfx6mvYnt1tC1fv_GNw5IWkY&hl=id&sa=X&ei=oB8jU82QJeeoiAfTj4DQBA&redir_esc=y#v=onepage&q=koto%20gadang%20masa%20kolonial&f=false "Koto Gadang Masa Kolonial"] ''PT LKiS Pelangi Aksara'', 2007.</ref>
 
Tahun 1856, dari 28 Sekolah Desa dengan masa belajar tiga tahun yang berdiri di berbagai nagari di SumateraSumatra Barat, satu terdapat di nagari Koto Gadang. Menurut laporan Steinmetz, sejak didirikan, ada 416 murid Sekolah Desa. Namun hanya 75 orang yang selesai. Selebihnya putus di tengah jalan, karena menikah atau lantaran berbagai sebab lain. Steinmetz menilai, kemajuan paling pesat tampak pada anak-anak Agam terutama dari Koto Gadang yang rajin dan cerdas.
 
Kesadaran menuntut ilmu di Koto Gadang dimulai di awal abad-20 ketika pembaharuan dimasukkan oleh laras Koto Gadang, [[Jahja Datoek Kajo]] (bertugas dari tahun 1894-1914) yang meramalkan bahwa hanya melalui pendidikan, corak kehidupan dapat didatangkan ke Koto Gadang. Dengan perencanaan yang sistematis dan dengan sistem kepemimpinan yang kharismatik, Jahja Datoek Kajo mendorong setiap anak lelaki dan perempuan pergi ke sekolah. Sekolah untuk anak laki-laki didirikan pada tahun 1900, dan pada tahun 1912 didirikan pula sekolah yang terpisah untuk anak-anak gadis Koto Gadang. Sebuah badan tersendiri yang dinamai ''studiefonds'' (dana pelajar) didirikan untuk mengumpulkan dana dari orang kampung guna mengirim anak-anaknya melanjutkan studi di [[Jawa]], dan bahkan di [[Belanda|negeri Belanda]].
 
Besarnya semangat belajar anak-anak Koto Gadang, maka pada awal dekade 1900-an, negeri ini dikenal sebagai tempat kelahiran para pekerja birokrasi Belanda, seperti jaksa, hakim, guru, pegawai pajak, yang meliputi daerah tugas SumateraSumatra, Kalimantan, dan Batavia. Menurut suatu laporan, pada 1915, diperkirakan 165 lelaki dari Koto Gadang bekerja sebagai pegawai pemerintahan Belanda. Hampir separuh (79 orang) bekerja di luar wilayah Minangkabau. Sebanyak 72 orang di antaranya lancar berbahasa Belanda, sebagai suatu bukti mereka berpendidikan baik.<ref>Saur Hutabarat, Orang Minang dalam Elite Indonesia, Majalah Tempo, 12 Juli 1986</ref>
 
Menurut laporan "Soeara Kemadjuan Kota Gedang" (1916), demi kepentingan pendidikan, para orang tua yang waktu itu berpenghasilan rata-rata 15 gulden per bulan, sanggup membayar uang sekolah anaknya yang mencapai 5 gulden per bulan. Sebelum ada [[HIS|Hollands Inlandsche School (HIS)]], Sekolah Dasar tujuh tahun dengan bahasa pengantar Belanda, dan [[MULO|Meer Uitgebreid Lager Onderwojs (MULO)]] berdiri awal tahun 1900, sudah banyak anak Minang bersekolah ke [[STOVIA]], sekolah tinggi kedokteran di Jakarta, atau NIAS di Surabaya, terutama anak-anak Koto Gadang. Menurut data pada tahun 1926, dokter lulusan STOVIA asal Minang berjumlah 32 orang. Dan 16 tahun kemudian lompatan segera terjadi. Dimana pada tahun 1942, sejumlah 40 siswa asal Koto Gadang lulus dari STOVIA. Angka ini hanya mencakup satu kanagarian saja di ranah Minang, dan belum termasuk nagari-nagari lainnya.
Baris 195:
* Rumah Sakit Dr. Sjaiful Anwar, RSUP Malang, Jawa Timur
* Rumah Sakit Tentara Dr. Asmir, RST Salatiga, Jawa Tengah
* Rumah Sakit Tentara Dr. Nusmir, RST Baturaja, SumateraSumatra Selatan
* Rumah Sakit Jiwa Dr. Marzuki Mahdi, RSJ Cilendek, Bogor, Jawa Barat
* Rumah Sakit TNI Angkatan Laut Dr. Azhar Zahir, Manokwari, Papua
Baris 248:
{{commonscat|Koto Gadang}}
 
[[Kategori:SumateraSumatra Barat]]