Penyatuan Jerman: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
sesuai konsensus terakhir, replaced: Perancis → Prancis (82)
Baris 2:
[[Berkas:Deutsches Reich 1871-1918.png|325px|jmpl|ka|alt=Peta Eropa tengah yang menunjukkan 26 wilayah yang akan menjadi bagian dari [[Kekaisaran Jerman]] bersatu pada tahun 1891. Prusia yang berbasis di timur laut mendominasi wilayah Kekaisaran Jerman (sekitar 40% wilayah kekaisaran).|Kekaisaran Jerman 1871–1918. Wilayah [[Kekaisaran Austria]] yang berbahasa Jerman tidak termasuk, sehingga negara ini mewakili solusi '''[[Permasalahan Jerman|Jerman kecil]]''' (''Kleindeutsch'').]]
 
'''Penyatuan [[Jerman]]''' menjadi negara yang terintegrasi secara politik dan administratif secara resmi berlangsung pada 18 Januari 1871 di [[Balai Cermin (Istana Versailles)|Balai Cermin]] [[Istana Versailles]] di [[PerancisPrancis]]. Pangeran-pangeran negara-negara Jerman berkumpul untuk memproklamirkan [[Wilhelm I, Kaisar Jerman|Wilhelm]] dari [[Prusia]] sebagai Kaisar Wilhelm dari [[Kekaisaran Jerman]] setelah PerancisPrancis menyerah dalam [[Perang PerancisPrancis-Prusia]]. Transisi ''de facto'' sebagian besar penduduk berbahasa Jerman menjadi negara-negara yang tergabung dalam (kon)federasi telah berlangsung secara tidak resmi melalui aliansi resmi dan tidak resmi para penguasa — tetapi tanpa kemajuan yang berarti, karena kepentingan pribadi penguasa menghambat proses penyatuan selama hampir satu abad setelah pembubaran [[Kekaisaran Romawi Suci]] (1806) dan kebangkitan [[nasionalisme Jerman]] selama era [[peperangan era Napoleon|peperangan Napoleon]].
 
Penyatuan ini menimbulkan ketegangan akibat perbedaan religius, linguistik, sosial, dan budaya penduduk Kekaisaran Jerman, sehingga peristiwa tahun 1871 hanya merupakan satu momen dalam serangkaian proses penyatuan yang lebih besar. Sebelumnya, [[Kaisar Romawi Suci]] seringkali disebut "Kaisar seluruh Jerman ", dan di Kekaisaran, anggota bangsawan tinggi disebut "Pangeran-Pangeran Jerman", sebab wilayah-wilayah berbahasa Jerman yang sebelumnya disebut [[Francia Timur]] terorganisasi menjadi kerajaan-kerajaan kecil sebelum bangkitnya [[Karel yang Agung]] (800 M). Karena wilayah tersebut memiliki relief yang bergunung-gunung, muncul perbedaan budaya, pendidikan, bahasa, dan agama di antara warga yang saling terisolasi. Namun, Jerman pada abad ke-19 menikmati kemajuan transportasi dan komunikasi yang menghubungkan rakyatnya dalam budaya yang lebih besar.
 
Kekaisaran Romawi Suci, yang meliputi lebih 500 negara merdeka, secara resmi dibubarkan ketika Kaisar [[Franz II, Kaisar Romawi Suci|Franz II]] turun dari tahta (6 Agustus 1806) selama [[Perang Koalisi Ketiga]]. Walaupun pembubaran Kekaisaran mengakibatkan gangguan hukum, administratif, dan politik, penduduk wilayah berbahasa Jerman di Kekaisaran tersebut memiliki bahasa, budaya, dan tradisi hukum bersama yang semakin diperkuat oleh pengalaman bersama selama [[Perang Revolusi PerancisPrancis]] dan [[Peperangan era Napoleon|Peperangan Napoleon]]. Namun, masing-masing negara merdeka tersebut memiliki kelas penguasa, asosiasi feudal, tradisi, dan hukum lokal sendiri. Selain itu, terdapat kecenderungan untuk menolak perubahan karena para bangsawan ingin mempertahankan kekuasaan mereka. [[Liberalisme Eropa]] menjadi dasar intelektual penyatuan Jerman karena menentang model organisasi politik dan sosial yang [[absolutisme|absolutis]] dan [[dinasti]]k; liberalisme Jerman menekankan pentingnya kesatuan tradisi, pendidikan, dan bahasa. Sementara itu, dalam bidang ekonomi, pendirian ''[[Zollverein]]'' ([[serikat pabean]]) Prusia pada tahun 1818 yang meliputi negara-negara [[Konfederasi Jerman]] mengurangi kompetisi di dalam dan antar negara. Kemajuan transportasi memfasilitasi kunjungan bisnis dan wisata, sehingga mendorong kontak dan juga konflik antar penutur bahasa Jerman.
 
[[Lingkup pengaruh]] diplomatik yang ditetapkan oleh [[Kongres Wina]] pada tahun 1814–15 setelah Peperangan Napoleon mendukung dominasi [[Kekaisaran Austria|Austria]] di Eropa Tengah. Namun, negosiator di Wina tidak mempertimbangkan pertumbuhan kekuatan Prusia dan tidak memperkirakan bahwa Prusia akan bangkit dan menantang kepemimpinan Austria atas negara-negara [[bangsa Jerman|Jerman]]. Akibat [[dualisme Jerman]] ini, terdapat dua solusi untuk masalah penyatuan: ''[[Kleindeutsche Lösung]]'', solusi Jerman kecil (Jerman tanpa Austria), dan ''[[Großdeutsche Lösung]]'', solusi Jerman Raya (Jerman dengan Austria).
 
Sejarawan memperdebatkan apakah [[Otto von Bismarck]] — [[Presiden Menteri Prusia]] — memiliki rencana untuk menyatukan negara-negara Jerman dengan [[Konfederasi Jerman Utara]] menjadi satu negara atau hanya ingin memperkuat [[Kerajaan Prusia]]. Mereka menyimpulkan bahwa kekuatan ''[[Realpolitik]]'' Bismarck dan faktor-faktor lain memicu reorganisasi politik, ekonomi, militer, dan diplomatik negara-negara Jerman pada abad ke-19. Tanggapan terhadap [[nasionalisme]] Denmark dan PerancisPrancis juga berfokus pada ungkapan penyatuan Jerman. Kemenangan Prusia dalam tiga perang regional menghasilkan antusiasme dan kebanggaan yang dapat dimanfaatkan oleh politikus untuk mendorong penyatuan. Pengalaman ini mengingatkan rakyat Jerman akan pencapaian bersama dalam Peperangan Napoleon, terutama [[Perang Koalisi Keenam|Perang Pembebasan]] pada tahun 1813–14. Dengan mendirikan Jerman tanpa Austria, penyatuan politik dan administratif pada tahun 1871 menyelesaikan masalah dualisme untuk sementara.
 
