Moewardi: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Membatalkan 1 suntingan oleh 114.124.132.241 (bicara). (Twinkle✨)
Tag: Pembatalan
OrophinBot (bicara | kontrib)
Baris 46:
Pada waktu dia hendak diangkat menjadi kepala pasukan kepanduan dia menolak mengucapkan sumpah setia terhadap Raja Belanda. Peristiwa keluar dari NIPV itu terjadi tahun 1925. Selain aktif di gerakan kepanduan Muwardi juga aktif dalam Jong Java, karena kecerdasannya dan kecintaanya pada dunia jurnalistik pada tahun 1922 Muwardi mendapat kepercayaan untuk memimpin Redaksi Majalah Jong-Java bersama adiknya, yaitu Sutojo. Kemudian tahun 1925 Muwardi dipercaya sebagai Ketua Jong-Java Cabang Jakarta. Dan terpilih sebagai salah satu utusan Jong Java pada Kongres Pemuda Nasional di Jakarta. Muwardi termasuk yang ikut mengikrarkan Sumpah Pemuda pada 28 Oktober 1928.
 
Karena sumpah itu maka Jong Java dalam kongresnya pada bulan Desember 1928 dapat menerima fusi atau peleburan dengan organisasi kepemudaan lainnya. Peleburan Jong Java bersama dengan perkumpulan-perkumpulan pemuda lain di Indonesia, seperti Jong SumateraSumatra, Jong Ambon, Jong Minahasa, Sekar Rukun (Sunda), Sangkoro Mudo (Jawa) menjadi Indonesia Muda (I.M) yang berdasarkan kebangsaan.
 
Jong Java mempunyai organisasi kepanduan yang bernama Jong Java Padvinderij (JJP), Muwardi adalah pemimpin dari JJP dan memimpin Redaksi Majalah Pandu, hingga akhirnya pada tahun 1925 Muwardi berinisiatif untuk mengubah nama Jong Java Padvinderij menjadi Pandu Kebangsaan. Yang sangat membuat kagum adalah inisiatif pribadi Muwardi untuk mengubah nama Padvinderij menjadi Kepanduan adalah jauh sebelum Bapak Haji Agus Salim menganjurkan pemakaian istilah “Pandu” dan “Kepanduan” untuk menggantikan kata “Padvinder” dan “Padvinderij”, sebab istilah tersebut dilarang oleh N.I.P.V. yang merasa sebagai organisasi resmi kepanduan pada masa itu. Pada tahun 1926
Baris 56:
Untuk menjaga keutuhan persaudaraan maka diambil jalan tengah dengan membentuk dua panitia, dengan tugas mempelajari penyelenggaraan dan rencana pelaksanaannya, bagi kepanduan yang berdasar pada asas kebangsaan semata-mata dan lainnya dengan yang mengutamakan dasar-dasar agama. Muwardi sebagai pimpinan Pandu Kebangsaan atau Jong Java Padvinderij saat berkemah dan berkongres di Solo (1929) menghendaki agar Pandu Kebangsaan dapat berfusi dengan organisasi kepanduan lainnya.
 
Gagasan itu berdasarkan prinsip Muwardi bahwa “pandu yang satu adalah saudara pandu yang lainnya. Oleh karena itu, seluruh pandu harus menjadi satu.”. Setelah diadakan perundingan, dicapailah kesepakatan bahwa Pandu Kebangsaan, Pandu SumateraSumatra (PPS), dan Indoneisch Nationale Padvinders Organisatie (INPO) untuk melebur menjadi satu organisasi kepanduan dengan nama Kepanduan Bangsa Indonesia (KBI) pada 13 September 1930. Di organisasi tersebut Muwardi duduk sebagai Komisaris Besar Kepanduan Bangsa Indonesia.
 
Patut dicatat adalah Umar Wirahadikusuma adalah anggota KBI semasa sekolah di tingkat ELS, dan kebetulan pada 18 September 1948 menjabat sebagai Pimpinan Batalyon IV Divisi Siliwangi dari Brigade Sadikin bermarkas di Colomandu dan turut memberantas PKI saat itu. Setelah mengadakan kongresnya yang pertama di Ambarwinangun, Yogyakarta pada akhir Desember 1930. Pucuk pimpinan dijabat oleh Soewardjo Tirtosoepono dan Muwardi, masing-masing sebagai Ketua Pengurus Besar dan Komisaris Besar. Kongres itu juga terkenal sebagai Jambore Nasional KBI I dikunjungi oleh 2/3 dari 57 cabang yang tersebar di Jawa, Bali, Madura dan SumateraSumatra.
 
Pembicaraan dalam kongres itu dititik beratkan pada perumusan yang sudah ada berasal dari ketiga kepanduan yang telah menjadi satu untuk dipakai pedoman kerja KBI sampai ada ketetapan dari kongres. Menjelang berakhirnya Jambore tiba-tiba pada waktu itu, di sekitar daerah Muntilan dekat Yogyakarta ditimpa bencana alam dengan meletusnya Gunung Merapi.