Abdul Haris Nasution: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Huda Mahardhika (bicara | kontrib)
Tidak ada ringkasan suntingan
Tag: VisualEditor Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler
OrophinBot (bicara | kontrib)
Baris 19:
|successor2 = [[M. Sarbini|Sarbini]]
|birth_date = {{birth date|1918|12|3}}
|birth_place = {{flagicon|Belanda}} [[Kotanopan]], [[Mandailing Natal]], [[SumateraSumatra Utara]], [[Hindia Belanda]]
|death_date = {{death date and age|2000|9|5|1918|12|3}}
|death_place = {{flagicon|Indonesia}} [[Jakarta]], [[Indonesia]]
Baris 41:
|laterwork =
}}
[[Jenderal Besar]] [[TNI]] ([[Purnawirawan|Purn.]]) '''Abdul Haris Nasution''' ({{lahirmati|[[Kotanopan, Mandailing Natal|Kotanopan]], [[SumateraSumatra Utara]]|3|12|1918|[[Jakarta]]|6|9|2000}}) adalah seorang [[pahlawan nasional Indonesia]]<ref>[http://www.depsos.go.id/modules.php?name=Pahlawan&opsi=mulai-2 Daftar Nama Pahlawan Nasional Republik Indonesia]'', Departemen Sosial RI Online, [[Januari]] [[2010]]. Diakses 26 Agustus 2012.</ref> yang merupakan salah satu tokoh yang menjadi sasaran dalam peristiwa [[Gerakan 30 September]], namun yang menjadi korban adalah putrinya [[Ade Irma Suryani Nasution]] dan ajudannya, [[Lettu]] [[Pierre Tendean]].
 
Nasution merupakan konseptor [[Dwifungsi ABRI]] yang disampaikan pada tahun [[1958]] yang kemudian diadopsi selama pemerintahan [[Soeharto]]. Konsep dasar yang ditawarkan tersebut merupakan jalan agar ABRI tidak harus berada di bawah kendali [[sipil]], namun pada saat yang sama, tidak boleh mendominasi sehingga menjadi sebuah [[junta militer|kediktatoran militer]].<ref name="Sumbogo 1997-03-08" />
Baris 48:
 
== Kehidupan awal ==
Nasution dilahirkan di Desa Hutapungkut, [[Kotanopan]], [[Kabupaten Mandailing Natal]], [[SumateraSumatra Utara]],<ref name="Bachtiar 1998 p220" /> dari keluarga [[Batak]] [[Muslim]].<ref name="Conboy &amp; Morrison 1999 p3" /> Ia adalah anak kedua dan juga merupakan putra tertua dalam keluarganya. Ayahnya adalah seorang pedagang yang menjual tekstil, karet dan kopi, dan merupakan anggota dari organisasi [[Sarekat Islam]]. Ayahnya, yang sangat religius, ingin anaknya untuk belajar di sekolah agama, sementara ibunya ingin dia belajar kedokteran di [[Batavia]]. Namun, setelah lulus dari sekolah pada tahun 1932, Nasution menerima beasiswa untuk belajar mengajar di [[Bukit Tinggi]].
 
Pada tahun 1935 Nasution pindah ke [[Bandung]] untuk melanjutkan studi, di sana ia tinggal selama tiga tahun. Keinginannya untuk menjadi guru secara bertahap memudar saat minatnya dalam politik tumbuh. Dia diam-diam membeli buku yang ditulis oleh [[Soekarno]] dan membacanya dengan teman-temannya. Setelah lulus pada tahun 1937, Nasution kembali ke SumateraSumatra dan mengajar di [[Bengkulu]], ia tinggal di dekat rumah pengasingan Soekarno. Dia kadang-kadang berbicara dengan Soekarno, dan mendengarnya berpidato. Setahun kemudian Nasution pindah ke [[Tanjung Raja, Ogan Ilir|Tanjung Raja]], dekat [[Palembang]], di mana ia melanjutkan mengajar, namun ia menjadi lebih dan lebih tertarik pada politik dan militer.{{sfn|Prsetyo|Hadad|1998|pp=21–34}}
 