== Rentang waktu ==
* 1801: [[Napoleon Bonaparte]], kaisar PerancisPrancis, memulai kampanye penaklukannya ke negara-negara Jermanik di timur sungai Rhein.
* 1804: Pembubaran [[Kekaisaran Romawi Suci]]. Franz I dari Austria mendeklarasikan kekaisaran baru, [[Kekaisaran Austria]].
* 1815: Setelah kekalahan Napoleon, [[Kongres Wina]] menyatukan negara-negara Jermanik dalam [[Konfederasi Jerman]] di bawah kepemimpinan [[Kekaisaran Austria]].
Baris 21:
* 1861: Raja Wilhelm I menjadi Raja Prusia dan menunjuk [[Otto von Bismarck]] sebagai Kanselir. Otto von Bismarck condong pada pendekatan 'darah-dan-besi', yaitu pendekatan lewat perang dan kekerasan, untuk menciptakan negara Jerman bersatu di bawah kepemimpinan [[Kerajaan Prusia|Prusia]].
* 1864: Perang antara bangsa Denmark dan Prusia terjadi karena Denmark memasukkan [[Schleswig]] sebagai bagian dari [[Kerajaan Denmark]]. [[Kekaisaran Austria]] terlibat dalam perang atas dorongan [[Otto von Bismarck]]. Pasukan gabungan Austria dan Prusia berhasil memenangkan pertempuran dan mendapatkan wilayah [[Schleswig]] yang berada di Utara dan [[Holstein]] yang berada di Selatan. Dua wilayah ini kemudian dibagi dua, Prusia mendapatkan [[Schleswig]] sementara Austria mendapatkan [[Holstein]] dalam [[Perjanjian Wina (1864)]].
* 1866: Bismarck menuduh [[Kekaisaran Austria]] berada di balik kekacauan yang terjadi di [[Schleswig]]. Tentara Prusia kemudian merangsek masuk ke wilayah Holstein dan mengambil alih kekuasaan di sana. Austria marah dan mendeklarasikan perang terhadap Prusia, sehingga memicu [[Perang Austria-Prusia]] (atau biasa disebut sebagai [[Perang Tujuh Minggu]]). Austria kalah dalam pertempuran ini. Dalam [[Perjanjian Praha (1866)]], [[Konfederasi Jerman]] secara resmi dibubarkan. Prusia membentuk [[Konfederasi Jerman Utara]] yang mencakup seluruh negara Jerman kecuali negara-negara pro-PerancisPrancis seperti [[Bayern]], [[Baden]], dan [[Württemberg]].
* 1870: Ketika Kaisar PerancisPrancis [[Napoleon III]] meminta paksa kekuasaan atas wilayah Rheinland sebagai balas jasa atas sikap netralnya dalam perang Austria-Prusia, Bismarck malah memasukkan negara-negara Jerman di selatan ke dalam konfederasinya. Ini menimbulkan kemarahan PerancisPrancis yang segera menyatakan perang terhadap Prusia.
* 1871: [[Perang PerancisPrancis-Prusia]] berakhir dengan kemenangan tentara Prusia yang berhasil menguasai [[Paris]], ibukota [[Kekaisaran PerancisPrancis Kedua]]. Bayern, Baden, dan Württemberg yang semula di bawah pengaruh Paris pun dipaksa bergabung dengan [[Konfederasi Jerman Utara]] melalui [[Perjanjian Frankfurt (1871)]]. Bismarck memproklamirkan Raja Wilhelm II sebagai pemimpin negara Jerman bersatu yang baru, yang disebtu sebagai [[Reich Jerman]]. Karena ibukotanya dikuasai pasukan asing, [[Napoleon III]] membubarkan Kekaisaran PerancisPrancis dan sebuah republik baru, [[Republik PerancisPrancis Ketiga]], berdiri di bawah kepemimpinan [[Adolphe Thiers]].
 
== Eropa Tengah berbahasa Jerman pada awal abad ke-19 ==
Baris 37:
{{Details|Peperangan era Napoleon}}
 
Di bawah [[hegemoni]] [[Kekaisaran PerancisPrancis Pertama|Kekaisaran PerancisPrancis]] (1804–1814), nasionalisme Jerman berkembang pesat di negara-negara Jerman yang telah direorganisasi oleh Napoleon. Akibat pengalaman bersama, muncul berbagai justifikasi untuk mengidentifikasi "Jerman" sebagai satu negara. Bagi filsuf Jerman [[Johann Gottlieb Fichte]],
 
<blockquote>
Baris 56:
</blockquote>
 
Bahasa bersama dipandang sebagai dasar suatu bangsa, namun menurut sejarawan dibutuhkan lebih dari kesamaan bahasa untuk menyatukan ratusan entitas berbahasa Jerman.<ref>James Sheehan, ''German History, 1780–1866'', Oxford, 1989, hlm. 434.</ref> Pengalaman Eropa Tengah yang berbahasa Jerman selama periode hegemoni PerancisPrancis mendorong munculnya semangat bersama untuk mengusir PerancisPrancis dan menegaskan kembali kekuasaan atas tanah mereka sendiri. [[Perang Koalisi Keempat|Kampanye militer Napoleon di Polandia]] (1806–07), [[Perang Kemerdekaan Spanyol|Semenanjung Iberia]], dan Jerman barat, serta kegagalan [[invasi PerancisPrancis ke Rusia]] tahun 1812 mengecewakan banyak orang Jerman, baik penguasa maupun petani. [[Sistem Kontinental]] Napoleon hampir menghancurkan ekonomi Eropa Tengah. Invasi ke Rusia yang diikuti oleh hampir 125.000 tentara dari tanah Jerman dan kehancuran angkatan bersenjata tersebut mendorong keinginan banyak orang Jerman (baik yang berstatus tinggi maupun rendah) untuk menghilangkan pengaruh Napoleon dari Eropa Tengah.<ref>Jakob Walter, and Marc Raeff. ''The diary of a Napoleonic foot soldier''. Princeton, N.J., 1996.</ref> Pendirian milisi pelajar seperti [[Korps Bebas Lützow]] merupakan salah satu contoh hasrat tersebut.<ref>Sheehan, hlm. 384–387.</ref>
 
[[Berkas:Battle Of The Nations-Monument.jpg|jmpl|kiri|[[Monumen Pertempuran Bangsa-Bangsa]], yang didirikan pada tahun 1913, menghormati upaya bangsa Jerman dalam melawan Napoleon.]]
 
