Globalisasi: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Hanamanteo (bicara | kontrib)
k ←Suntingan 222.124.103.149 (bicara) dibatalkan ke versi terakhir oleh Veracious
Tag: Pengembalian
k Bot: Penggantian teks otomatis (-Perancis +Prancis)
Baris 392:
{{Main|Globalisasi budaya}}
 
[[Globalisasi budaya]] telah meningkatkan kontak lintas budaya namun diiringi dengan berkurangnya keunikan komunitas yang dulunya terisolasi. Misalnya, [[sushi]] dapat ditemukan di Jerman dan Jepang, tetapi di sisi lain popularitas Euro-Disney melampaui popularitas kota Paris sehingga bisa saja mengurangi permintaan roti PerancisPrancis yang autentik.<ref>{{cite journal|url=http://www.cato.org/pubs/policy_report/v25n3/globalization.pdf |title=Globalization and Culture |last1=Cowen |first1=Tyler |last2=Barber |first2=Benjamin |journal=Cato Policy Report |date=May–June 2003 |accessdate=November 2011|ref=harv}}</ref><ref>Nadeem, S (2009) [http://nadeem.commons.gc.cuny.edu/files/2010/04/CS_Nadeem.pdf Macaulay's (Cyber) Children: The Cultural Politics of Outsourcing in India]. Cultural Sociology</ref><ref>Hacker, Violaine (2011), "Building Medias Industry while promoting a community of values in the globalization: from quixotic choices to pragmatic boon for EU Citizens", Politické Védy-Journal of Political Science, Slowakia</ref> Kontribusi globalisasi pada pengasingan seseorang dari tradisinya masih tergolong rendah daripada dampak modernitas itu sendiri seperti yang dikatakan [[eksistensialis]] [[Jean-Paul Sartre]] dan [[Albert Camus]]. Globalisasi telah memperluas kesempatan memperoleh rekreasi melalui penyebaran budaya pop lewat Internet dan televisi satelit.
 
Agama adalah salah satu elemen budaya pertama yang mengglobal; ada yang disebarkan melalui paksa, migrasi, [[evangelisme|evangelis]], imperialis, dan pedagang. [[Kristen]], [[Islam]], [[Buddhisme]], dan sekte-sekte terbaru seperti [[Mormonisme]] sudah memengaruhi kebudayaan endemik di tempat-tempat yang jauh dari tempat asalnya.<ref>McAlister, Elizabeth. 2005.
Baris 460:
Menurut Takenaka Heizo dan Chida Ryokichi, pada 1998 ada persepsi di Jepang bahwa ekonomi mereka "kecil dan rapuh". Jepang memang minim sumber daya dan menggunakan aktivitas ekspor untuk membeli bahan mentah. Kegelisahan atas posisi mereka ini memunculkan istilah-istilah seperti ''internasionalisasi'' dan ''globalisasi'' ke percakapan sehari-hari. Namun tradisi Jepang dari dulu mengutamakan pemenuhan kebutuhan diri semampunya, terutama dalam hal pertanian.<ref>Takenaka Heizo and Chida Ryokichi. 1998. "Japan," ''Domestic Adjustments to Globalization''; (ed, Charles E. Morrison and Hadi Soesastro), Tokyo: Japan center for International Exchange, 1998, pp. 76–102.</ref>
 
Keadaan bisa saja berubah pasca krisis keuangan 2007. [[BBC]] World Public Poll yang dilakukan tahun 2008 saat krisis terjadi menunjukkan bahwa penolakan globalisasi di negara-negara maju terus meningkat. Jajak pendapat BBC bertanya apakah globalisasi ''tumbuh terlalu cepat'' atau tidak. Jawaban positif lebih banyak di PerancisPrancis, Spanyol, Jepang, Korea Selatan, dan Jerman. Tren penolakan di negara-negara ini tampaknya lebih kuat daripada di Amerika Serikat. Jajak pendapat tersebut juga mengaitkan kecenderungan anggapan bahwa globalisasi berjalan terlalu cepat dengan persepsi bahwa kerentanan ekonomi dan kesenjangan sosial terus meningkat.<ref name=bbc08>"Widespread Unease about Economy and Globalization". ''BBC World Service Pol''l. http://www.worldpublicopinion.org/pipa/pdf/feb08/BBCEcon_Feb08_rpt.pdf</ref>
 
Banyak pihak di negara berkembang memandang globalisasi sebagai penggerak positif yang mengangkat mereka dari jeratan kemiskinan.<ref name="bhagwati"/> Pihak penentang globalisasi biasanya menggabungkna permasalahan lingkungan dengan nasionalisme. Mereka menganggap pemerintah sebagai agen [[neo-kolonialisme]] yang tunduk kepada [[perusahaan multinasional]].<ref name="visuality.org">Shoa S. Rajgopal. 2002. Reclaiming Democracy, the Anti-globalization Movement in South Asia". Feminist review 70, 2002. http://visuality.org/globalization/wmst250_readings/the_antiglobalization_mvmnt.pdf</ref> Kritik semacam ini berasal dari kelas menengah. [[Brookings Institute]] berpendapat bahwa kritik muncul karena kelas menengah melihat kelompok masyarakat berpendapatan rendah yang mobilitas sosialnya ke atas mengancam keamanan ekonomi mereka.<ref>Carol Graham "Winners and Losers: Perspectives on Globalization from the Emerging Market Economies" Brookings. Saturday 1 January 2011 http://www.brookings.edu/articles/2001/fall_globaleconomics_graham.aspx</ref>