Suku Balantak: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Aulli.r (bicara | kontrib)
Tidak ada ringkasan suntingan
k Bot: Perubahan kosmetika
Baris 5:
Masyarakat Balantak bertumpu pada sektor pertanian sebagai mata pencaharian utamanya. Kelompok ini menanam padi di lahan dengan sistem padang, bakar dan berpindah-pindah serta menanam ubi dan mengandalkan komoditas kelapa. Selain itu ada pula kegiatan meramu hasil hutan serta berburu ikan dan hewan liar sebagai pekerjaan di samping bertani.<ref name=":0" />
 
Di Kabupaten Banggai, Suku Balantak dianggap sebagai pendatang dari wilayah di luar daerah bersama dengan Suku Saluan. Adapun yang dianggap penduduk asli adalah Suku Banggai.<ref>{{Cite journal|date=2017-07-12|title=Suku Banggai|url=https://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Suku_Banggai&oldid=13043354|journal=Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas|language=id}}</ref> Sementara itu di Provinsi Sulawesi Tengah, Balantak menjadi satu dari 12 etnis atau suku bangsa yang mendiami wilayah tersebut. Kesebelas etnis atau suku bangsa selain Balantak yang ada yaitu Kali, Kulawi, Lore, Pamona, Mori, Bungku, Saluan, Banggai, Buol, dan Tolitolo.<ref name=":1">{{Cite web|url=http://www.sultengprov.go.id/profil-sulteng/sekilas-sulteng/65-tentang-propinsi-sulawesi-tengah|title=Tentang Propinsi Sulawesi Tengah|website=www.sultengprov.go.id|access-date=2019-03-10}}</ref>
 
Bagi orang Balantak, ada empat hal yang dianggap sebagai unsur paling penting dalam kebudayaannya. Keempat hal tersebut adalah martabat, kekeluargaan, keteraturan sosial, dan kemurahan hati. Dalam urusan kekeluargaan, masyarakat Balantak terbilang memiliki ikatan yang erat. Semangat gotong royong dalam kehidupan sehari-hari merupakan salah satu perwujudannya.<ref>Efendi, Sofjan B. Kambay, Abd. Rahmad Tiban, (2000), ''Struktur Sastra Lisan Balantak,'' Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Departemen Pendidikan Nasional</ref>
Baris 20:
Seperti telah disebutkan sebelumnya, kekeluargaan merupakan salah satu hal paling penting dalam kebudayaan masyarakat Balantak. Ikatan kekeluargaan dalam kebudayaan Balantak bersifat bilateral dengan keluarga-keluarga inti yang tergabung dalam kesatuan yang disebut bense. Sebanyak dua atau tiga bense biasanya menghuni sebuah desa dan desa ini tergabung lagi dalam kesatuan pemukiman atau kampung yang disebut bosano. Istilah bosano juga digunakan untuk kepala kampung yang menjadi pemimpin suatu wilayah.<ref name=":0" />
 
Masyarakat Balantak juga punya cara sendiri untuk menyatukan dua keluarga ke dalam suatu sistem kekerabatan melalui tradisi pernikahan yang disebut dengan Monsara no Ana Wiwin Nono yang berarti "penyelidikan diam-diam". Tradisi ini dilakukan saat seseorang akan menikahkan anak laki-lakinya. Tujuannya, mengetahui dari dekat bagaimana perilaku perempuan yang akan menjadi menantunya.<ref name=":4">[https://warisanbudaya.kemdikbud.go.id/?newdetail&detailCatat=4116 Upacara/Ritus - Perkawinan Suku Balantak] ''warisanbudaya.kemdikbud.go.id.'' Diakses tanggal 2019-3-11.</ref> Sebelum resmi meminang, salah satu anggota keluarga pihak pria akan datang menyambangi rumah pihak perempuan untuk memberitahu maksud keluarganya yang ingin mempersuntingnya. Selanjutnya pihak pria akan menyampaikan rencana selanjutnya untuk meminang kepada orang tua si perempuan.<ref name=":4" />
 
Tahap meminang dilakukan keluarga pria yang datang ke rumah orang tua si perempuan dengan membawa barang berupa sirih,pinang, kapur sirih, gambir, serta sejumlah uang. Tiga hari kemudian, barulah pihak dari kedua keluarga berkumpul kembali untuk menyampaikan detil mengenai rencana pernikahan.<ref name=":4" />{{sedang ditulis}}Referensi