Kegagalan PerancisPrancis di Rusia melemahkan kontrol PerancisPrancis atas penguasa-penguasa Jerman. Pada tahun 1813, Napoleon melancarkan kampanye militer di negara-negara Jerman untuk mengembalikan mereka ke dalam hegemoni PerancisPrancis, sehingga [[Perang Koalisi Keenam]] bermula. Pada Oktober 1813, meletus [[Pertempuran Leipzig|pertempuran besar]] di [[Leipzig]], yang melibatkan lebih dari 500.000 tentara selama tiga hari, sehingga menjadikannya pertempuran darat terbesar di Eropa pada abad ke-19. Pertempuran tersebut dimenangkan oleh [[Koalisi Keenam|Koalisi]] Austria, Prusia, Rusia, Sachsen, dan Swedia, sehingga kekuasaan PerancisPrancis di sebelah timur sungai Rhein berakhir. Keberhasilan ini mendorong tentara Koalisi untuk mengejar Napoleon di seberang sungai Rhein; angkatan bersenjata dan pemerintahannya mengalami keruntuhan, dan Koalisi memenjarakan Napoleon di pulau [[Elba]]. Ketika Napoleon kembali ke PerancisPrancis dan memulai periode restorasi yang disebut periode [[Seratus Hari|100 Hari]] pada tahun 1815, tentara [[Koalisi Ketujuh]] (yang meliputi angkatan bersenjata Britania dan sekutunya di bawah komando [[Arthur Wellesley, Adipati Pertama Wellington|Adipati Wellington]] dan angkatan bersenjata [[Prusia]] di bawah komando [[Gebhard Leberecht von Blücher|Gebhard von Blücher]]) berhasil mengalahkan Napoleon di [[Pertempuran Waterloo|Waterloo]] (18 Juni 1815).<ref>Walaupun angkatan bersenjata Prusia menjadi terkenal karena [[Perang Tujuh Tahun]], kekalahannya yang memalukan di [[Jena]] dan [[Auerstadt]] menghancurkan kebangaan orang Prusia akan militer mereka. Selama pembuangan di Rusia, beberapa perwira, termasuk [[Carl von Clausewitz]], mempertimbangkan reorganisasi dan metode pelatihan baru, hlm. 323.</ref> Peran penting yang dimainkan oleh tentara Blücher, terutama setelah harus mundur dari medan perang di [[Pertempuran Ligny|Ligny]] sehari sebelumnya, membantu mengubah alur pertempuran. Kavaleri Prusia mengejar tentara PerancisPrancis pada sore hari tanggal 18 Juni, sehingga memastikan kemenangan Koalisi. Dari sudut pandang Jerman, tindakan tentara Blücher di Waterloo dan upaya gabungan di Leipzig menjadi kebanggaan tersendiri.<ref>Sheehan, hlm. 322–23.</ref> Interpretasi ini mendorong munculnya [[mitos Borussia]] yang dikemukakan oleh sejarawan nasionalis pro-Prusia pada akhir abad ke-19.<ref>David Blackbourn, and Geoff Eley. ''The peculiarities of German history: bourgeois society and politics in nineteenth-century Germany.'' Oxford & New York, 1984, part 1; Thomas Nipperdey, ''German History From Napoleon to Bismarck, 1800–1871'', New York, Oxford, 1983. Chapter 1.</ref>
{{clr}}
 
Baris 95:
Karena perjalanan menjadi lebih murah, cepat, dan mudah, orang-orang Jerman mulai melihat faktor penyatu lain selain bahasa. [[Grimm Bersaudara]], yang telah menyusun sebuah kamus besar yang disebut ''Der Grimm'', juga mengumpulkan cerita rakyat dan fabel yang menunjukkan kemiripan di antara wilayah-wilayah berbahasa Jerman yang berbeda-beda.<ref>''The Brothers Grimm online.'' [http://www.pitt.edu/~dash/grimm.html#jointpublications Joint Publications].</ref> [[Karl Baedeker]] menulis buku panduan berbagai kota dan wilayah di Eropa Tengah, menunjukkan tempat untuk tinggal dan dikunjungi, serta memaparkan sejarah singkat kastil, medan pertempuran, bangunan ternama, dan tokoh terkenal. Di panduannya juga terdapat jarak, jalan yang perlu dihindari, dan jalur ''hiking'' yang dapat dilewati.<ref>{{de icon}} Hans Lulfing, [http://mdz10.bib-bvb.de/~db/0001/bsb00016233/images/index.html?seite=536 ''Baedecker, Karl], Neue Deutsche Biographie (NDB). Band 1, Duncker & Humblot, Berlin 1953, p. 516 f.</ref>
 