Pada tahun 1940, [[Jerman Nazi]] [[Belanda dalam Perang Dunia II|menduduki Belanda]] dan pemerintah kolonial [[Belanda]] membentuk korps perwira cadangan yang menerima orang Indonesia. Nasution kemudian bergabung, karena ini adalah satu-satunya cara untuk mendapatkan pelatihan militer. Seiring dengan beberapa orang Indonesia lainnya, ia dikirim ke Akademi Militer Bandung untuk pelatihan. Pada bulan September 1940 ia dipromosikan menjadi kopral, tiga bulan kemudian menjadi [[sersan]]. Dia kemudian menjadi seorang [[perwira]] di [[Koninklijk Nederlands-Indische Leger]] (KNIL).<ref name="Keegan 1979 p314" /> Pada tahun 1942 Jepang [[Sejarah Nusantara (1942-1945)|menyerbu dan menduduki]] Indonesia. Pada saat itu, Nasution di [[Surabaya]], ia ditempatkan di sana untuk mempertahankan pelabuhan. Nasution kemudian menemukan jalan kembali ke Bandung dan bersembunyi, karena ia takut ditangkap oleh [[Jepang]]. Namun, ia kemudian membantu milisi [[PETA]] yang dibentuk oleh penjajah Jepang dengan membawa pesan, tetapi tidak benar-benar menjadi anggota.{{sfn|Prsetyo|Hadad|1998|pp=35–41}}
Baris 68:
Pada 30 September, Madiun diambil alih oleh pasukan republik dari [[Divisi Siliwangi]]. Ribuan anggota partai komunis tewas dan 36.000 lainnya dipenjara. Di antara yang terbunuh adalah [[Musso]] pada 31 Oktober, diduga ia terbunuh ketika mencoba melarikan diri dari penjara. Pemimpin PKI lainnya seperti [[DN Aidit]] pergi ke pengasingan di Cina.
 
Pada 19 Desember 1948, Belanda melancarkan serangan sukses di Yogyakarta dan kemudian mendudukinya. Nasution, bersama-sama dengan TKR dan para komandan lainnya, mundur ke pedesaan untuk melawan dengan taktik perang gerilya. Presiden [[Soekarno]] dan Wakil Presiden [[Mohammad Hatta]] ditawan Belanda, [[Pemerintahan Darurat Republik Indonesia]] (PDRI) didirikan di [[SumateraSumatra]]. Dalam pemerintahan sementara ini, Nasution diberikan posisi Komandan Angkatan Darat dan Teritorial Jawa. Setelah pengakuan Belanda atas kemerdekaan Indonesia, PDRI mngembalikan kekuasaan kepada Soekarno dan Hatta, dan Nasution kembali ke posisinya sebagai Wakil Panglima Soedirman.
 
== Era Demokrasi Parlementer ==
Baris 98:
 
=== Pemberontakan PRRI ===
Pada akhir 1956, ada tuntutan dari panglima daerah di SumateraSumatra untuk otonomi yang lebih di provinsi-provinsi mereka. Ketika tuntutan ini tidak dipenuhi oleh pemerintah pusat, pasukan mulai memberontak, dan pada awal 1957, telah tegas mengambil alih pemerintahan di SumateraSumatra. Kemudian, pada tanggal 15 Februari 1958, Letkol [[Ahmad Husein]] menyatakan pembentukan [[Pemerintahan Revolusioner Republik Indonesia]] (PRRI). Hal ini mendorong pemerintah pusat untuk menggelar pasukan.
 
Sebagai Kepala Staf Angkatan Darat, Nasution biasanya telah terlibat dalam memobilisasi pasukan ke SumateraSumatra. Namun, kali ini Kolonel [[Ahmad Yani]] yang ditugaskan memimpin pasukan kesana dan berhasil menumpas pemberontakan.
 
=== Kembali ke UUD 1945 ===