Operasi Trikora: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
k Bot: Penggantian teks otomatis (-Perancis +Prancis)
Tidak ada ringkasan suntingan
Tag: Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler
Baris 23:
Pada bulan Desember [[1950]], [[Perserikatan Bangsa-Bangsa|PBB]] memutuskan bahwa Papua bagian barat memiliki hak merdeka sesuai dengan pasal 73e [[Piagam PBB]]. Karena Indonesia mengklaim Papua bagian barat sebagai daerahnya, Belanda mengundang Indonesia ke [[Mahkamah Internasional]] untuk menyelesaikan masalah ini, namun Indonesia menolak. Setelah Indonesia beberapa kali menyerang Papua bagian barat, Belanda mempercepat program pendidikan di Papua bagian barat untuk persiapan kemerdekaan. Hasilnya antara lain adalah sebuah akademi angkatan laut yang berdiri pada [[1956]] dan tentara Papua pada [[1957]]. Sebagai kelanjutan, pada [[17 Agustus]] [[1956]] Indonesia membentuk Provinsi Irian Barat dengan ibukota di [[Soasiu]] yang berada di Pulau [[Tidore]], dengan gubernur pertamanya, [[Zainal Abidin Syah]] yang dilantik pada tanggal [[23 September]] 1956.<br />
Pada tanggal [[6 Maret]] [[1959]], harian ''[[New York Times]]'' melaporkan penemuan [[emas]] oleh pemerintah Belanda di dekat [[laut Arafura]]. Pada tahun [[1960]], [[Freeport Sulphur]] menandatangani perjanjian dengan Perserikatan Perusahaan Borneo Timur untuk mendirikan tambang [[tembaga]] di [[Timika]], namun tidak menyebut kandungan emas ataupun tembaga.
=
== Persiapan ==
=== Militer ===
[[Berkas:Irian.jpg|jmpl|[[KRI Irian]], Penjelajah kelas Sverdlov ]]
Baris 38:
}}
</ref>
[[Amerika Serikat]] tidak mendukung penyerahan Papua bagian barat ke Indonesia karena [[Bureau of European Affairs]] di [[Washington, DC]] menganggap hal ini akan "menggantikan penjajahan oleh kulit putihputihBABI dengan penjajahan oleh kulit coklat". Tapi pada bulan April [[1961]], Robert Komer dan McGeorge Bundy mulai mempersiapkan rencana agar PBB memberi kesan bahwa penyerahanNGEPETpenyerahan kepada Indonesia terjadi secara legal. Walaupun ragu, presiden [[John F. Kennedy]] akhirnya mendukung hal ini karena iklim [[Perang Dingin]] saat itu dan kekhawatiran bahwa Indonesia akan meminta pertolongan pihak [[komunis]] Soviet bila tidak mendapat dukungan AS.<br />
Indonesia membeli berbagai macam peralatan militer, antara lain 41 [[Helikopter]] [[MI-4]] (angkutan ringan), [[9 (angka)|9]] Helikopter [[MI-6]] (angkutan berat), [[30 (angka)|30]] [[pesawat jet]] [[MiG-15]], 49 pesawat buru sergap [[MiG-17]], [[10 (angka)|10]] pesawat buru sergap [[MiG-19]], [[20 (angka)|20]] pesawat pemburu [[supersonik]] [[MiG-21]], [[12 (angka)|12]] [[kapal selam]] kelas [[Kelas Whiskey (kapal selam)|Whiskey]], puluhan korvet, dan 1 buah [[Kapal penjelajah kelas Sverdlov]] (yang diberi nama sesuai dengan wilayah target operasi, yaitu [[KRI Irian]]). Dari jenis pesawat pengebom, terdapat sejumlah 22 pesawat pembom ringan [[Ilyushin Il-28]], 14 pesawat pembom jarak jauh [[TU-16 Badger|TU-16]], dan 12 pesawat TU-16 versi maritim yang dilengkapi dengan persenjataan [[peluru kendali anti kapal]] (rudal) ''air to surface'' jenis [[AS-1 Kennel]]. Sementara dari jenis pesawat angkut terdapat 26 pesawat angkut ringan jenis [[IL-14]] dan AQvia-14, 6 pesawat angkut berat jenis [[Antonov An-12]]B buatan [[Uni Soviet]] dan 10 pesawat angkut berat jenis [[C-130 Hercules]] buatan Amerika Serikat.<ref name="Sibero"/>