Penyair Jerman [[August Heinrich Hoffmann von Fallersleben]] tidak hanya mengekspresikan kesatuan linguistik bangsa Jerman, tetapi juga kesatuan geografisnya. Dalam karyanya ''Deutschland, Deutschland über Alles'' (yang secara resmi disebut ''[[Das Lied der Deutschen]]'', "''Lagu Bangsa Jerman''"), Fallersleben menyerukan kepada penguasa-penguasa negara-negara Jerman untuk mengakui karakteristik penyatu bangsa Jerman.<ref>{{de icon}} Peter Rühmkorf, Heinz Ludwig Arnold, ''Das Lied der Deutschen'' Göttingen: Wallstein, 2001, ISBN 3-89244-463-3, hlm. 11–14.</ref> Lagu-lagu patriotik lain seperti "[[Die Wacht am Rhein]]" ("Penjaga di Rhein") oleh [[Max Schneckenburger]] mulai memusatkan perhatian pada ruang geografis, dan tidak membatasi "kejermanan" pada bahasa bersama. Schneckenburger menulis "Penjaga di Rhein" sebagai tanggapan patriotik khusus terhadap pernyataan PerancisPrancis bahwa sungai Rhein adalah batas timur "alami" PerancisPrancis. Dalam refrainnya, ia menulis "kepada tanah air, istirahatkan pikiranmu / Penjaga berdiri di sungai Rhein". Puisi patriotik lain seperti "Das Rheinlied" ("Lagu Sungai Rhein") karya Nicholaus Becker menyerukan kepada bangsa Jerman untuk mempertahankan wilayah mereka. Pada tahun 1807, [[Alexander von Humboldt]] menyatakan bahwa karakter nasional mencerminkan pengaruh geografis, sehingga mengaitkan wilayah dengan rakyatnya. Bersamaan dengan gagasan ini, pergerakan untuk melestarikan benteng-benteng kuno dan situs bersejarah muncul, dan pergerakan ini berfokus di Rheinland, tempat terjadinya banyak konfrontasi dengan PerancisPrancis dan Spanyol.<ref>Raymond Dominick III, ''The Environmental Movement in Germany'', Bloomington, Indiana University, 1992, hlm. 3–41.</ref>
 
== ''Vormärz'' dan liberalisme abad ke-19 ==
Baris 105:
[[Berkas:Zug-zum-hambacher-schloss 1-1200x825.jpg|jmpl|ka|Partisipan pro-nasionalis berjalan ke reruntuhan Istana Hambach pada tahun 1832. Kebanyakan dari mereka adalah siswa dan profesional beserta pasangan mereka. Mereka membawa bendera ''Burschenschaft'' bawah tanah, yang nantinya menjadi dasar bendera Jerman modern.]]
 
Meskipun menghadapi reaksi dari kaum konservatif, pendukung gagasan kesatuan bergabung dengan pendukung gagasan kedaulatan rakyat di wilayah berbahasa Jerman. [[Festival Hambach]] pada Mei 1832 dihadiri oleh lebih dari 30.000 orang.<ref name="Sheehan, pp. 610–613">Sheehan, hlm. 610–613.</ref> Festival tersebut dipromosikan sebagai pekan raya daerah<ref>Sheehan, hlm. 610.</ref> dan hadirinnya merayakan persaudaraan, kebebasan, dan kesatuan nasional. Para hadirin berkumpul di kota di bawah bukit dan berjalan ke reruntuhan [[Istana Hambach]] di atas bukit dekat kota Hambach, provinsi [[Pfalz]], [[Bayern]]. Dengan membawa bendera, menghentakkan drum, dan bernyanyi, para hadirin menghabiskan pagi dan siang hari berjalan ke istana, dan begitu sampai mereka mendengarkan pidato para orator nasionalis, baik yang konservatif maupun radikal. Isinya secara keseluruhan menunjukkan perbedaan antara nasionalisme Jerman pada tahun 1830-an dan nasionalisme PerancisPrancis pada saat [[Revolusi Juli]]: nasionalisme Jerman berfokus pada pendidikan rakyat; begitu rakyat telah terdidik, mereka akan mencapai tujuannya. Retorik Hambach menekankan nasionalisme Jerman yang damai: tujuannya bukanlah untuk membangun barikade seperti nasionalisme "PerancisPrancis", tetapi membangun ikatan emosional antar kelompok.<ref>Sheehan, hlm. 612.</ref>
[[Berkas:Bildarchiv Preußischer Kulturbesitz.jpg|jmpl|upright=1.67|Karikatur Jerman yang mengejek [[Dekret Carlsbad]] yang menindas kebebasan berpendapat.]]
Seperti yang ia lakukan setelah pembunuhan [[August von Kotzebue|Kotzebue]] pada tahun 1819, Metternich menggunakan demonstrasi di Hambach untuk mendorong kebijakan sosial yang konservatif. "Enam Pasal" pada 28 Juni 1832 menegaskan kembali asas otoritas raja. Pada 5 Juli, Dewan Frankfurt menambah 10 pasal yang mengulang peraturan yang ada mengenai penyensoran, organisasi politik yang dilarang, dan pembatasan aktivitas umum lainnya. Selain itu, negara anggota sepakat untuk mengirim bantuan kepada pemerintahan yang terancam oleh pemberontakan.<ref>Sheehan, hlm. 613.</ref> [[Karl Philipp von Wrede|Pangeran Wrede]] memimpin setengah angkatan bersenjata Bayern ke Pfalz untuk "menundukkan" provinsi tersebut. Beberapa pembicara di Hambach ditangkap, diadili, dan dipenjara; salah satu dari mereka, yaitu mahasiswa hukum dan perwakilan ''Burschenschaft'' rahasia Karl Heinrich Brüggemann (1810–1887), dikirim ke Prusia, dan di situ ia didakwa hukuman mati, tetapi kemudian diampuni.<ref name="Sheehan, pp. 610–613"/>
Baris 132:
Ahli sejarah Jerman telah memperdebatkan bagaimana keberhasilan dan kegagalan Parlemen Frankfurt memengaruhi pembentukan bangsa Jerman. Menurut salah satu mazhab yang muncul setelah [[Perang Dunia I]] dan banyak diikuti setelah [[Perang Dunia II]], kegagalan kaum liberal Jerman di Parlemen Frankfurt menciptakan kompromi antara kelas [[borjuis]] dengan konservatif (terutama pemilik tanah [[Junker]] konservatif), yang kemudian mengarahkan Jerman pada ''[[Sonderweg]]'', atau jalan yang berbeda dari bangsa lain.<ref>Contoh-contoh argumen ini muncul dalam: Ralf Dahrendorf, ''German History'', (1968), hlm. 25–32; {{de icon}} Hans Ulrich Wehler, ''Das Deutsche Kaiserreich, 1871–1918'', Göttingen, 1973, hlm. 10–14; Leonard Krieger, ''The German Idea of Freedom'', Chicago, 1957; Raymond Grew, ''Crises of Political Development in Europe and the United States'', Princeton, 1978, hlm. 312–345; Jürgen Kocka and Allan Mitchell. ''Bourgeois society in nineteenth-century Europe.'' Oxford, 1993; Jürgen Kocka, "German History before Hitler: The Debate about the German Sonderweg." ''Journal of Contemporary History'', Vol. 23, No. 1 (January, 1988), hlm. 3–16; Volker Berghahn, ''Modern Germany. Society, Economy and Politics in the Twentieth Century.'' Cambridge, 1982.</ref> Menurut argumen ini, kegagalan penyatuan pada tahun 1848 mengakibatkan pembentukan negara-bangsa Jerman yang terlambat pada tahun 1871, sehingga memperlambat perkembangan nilai-nilai nasional positif. Hitler seringkali menyerukan kepada rakyat Jerman untuk mengorbankan semuanya demi negara mereka, tetapi rezimnya tidak menciptakan nasionalisme Jerman: rezim tersebut hanya memanfaatkan nilai budaya intrinsik masyarakat Jerman yang bahkan masih ada hingga kini.<ref>World Encyclopedia V.3 hlm. 542</ref> Selain itu, menurut argumen ini, "kegagalan" tahun 1848 menegaskan kembali keinginan aristokratik terpendam di antara kelas menengah Jerman; akibatnya, kelompok ini tidak pernah mengembangkan program modernisasi.<ref>Untuk melihat ringkasan argumen ini, lihat David Blackbourn, and Geoff Eley. ''The peculiarities of German history: bourgeois society and politics in nineteenth-century Germany.'' Oxford & New York, 1984, bagian 1.</ref>
 
