Dinasti Ayyubiyah: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Tidak ada ringkasan suntingan
k Bot: Penggantian teks otomatis (-Perancis +Prancis)
Baris 109:
 
==== Perang Salib Ketiga ====
[[Paus Gregorius VIII]] menyerukan [[Perang Salib Ketiga]] melawan kaum Muslimin pada awal tahun 1189. [[Friedrich Barbarossa]] dari [[Kekaisaran Romawi Suci]], [[Philippe II dari PerancisPrancis|Philippe Auguste]] dari Prancis, dan [[Richard I dari Inggris]] membentuk persekutuan dengan tujuan untuk menaklukkan kembali Yerusalem. Tentara Salib bertarung melawan pasukan Ayyubiyah di dekat Akko pada tahun yang sama, dan bala bantuan dari Eropa kemudian tiba. Dari tahun 1189 hingga 1191, Akko dikepung oleh Tentara Salib. Meskipun pasukan Muslim pada awalnya cukup berhasil, kota tersebut pada akhirnya jatuh ke tangan pasukan Raja Richard. Kemudian terjadi pembantaian 2.700 warga Muslim, dan Tentara Salib lalu berencana merebut Ashkelon di selatan.<ref name="Lane-Poole1906p289-307">{{harvnb|Lane-Poole|1906|pp=289–307}}</ref>
 
Tentara Salib yang dipimpin oleh Raja Richard berhasil mengalahkan Salahuddin dalam [[Pertempuran Arsuf]], alhasil Tentara Salib dapat menaklukkan Jaffa dan sebagian besar wilayah pesisir Palestina, tetapi mereka tak dapat merebut kembali wilayah-wilayah pedalaman. Raja Richard lalu menandatangani sebuah [[Perjanjian Ramla|perjanjian]] dengan Salahuddin pada tahun 1192 yang mendirikan kembali Kerajaan Yerusalem di wilayah pesisir yang terletak di antara Jaffa dan Beirut. Perang ini merupakan perang besar terakhir pada masa hidup Salahuddin, dan ia menjemput ajalnya satu tahun kemudian pada tahun 1193.
Baris 156:
 
==== Kebangkitan Mamluk dan lepasnya wilayah Mesir ====
Pada tahun 1248, armada Tentara Salib yang terdiri dari 1800 perahu dan kapal mendatangi pulau [[Siprus]] dengan maksud untuk menaklukkan Mesir sebagai bagian dari [[Perang Salib Ketujuh]]. Komandan mereka, [[Louis IX dari PerancisPrancis|Louis IX]], mencoba mengajak bangsa [[Kekaisaran Mongol|Mongol]] melancarkan serangan yang terkoordinasi ke Mesir, tetapi ajakan tersebut tidak membuahkan hasil. Maka Tentara Salib memutuskan untuk berlayar ke Dimyath dan penduduk setempat langsung melarikan diri setelah mereka mendarat. ash-Shalih Ayyub sendiri sedang berada di Suriah pada saat itu. Setelah mendengar kabar mengenai serangan tersebut, ia bergegas kembali ke Mesir, tetapi ia tidak mendatangi Dimyath. Ia pergi ke Manshurah dan di situ ia mengumpulkan pasukan yang melancarkan serangan-serangan untuk mengganggu Tentara Salib.<ref name="Ali35">{{harvnb|Ali|1996|p=35}}</ref>
 
