Tari pa'gellu: Perbedaan antara revisi

salah satu tarian di Indonesia
Konten dihapus Konten ditambahkan
Membuat artikel baru
Tag: tanpa kategori [ * ] VisualEditor
(Tidak ada perbedaan)

Revisi per 19 Februari 2019 11.38

Tari Pa’gellu  adalah tari sukacita yang biasa dipentaskan pada upacara adat di Toraja, Sulawesi Selatan yang sifatnya riang gembira. Pa’gellu atau ma’gellu dalam bahasa setempat berarti menari-nari dengan riang gembira sambil tangan dan badan bergoyang dengan gemulai, meliuk-liuk lenggak-lenggok[1].

Tari pa’gellu atau terkenal dengan sebutan pa’gellu pangala ini pertama kali diciptakan oleh Nek Datu Bua’, yakni pada saat kembali dari medan peperangan yang kemudian dirayakan dengan menari penuh sukacita. Pada waktu itu belum ada alat musik  gendang sehingga mereka menggunakan lesung sebagai pengiring tarian. Dalam tarian pa’gellu tidak ada batasan jumlah penari dan baik perempuan maupun laki-laki dapat mengikuti tarian ini. Hingga kini tidak ada yang tahu pasti tahun diciptakannya tarian ini. Adapun penari pa’gellu sebelum kemerdekaan, diantaranya : Nek Lekke, Nek Sampe Alo, dan Nek Tangke Lengi’[1].

Tari pa’gellu biasanya dimeriahkan pada saat dan upacara rambu tuka (upacara kegembiraan), penyambutan tamu, pesta pernikahan, dan ma’bua (upacara peresmian rumah Tongkonan). Pada pementasan tari pa’gellu, ada satu hal yang menarik yaitu kegiatan ma’toding (kewajiban memberikan sejumlah uang kepada para penari dengan disisipkan di sa’pi’ atau hiasan kepala mereka).

Menurut Petrus (2012)[2], terdapat jenis gerakan dalam tari pa’gellu, yang merupakan representasi aktivitas keseharian gadis-gadis Toraja maupun tiruan gerakan hewan dengan diiringi gendang, diantaranya:

  1. Pa’dena-dena

Gerakan pertama yang menyerupai gerakan burung pipit, yakni berputar dengan tangan terayun dan berjingkrak sambil memasuki tempat menari. Adapun filosofi gerakan ini adalah hidup dalam kebersamaan.

2. Ma’tabe

Gerakan pembukaan yang dilakukan dengan membungkuk, jongkok, atau berlutut dengan mengatupkan tangan didada dan menunduk. Sebelum memulainya, biasanya melakukan penghormatan kepada Puang Matua (Sang Pencipta), Deata (Sang Pemelihara), dan para hadirin.

3. Pa’gellu tua

Kedua tangan dikembangkan, berputar, kaki kanan berjingkrak, dan mengayunkan tubuh dari belakang. Filosofi gerakan ini adalah tidak boleh melupakan jasa orang baik dan sebagai bentuk penghormatan kepada pendahulu.

4. Pa’kaa-kaa bale

Gerakan ini menirukan ikan yang sedang berenang.

5. Pa’langkan-langkan

Gerakannya menyerupai kepakan sayap burung elang yang semakin tertiup angin akan semakin cepat terbang.

6. Pa’tulekken

Tangan ditekan ke pinggang dengan badan berputar dengan kaki bertumpu di atas jari kaki untuk memperhalus gerakan memutar.

7. Pangallo

Jika diperhatikan, gerakan ini menyerupai orang yang sedang menjemur sesuatu, seperti pakaian.

8. Massiri

Gerakan selanjutnya adalah Massiri, yang mana gerakannya seperti menirukan perempuan yang sedang menampi beras.

9. Penggirik tang tarru’

Gerakan berputar yang tetap bertahan. Di sini para penari berputar dan menahan putarannya sehingga putaran akan berhenti dengan sendirinya.

10. Gerakan selanjutnya adalah dimana seorang penari di sini akan naik ke atas gendang dan yang lain memperagakan maupun menirukan orang yang sedang menatap matahari.

11. Pa’lalok Pal

Para penari menirukan daun mangga yang masih muda, yakni menggambarkan sifat lentik, luwes, dan tidak kaku.

12. Pangrampanan atau pelepasan

Ciri khasnya adalah keluar, terbuka, tetapi tidak meninggalkan bumi. Gerakan terakhir ini terlihat seperti sedang menirukan orang yang sedang melepaskan dan membuang sesuatu.

Referensi

  1. ^ a b Sulsel, BPNB (2017-10-31). "Perkembangan Kesenian Tradisional Tari Pa'gellu". Balai Pelestarian Nilai Budaya Sulawesi Selatan (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2019-02-19. 
  2. ^ Petrus, Simon (2012). Tari Tradisional Pa'gellu di Kelurahan Tagari Kecamatan Tallung Lipu Kabupaten Toraja Utara. Makassar: Balai Kajian Sejarah dan Nilai Tradisional.