Para ahli saat ini cenderung menolak gagasan tersebut, dan mengklaim bahwa Jerman tidak memiliki "jalan yang berbeda" dari bangsa lain.<ref>Blackbourn and Eley. ''Peculiarities'', Part I.</ref> Malahan, sejarawan modern mengklaim bahwa pada tahun 1848 politikus liberal telah berhasil mencapai beberapa hal. Banyak gagasan dan program mereka yang nantinya dimasukkan ke dalam program sosial Bismarck (seperti asuransi sosial, program pendidikan, dan definisi hak suara yang lebih luas). Selain itu, gagasan jalan yang berbeda bergantung pada asumsi bahwa jalan negara lain (dalam kasus ini, Britania Raya) adalah jalan yang patut diterima.<ref>Blackbourn and Eley, ''Peculiarities'', Chapter 2.</ref> Argumen ini juga menentang model perkembangan yang berpusat pada Britania: penelitian perkembangan nasional Britania dan negara "normal" lainnya (seperti PerancisPrancis dan Amerika Serikat) telah menunjukkan bahwa negara-bangsa modern tidak berkembang dengan cara yang sama. Mereka juga tidak berkembang awal sekali, tetapi merupakan fenomena pertengahan hingga akhir abad ke-19.<ref>Blackbourn and Eley, ''Peculiarities'', pp. 286–293.</ref> Semenjak tahun 1990-an, cara pandang ini banyak diterima, meskipun beberapa sejarawan masih menganggap analisis ''Sonderweg'' sebagai analisis yang tepat untuk memahami periode [[Nazisme]] di Jerman.<ref>Jürgen Kocka, "Comparison and Beyond.'" ''History and Theory'', Vol. 42, No. 1 (February, 2003), hlm. 39–44, and Jürgen Kocka, "Asymmetrical Historical Comparison: The Case of the German ''Sonderweg''", ''History and Theory'', Vol. 38, No. 1 (February, 1999), hlm. 40–50.</ref><ref>Untuk melihat analisis dari sudut pandang ini, lihat Richard J. Evans, ''Rethinking German history: nineteenth-century Germany and the origins of the Third Reich.'' London, 1987.</ref>
 
[[Berkas:Image Germania (painting).jpg|jmpl|Penggambaran ''Germania'' karya [[Philipp Veit]] ini dibuat untuk menyembunyikan organ [[Paulskirche|Gereja Santo Paulus]] di Frankfurt selama pertemuan Parlemen di sana pada Maret 1848–49. Pedang tersebut melambangkan ''Firman Tuhan'' dan untuk menandai pembaharuan rakyat dan jiwa kemenangan mereka.]]
Baris 145:
</blockquote>
 
Penyatuan di bawah kondisi tersebut memicu permasalahan diplomatik yang mendasar. Kemungkinan penyatuan Jerman (atau [[penyatuan Italia|Italia]]) akan mengubah sistem [[lingkup pengaruh]] yang didirikan pada tahun 1815 oleh Kongres Wina. Perancang utama konvensi tersebut, [[Klemens Wenzel, Pangeran von Metternich|Metternich]], [[Robert Stewart, Viscount Castlereagh|Castlereagh]], dan [[Alexander I dari Rusia|Tsar Alexander]] (dengan sekretaris luar negerinya [[Karl Nesselrode]]), telah mengorganisasi Eropa berdasarkan keseimbangan di antara empat [[kekuatan besar|"kekuatan besar"]]: Britania Raya, PerancisPrancis, Rusia, dan Austria, yang masing-masing memiliki lingkup pengaruh tersendiri. Lingkup PerancisPrancis meliputi Semenanjung Iberia dan sebagian negara-negara Italia. Rusia berpengaruh di wilayah-wilayah timur Eropa Tengah dan menjadi penyeimbang di Balkan. Lingkup Austria terdiri dari wilayah-wilayah Eropa Tengah yang sebelumnya menjadi bagian dari [[Kekaisaran Romawi Suci]]. Sementara itu, lingkup Britania meliputi wilayah dunia lainnya, terutama lautan.<ref>Zamoyski, hlm. 100–115.</ref>
 
Sistem lingkup pengaruh ini bergantung pada perpecahan Jerman dan Italia. Akibatnya, Jerman yang bersatu memicu permasalahan baru. Pada saat itu belum ada definisi yang dapat memastikan siapa itu orang Jerman dan seberapa luas wilayahnya. Selain itu, masih belum pasti siapa yang dapat memimpin dan mempertahankan "Jerman". Berbagai kelompok mengusulkan solusi yang berbeda. Dalam solusi ''[[Kleindeutschland]]'' ("Jerman Kecil"), negara-negara Jerman akan disatukan di bawah kepemimpinan [[Wangsa Hohenzollern|Hohenzollern Prusia]], sementara usulan ''[[Kleindeutschland dan Großdeutschland|Grossdeutschland]]'' ("Jerman Raya") menginginkan agar negara-negara Jerman bersatu di bawah kepemimpinan [[Monarki Habsburg|Habsburg Austria]]. Kontroversi ini, yang merupakan fase akhir perdebatan [[dualisme Jerman]] yang mendominasi politik negara-negara Jerman dan diplomasi Austria-Prusia semenjak pendirian [[Kerajaan Prusia]] pada tahun 1701, akan semakin memanas dalam dua puluh tahun berikutnya.<ref>Blackbourn, ''The long nineteenth century'', hlm. 160–175.</ref>
Baris 153:
 