Ash-Shalih Ayyub jatuh sakit dan kesehatannya makin menurun akibat tekanan dari Tentara Salib. Istrinya yang bernama [[Syajaruddur]] menyerukan pertemuan para jenderal dan kemudian ia menjadi panglima tertinggi pasukan Mesir. Syajaruddur memerintahkan agar Mansurah dibentengi, dan juga agar persediaan-persediaan ditimbun di tempat tersebut. Selain itu, ia menitahkan agar pasukan Mesir dipusatkan di Mansurah, dan ia juga mengatur armada Mesir dan menempatkannya di berbagai tempat strategis di sepanjang Sungai Nil. Maka upaya Tentara Salib untuk merebut Mansurah berhasil dipatahkan, dan Raja Louis tiba-tiba menghadapi situasi yang genting. Ia memutuskan untuk menyeberangi Sungai Nil dan melancarkan serangan kejutan terhadap Mansurah. Sementara itu, ash-Shalih Ayyub tutup usia. Walaupun begitu, jenderal-jenderal [[dinasti Bahri|Mamluk Bahri]] yang tunduk kepada Syajaruddur dan as-Salih Ayyub (termasuk [[Baibars|Ruknuddin Baibars]] dan [[Aybak]]) melancarkan serangan balasan dan menimbulkan korban jiwa yang besar di pihak Tentara Salib. Pada saat yang sama, pasukan Mesir memutus jalur persediaan Tentara Salib dari Dimyath, sehingga bala bantuan tidak dapat didatangkan. Anak laki-laki As-Salih Ayyub yang baru saja dinyatakan sebagai sultan Ayyubiyah yang baru, [[al-Mu'azzam Turansyah]], juga berhasil mencapai Mansurah pada saat itu dan [[Pertempuran Al Mansurah|semakin memperhebat pertempuran]] melawan Tentara Salib. Tentara Salib akhirnya menyerah dalam [[Pertempuran Fariskur]], dan Raja Louis dan para pengikutnya ditangkap.<ref name="Ali36">{{harvnb|Ali|1996|p=36}}</ref>
Baris 225:
Di Mesir, terdapat komunitas [[Kristen Koptik]], [[Melkit]], [[orang Turki|Turki]], [[orang Armenia|Armenia]], dan [[orang kulit hitam]] [[Afrika]]. Orang Armenia dan orang kulit hitam merupakan kelompok yang berjumlah yang besar di wilayah [[Mesir Hulu]]. Pada masa Bani Fatimiyah, kaum non-Muslim di Mesir pada umumnya hidup sejahtera kecuali pada masa pemerintahan Khalifah [[Al-Hakim bi-Amr Allah|al-Hakim]]. Namun, setelah Syirkuh menjadi wazir, dikeluarkan sejumlah titah yang merugikan penduduk non-Muslim. Setelah kedatangan pasukan ekspedisi Suriah (yang terdiri dari orang [[Turk Oghuz]] dan Kurdi) ke Mesir, kelompok minoritas juga mengalami penindasan, baik yang beragama Islam maupun yang beragama lain.<ref name="Lev192"/> Insiden-insiden tersebut terjadi saat Syirkuh dan Salahuddin menjadi wazir di Fatimiyah.<ref name="Lev192"/>
 
Pada permulaan masa pemerintahan Salahuddin sebagai sultan di Mesir, berdasarkan masukan dari penasihatnya yang bernama Qadi al-Fadil, orang Kristen dilarang bekerja di bidang administrasi keuangan, tetapi berbagai amir Ayyubiyah masih mengizinkan orang Kristen bekerja di pemerintahan. Sejumlah aturan lainnya juga diberlakukan, seperti pelarangan terhadap konsumsi alkohol, prosesi keagamaan, dan pembunyian lonceng gereja. Orang-orang Kristen yang sebelumnya berpangkat tinggi juga masuk Islam bersama dengan anggota keluarga mereka pada masa awal pemerintahan Ayyubiyah.<ref name="Lev187-189">{{harvnb|Lev|1999|pp=187–189}}</ref> Menurut sejarawan Yaakov Lev, penindasan yang dialami oleh non-Muslim menimbulkan beberapa dampak permanen terhadap mereka, tetapi dampaknya terbatas di tingkatan daerah.<ref name="Lev192">{{harvnb|Lev|1999|p=192}}</ref> Sementara itu, untuk mengurus perdagangan di Laut Tengah, Bani Ayyubiyah mengizinkan orang-orang [[Eropa]] (khususnya [[orang Italia]], tetapi termasuk juga [[bangsa PerancisPrancis|orang Prancis]] dan [[Katalunya]]) bermukim di [[Iskandariyah]] dalam jumlah yang besar. Namun, setelah meletusnya [[Perang Salib Kelima]], 3.000 pedagang di kawasan tersebut ditangkap atau diusir.<ref name="DalyPetry231"/>
 
Bani Ayyubiyah pada umumnya memberikan jabatan-jabatan tinggi di militer dan birokrasi kepada orang Kurdi, Turki, dan orang-orang dari [[Kaukasus]]. Tidak banyak hal yang diketahui mengenai para prajurit Ayyubiyah, tetapi jumlah pasukan berkuda Ayyubiyah biasanya berkisar pada angka 8.500 hingga 12.000. Kavaleri Ayyubiyah kebanyakan terdiri dari orang-orang Kurdi dan Turki yang terlahir bebas dan kemudian dibeli oleh para amir dan sultan sebagai budak militer atau ''mamluk''; pada awal masa kekuasaan Ayyubiyah, terdapat pula kontingen [[orang Turkmen|Turkmen]] dalam jumlah yang besar. Selain itu, terdapat pasukan pembantu Arab, bekas satuan-satuan Fatimiyah seperti pasukan yang terdiri dari [[orang Nubia]], serta kontingen-kontingen Arab yang terpisah (khususnya dari [[Banu Kinaniya|suku Kinaniya]], yang biasanya ditugaskan untuk mempertahankan Mesir). Pasukan Kurdi dan Turki kadang-kadang saling bersaing memperebutkan jabatan militer, dan menjelang akhir kekuasaan Ayyubiyah, jumlah pasukan Turki jauh lebih besar daripada Kurdi. Walaupun para sultan Ayyubiyah memiliki latar belakang Kurdi, mereka tetap berlaku adil terhadap kedua kelompok tersebut.<ref name="DalyPetry226">{{harvnb|Daly|Petry|1998|p=226}}</ref>