Raden Wijaya: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
k perbaikan kecil
HsfBot (bicara | kontrib)
k Bot: Perubahan kosmetika
Baris 47:
Raden Wijaya merupakan nama yang lazim dipakai para sejarawan untuk menyebut pendiri [[Kerajaan Majapahit]]. Nama ini terdapat dalam ''[[Pararaton]]'' yang ditulis sekitar akhir abad ke-15. Kadang ''Pararaton'' juga menulisnya secara lengkap, yaitu '''Raden Harsawijaya'''. Padahal menurut bukti-bukti prasasti, pada masa kehidupan Wijaya (abad ke-13 atau 14) pemakaian gelar ''raden'' belum populer.
 
''[[Nagarakretagama]]'' yang ditulis pada pertengahan abad ke-14 menyebut pendiri Majapahit bernama '''Dyah Wijaya'''<ref name=":0">Riana, I. K. (2009). ''Kakawin dēśa warṇnana, uthawi, Nāgara kṛtāgama: masa keemasan Majapahit''. Penerbit Buku Kompas.</ref>. Gelar "''dyah''" merupakan gelar kebangsawanan yang populer saat itu dan menjadi cikal bakal gelar "''Raden''". Istilah ''Raden'' sendiri diperkirakan berasal dari kata ''Ra Dyah'' atau ''Ra Dyan'' atau ''Ra Hadyan''.
 
Nama asli pendiri Majapahit yang paling tepat adalah '''Nararya Sanggramawijaya''', karena nama ini terdapat dalam [[prasasti Kudadu]] yang dikeluarkan oleh Wijaya sendiri pada tahun [[1294]]. Gelar ''Nararya'' juga merupakan gelar kebangsawanan, meskipun gelar ''Dyah'' lebih sering digunakan.
 
== Asal-Usul ==
Menurut ''[[Pararaton]]'', Raden Wijaya adalah putra [[Mahisa Campaka]], seorang pangeran dari [[Kerajaan Singhasari]]. Ia dibesarkan di lingkungan Kerajaan Singhasari.
 
Panggung sejarah Singhasari dan berlanjut hingga Majapahit dari segi pelaku utamanya dapat dipandang dari munculnya 3 dahan silsilah dalam pohon [[Wangsa Rajasa|wangsa Rajasa]]. Pohon pertama adalah pohon [[Tunggul Ametung|Ametung]] dengan [[Ken Dedes]] yang menurun hingga [[Anusapati]], Wisnuwardhana, [[Kertanagara|Kertanegara]] hingga ke-empat putri yang menjadi ibu yang melahirkan raja-raja Majapahit. Belum lagi ranting dari dahan ini pastilah juga menjadi anggota utama keluarga Majapahit<ref>Sidomulyo, H. 2007. Napak Tilas Perjalanan Mpu Prapanca. Jakarta: Wedatama Widya Sastra.</ref>. Dahan yang kedua dan ini menjadi penting adalah dari jalur Ken Arok dengan Ken Dedes yang menurunkan [[Mahesa Wong Ateleng|Mahisa Wongateleng]], [[Mahisa Campaka|Narasinghamurti]], [[Dyah Lembu Tal]], hingga Wijaya.<ref>Deny Yudo Wahyudi, 2013, KERAJAAN MAJAPAHIT: DINAMIKA DALAM SEJARAH NUSANTARA,  Malang: FIS, Universitas Negeri Malang.</ref>
 
Menurut prasasti Balawi dan ''Nagarakretagama'', Raden Wijaya menikah dengan empat orang putri [[Kertanagara]], raja terakhir [[Kerajaan Singhasari]], yaitu [[Tribhuwaneswari]], [[Narendraduhita]], [[Jayendradewi]], dan [[Gayatri]]. Sedangkan menurut ''Pararaton'', ia hanya menikahi dua orang putri Kertanagara saja, serta seorang putri dari [[Kerajaan Malayu]] bernama [[Dara Petak]], yaitu salah satu dari dua putri yang dibawa kembali dari [[Melayu]] oleh pasukan yang dulunya dikirim oleh Kertanagara yang dikenal dengan nama [[Ekspedisi Pamalayu]] pada masa kerajaan [[Singhasari]]. Dara Petak merupakan salah seorang putri [[Srimat Tribhuwanaraja Mauliwarmadewa]] Raja Melayu dari [[Kerajaan Dharmasraya]] <ref name="Muljana">Slamet Muljana, 2005, ''Runtuhnya Kerajaan Hindu-Jawa dan Timbulnya Negara-negara Islam di Nusantara'', Yogyakarta: LKiS, ISBN 979-98451-16-3.</ref>.