Penyatuan Jerman juga dianggap sebagai pendahulu pendirian federasi Eropa, yang didukung oleh [[Giuseppe Mazzini]] dan patriot Eropa lainnya selama tiga dasawarsa:
<blockquote>Pada musim semi tahun 1834, saat berada di [[Berne]], Mazzini dan selusin pengungsi dari Italia, Polandia, dan Jerman mendirikan asosiasi baru dengan nama besar [[Eropa Muda]]. Gagasan dasar yang juga besar seperti namanya adalah bahwa seperti Revolusi PerancisPrancis tahun 1789 berhasil menghasilkan konsep kebebasan individu, revolusi lain diperlukan demi kebebasan nasional; visinya mencapai lebih dari itu karena ia berharap bahwa suatu hari bangsa-bangsa bebas akan bergabung menjadi federasi Eropa yang longgar dengan semacam dewan federal dengan fungsi untuk mengatur kepentingan bersama. [...] Tujuannya tidak lebih adalah menjungkirbalikkan penetapan yang disepakati pada tahun 1815 oleh Kongres Wina, yang telah mendirikan kembali hegemoni penindasan oleh beberapa kekuatan besar dan mencegah kemunculan bangsa-bangsa yang lebih kecil. [...] Mazzini berharap, tetapi tanpa kepercayaan diri yang tinggi, bahwa visi liga atau masyarakat bangsa-bangsa independennya akan terwujud pada masa hidupnya. Pada praktiknya, Eropa Muda tidak memiliki uang dan dukungan rakyat selama masa berdirinya yang singkat. Akan tetapi, ia tetap setia pada gagasan benua bersatu yang mengharuskan pendirian bangsa-bangsa individu terlebih dahulu.<ref>{{cite book|author=Mack Smith, Denis|title=Mazzini|publisher=Yale University Press|year=1994|pages=11–12}}</ref></blockquote>
 
=== Menguatnya Prusia: ''Realpolitik'' ===
Baris 160:
Raja [[Friedrich Wilhelm IV]] menderita [[stroke]] pada tahun 1857 dan tidak dapat lagi memerintah, sehingga saudaranya [[Wilhelm I, Kaisar Jerman|Wilhelm]] menjadi pangeran yang berkuasa di Prusia pada tahun 1858. Sementara itu, [[Helmuth von Moltke yang Tua|Helmuth von Moltke]] menjadi kepala [[Staf Umum Prusia]] pada tahun 1857, dan [[Albrecht von Roon]] diangkat sebagai [[Menteri Perang Prusia]] pada tahun 1859.<ref>Holt, hlm. 27.</ref> Perubahan kekuasaan dalam tubuh militer Prusia ini berdampak besar. Von Roon dan Wilhelm (yang tertarik akan struktur militer) mulai mereorganisasi angkatan bersenjata Prusia, sementara Moltke merancang ulang pertahanan strategis Prusia dengan melancarkan komando operasional. Reformasi angkatan bersenjata Prusia (terutama cara membayar gaji tentara) mengakibatkan [[krisis konstitusional]] pada awal tahun 1860 karena parlemen dan Wilhelm - melalui menteri perangnya - sama-sama ingin mengontrol anggaran militer. Wilhelm, yang dimahkotai sebagai Raja Wilhelm I pada tahun 1861, mengangkat [[Otto von Bismarck]] menjadi [[Presiden Menteri Prusia]] pada tahun 1862. Bismarck menyelesaikan krisis ini dengan solusi yang memihak menteri perang.<ref>Holt, hlm. 13–14.</ref>
 
[[Perang Krimea]] pada tahun 1854–55 dan [[Perang Kemerdekaan Italia Kedua|Perang Italia 1859]] mengacaukan hubungan antara Britania Raya, PerancisPrancis, Austria, dan Rusia. Setelah peristiwa tersebut, dampak dari perancangan ulang von Moltke, restrukturisasi angkatan bersenjata von Roon dan Wilhelm, serta diplomasi Bismarck memengaruhi penyusunan kembali keseimbangan kekuatan di Eropa. Agenda gabungan mereka menjadikan Prusia sebagai kekuatan Jerman utama melalui kemenangan diplomasi - yang didukung oleh kekuatan militer Prusia - dan konservatisme internal yang dibatasi oleh pragmatisme, yang dikenal dengan julukan ''[[Realpolitik]]''.<ref>Blackbourn, ''Long Century'', hlm. 175–179.</ref>
 
Bismarck menjelaskan inti dari ''Realpolitik'' dalam [[Darah dan Besi (pidato)|pidato "Darah dan Besi"nya]] pada 30 September 1862, segera setelah ia menjadi Presiden Menteri: "permasalahan-permasalahan besar saat ini tidak akan diselesaikan oleh pidato dan keputusan mayoritas-itu adalah kesalahan besar pada tahun 1848 dan 1849—tetapi oleh besi dan darah."<ref>Hollyday, 1970, hlm. 16–18.</ref> Kata-kata Bismarck, "besi dan darah" (atau "darah dan besi"), seringkali disalahartikan sebagai bukti bahwa Jerman haus akan darah dan kekuatan.<ref>Blackbourn, ''Peculiarities'', Bagian I.</ref> Frase dari pernyataan pertamanya "permasalahan-permasalahan besar saat ini tidak akan diselesaikan oleh pidato dan keputusan mayoritas" acapkali ditafsirkan sebagai penolakan akan proses politik - penolakan yang sebenarnya tidak didukung oleh Bismarck sendiri.<ref>Bismarck had "cut his teeth" on German politics, and German politicians, in Frankfurt: a quintessential politician, Bismarck had built his power-base by absorbing and co-opting measures from throughout the political spectrum. He was first and foremost a politician, and in this lied his strength. Furthermore, since he trusted neither Moltke nor Roon, he was reluctant to enter a military enterprise over which he would have no control. Mann, Chapter 6, pp. 316–395.</ref> Penekanannya pada darah dan besi bukan berarti kekuatan militer Prusia yang tak tertandingi, tetapi dua aspek penting: kemampuan negara-negara Jerman untuk menghasilkan besi dan bahan baku perang lainnya dan kemauan untuk menggunakan bahan baku tersebut apabila diperlukan.<ref>[[Isabel V. Hull]], ''Absolute Destruction: Military culture and the Practices of War in Imperial Germany'', Ithaca, New York, 2005, hlm. 90–108; 324–333.</ref>
Baris 168:
<center><small> – artikel dari ''[[The New York Times]]'' yang diterbitkan pada 1 Juli 1866<ref>''[http://query.nytimes.com/mem/archive-free/pdf?res=F10F10F73D551A7493C3A9178CD85F428684F9 The Situation of Germany.]'' ([[Portable Document Format|PDF]]) - [[The New York Times]], 1 Juli 1866.</ref></center></small>
 
Kebutuhan akan besi ''dan'' darah tampak semakin mencuat. Pada tahun 1862, saat Bismarck mengutarakan pidatonya, gagasan sebuah bangsa-negara Jerman dalam jiwa [[Pan-Jermanisme]] yang damai telah bergeser dari karakter yang liberal dan demokratik pada tahun 1848 menjadi karakter yang mengakomodasi ''Realpolitik'' Bismarck yang lebih konservatif. Sebagai seorang pragmatis, Bismarck paham akan kemungkinan, hambatan, dan keuntungan sebuah negara yang bersatu. Ia juga memahami kepentingan mengaitkan negara tersebut dengan dinasti Hohenzollern, yang dianggap beberapa sejarawan sebagai kontribusi utama Bismarck terhadap pendirian [[Kekaisaran Jerman]] pada tahun 1871.<ref>Michael Eliot Howard, ''The Franco-Prussian War: the German invasion of France, 1870–1871.'' New York, MacMillan, 1961, hlm. 40.</ref> Walaupun traktat-traktat yang mengikat berbagai negara-negara Jerman melarang Bismarck untuk mengambil tindakan sepihak, jiwa politikus dan diplomat dalam diri Bismarck menyadari ketidakpraktisan tindakan tersebut.<ref>Mann, hlm. 390–395.</ref> Untuk menyatukan negara-negara Jerman, Bismarck memerlukan satu musuh dari luar yang akan menyatakan perang terhadap negara-negara Jerman terlebih dahulu, sehingga menjadi ''[[casus belli]]'' untuk mengerahkan semua orang-orang Jerman. Kesempatan ini muncul dengan meletusnya [[Perang PerancisPrancis-Prusia]] pada tahun 1870. Sejarawan telah lama memperdebatkan peran Bismarck dalam peristiwa-peristiwa yang mengarah pada perang tersebut. Menurut sudut pandang tradisional, yang didukung oleh sejarawan-sejarawan pro-Prusia akhir abad ke-19 dan awal abad ke-20, sejak awal Bismarck memang bertujuan untuk menyatukan Jerman. Namun, sejarawan-sejarawan setelah tahun 1945 meyakini bahwa Bismarck bersifat oportunis dalam jangka pendek dan tidak memiliki skema besar untuk menyatukan Jerman.<ref>A.J.P. Taylor, ''Bismarck: The Man and the Statesman.'' Oxford, Clarendon, 1988. Bab 1, dan Kesimpulan.</ref> Meskipun begitu, Bismarck bukan penjahat maupun santo: dengan memanipulasi peristiwa pada tahun 1866 dan 1870, ia menunjukkan kemampuan politik dan diplomatik yang membuat Wilhelm beralih padanya pada tahun 1862.<ref>Howard, hlm. 40–57.</ref>
[[Berkas:Jutland Peninsula map.PNG|jmpl|180px|kiri|Dari utara ke selatan: wilayah [[Jutlandia]] bagian Denmark berwarna ungu dan merah tua, wilayah [[Kadipaten Schleswig|Schleswig]] berwarna merah dan coklat, dan [[Kadipaten Holstein|Holstein]] berwarna kuning muda. [[Permasalahan Schleswig-Holstein]] terkait dengan status wilayah-wilayah tersebut.]]
Terdapat tiga peristiwa yang berperan penting dalam penyatuan politik dan administratif Jerman. Peristiwa pertama adalah kematian [[Frederik VII dari Denmark]] tanpa penerus laki-laki, sehingga mengakibatkan [[Perang Schleswig Kedua]] pada tahun 1864. Kemudian, [[penyatuan Italia]] memberikan sekutu baru bagi Prusia untuk berperang melawan Austria dalam [[Perang Austria-Prusia]] pada tahun 1866. Yang terakhir, PerancisPrancis - yang takut dikepung oleh Hohenzollern - menyatakan perang terhadap Prusia pada tahun 1870, sehingga memicu [[Perang PerancisPrancis-Prusia]]. Melalui gabungan diplomasi dan kepemimpinan politik Bismarck, reorganisasi militer [[Albrecht von Roon|von Roon]], dan strategi militer [[Helmuth von Moltke yang Tua|von Moltke]], Prusia menunjukkan bahwa tidak ada penandatangan [[Traktat Paris (1815)|perjanjian perdamaian tahun 1815]] yang dapat menjamin lingkup pengaruh Austria di Eropa Tengah, sehingga Prusia memperoleh hegemoni di Jerman dan mengakhiri perdebatan dualisme.<ref>Sheehan, hlm. 900–904; Wawro, hlm. 4–32; Holt, hlm. 75.</ref>
 
=== Permasalahan Schleswig-Holstein ===
Baris 198:
 
==== Austria terisolasi ====
Walaupun beberapa negara Jerman awalnya mendukung Austria, mereka memilih untuk bertahan dan gagal melancarkan serangan yang efektif terhadap tentara Prusia. Akibatnya, tentara Austria menghadapi tentara Prusia yang memiliki teknologi yang lebih unggul dengan dukungan dari [[Sachsen]] saja. PerancisPrancis menjanjikan bantuan, tetapi terlambat dan bantuannya sendiri tidak cukup.<ref>Geoffrey Wawro, ''The Austro Prussian War: Austria's War with Prussia and Italy in 1866.'' Cambridge, Cambridge University, 1996, hlm. 50–60; 75–79.</ref> Lebih lagi, mobilisasi Italia di perbatasan selatan Austria mengharuskan Austria untuk membagi pasukannya untuk [[Perang Kemerdekaan Italia Ketiga|berperang]] di front kedua di [[Veneto|Venesia]] dan [[Laut Adriatik]].<ref>Wawro, hlm. 57–75.</ref> Pada akhirnya, [[Pertempuran Königgrätz]] yang berlangsung sepanjang hari di desa [[Sadová]] memberikan Prusia kemenangan yang menentukan jalannya perang.<ref>Sheehan, hlm. 908–909</ref>
 
=== ''Realpolitik'' dan Konfederasi Jerman Utara ===
Baris 205:
Perjanjian perdamaian perlu segera ditandatangani agar Rusia tidak campur tangan untuk membantu Austria.<ref>Taylor, ''Bismarck'', hlm. 87–88.</ref> Prusia mencaplok [[Kerajaan Hannover|Hannover]], [[Elektorat Hesse|Hesse-Kassel]], [[Kadipaten Nassau|Nassau]], dan [[Kota Bebas Frankfurt|Frankfurt]]. [[Kadipaten Agung Hesse|Hesse Darmstadt]] kehilangan sebagian wilayahnya, tetapi kedaulatannya masih tetap ada. Negara-negara di sebelah selatan sungai [[Main (sungai)|Main]] (Baden, Württemberg, dan Bayern) menandatangani perjanjian terpisah yang mengharuskan mereka membayar ganti rugi dan membentuk persekutuan dengan Prusia, sehingga memasukkan mereka ke dalam lingkup pengaruh Prusia. Austria dan sebagian besar sekutunya dikecualikan dari [[Konfederasi Jerman Utara]].<ref>Sheehan, hlm. 910.</ref>
 
Berakhirnya dominasi Austria atas negara-negara Jerman mengalihkan perhatian Austria ke wilayah [[Balkan]]. Pada tahun 1867, kaisar Austria [[Franz Joseph I dari Austria|Franz Joseph]] menerima penetapan ([[Kompromi Austria-Hongaria 1867]]) yang memberi wilayah Hongaria status yang sama dengan wilayah Austria, sehingga berdirilah [[Dwimonarki]] [[Austria-Hongaria]]<ref>Sheehan, hlm. 905–910.</ref> [[Perdamaian Praha (1866)]] menawarkan syarat-syarat yang lebih ringan kepada Austria, yang merestrukturisasi hubungan Austria denganItalia; walaupun tentara Austria lebih berhasil dalam peperangan melawan Italia, Austria kehilangan provinsi [[Kerajaan Lombardia-Venesia|Venesia]]. Habsburgs menyerahkan Venesia kepada PerancisPrancis, yang kemudian secara resmi menyerahkan wilayah tersebut kepada Italia.<ref>Rosita Rindler Schjerve ''Diglossia and Power: Language Policies and Practice in the Nineteenth Century Habsburg Empire'', 2003, ISBN 3-11-017653-X, hlm. 199–200.</ref> Rakyat PerancisPrancis tidak menyukai kemenangan Prusia dan meminta ''Revanche pour Sadová'' ("balas dendam untuk Sadova"). Hal ini menggambarkan sentimen anti-Prusia di PerancisPrancis - masalah yang akan semakin menguat dalam bulan-bulan menjelang [[Perang PerancisPrancis-Prusia]].<ref>Bridge and Bullen, ''The Great Powers and the European States System 1814–1914''.</ref> Perang Austria-Prusia juga merusak hubungan Prusia dengan pemerintahan PerancisPrancis. Dalam sebuah pertemuan di [[Biarritz]] pada September 1865 dengan [[Napoleon III]], Bismarck membiarkan Napoleon mengira (atau Napoleon III mengira) bahwa PerancisPrancis boleh menganeksasi sebagian dari [[Belgia]] dan [[Luksemburg]] sebagai ganti atas kenetralannya dalam perang. Aneksasi tersebut tidak berlangsung, sehingga Napoleon menjadi bermusuhan kepada Bismarck.
 
Kekalahan Austria mengakibatkan peninjauan kembali divisi internal, otonomi lokal, dan liberalisme.<ref>Sheehan, hlm. 909–910; Wawro, Chapter 11.</ref> Konfederasi Jerman Utara yang baru memiliki konstitusi, bendera, dan struktur pemerintahan dan administratifnya sendiri. Melalui kemenangan militer, Prusia di bawah pengaruh Bismarck telah mengalahkan perlawanan Austria terhadap gagasan penyatuan Jerman. Pengaruh Austria terhadap negara-negara Jerman telah dihancurkan, tetapi perang ini juga memecah semangat persatuan pan-Jerman: sebagian besar negara-negara Jerman tidak menyukai politik kekuatan Prusia.<ref>Blackbourn, ''Long Century'', Chapter V: ''From Reaction to Unification'', hlm. 225–269.</ref>
 
== Perang melawan PerancisPrancis ==
{{Details|Perang PerancisPrancis-Prusia}}
 
Pada tahun 1870, Perang Austria-Prusia telah memberikan tiga pelajaran penting. Pelajaran pertama adalah bahwa melalui kekuatan senjata, suatu negara yang kuat dapat menantang persekutuan dan lingkup pengaruh lama yang ditetapkan pada tahun 1815. Kedua, melalui manuver diplomatik, seorang pemimpin yang cakap dapat membuat suatu keadaan yang membuat negara lawan menyatakan perang terlebih dahulu, sehingga mendorong negara yang bersekutu dengan "korban" agresi untuk membantu negara tersebut. Terakhir, kapasitas militer Prusia jauh melebihi Austria, sehingga Prusia adalah satu-satunya negara dalam Konfederasi (atau di antara negara-negara Jerman secara umum) yang mampu melindungi semua negara Jerman dari kemungkinan campur tangan atau agresi. Pada tahun 1866, kebanyakan negara-negara berukuran sedang menentang Prusia, tetapi pada tahun 1870 negara-negara tersebut telah ditundukkan dan dibujuk untuk bersekutu dengan Prusia. Dengan memanipulasi politik Eropa, Bismarck menciptakan situasi yang membuat PerancisPrancis berperan sebagai penyerang, sementara Prusia menjadi "pelindung" hak-hak dan kebebasan Jerman.<ref>Howard, hlm. 4–60.</ref>
 
=== Keruntuhan lingkup pengaruh di Spanyol ===
Di Kongres Wina pada tahun 1815, Metternich dan sekutu-sekutu konservatifnya mendirikan kembali monarki Spanyol di bawah kepemimpinan [[Raja Ferdinand VII dari Spanyol|Raja Ferdinand VII]]. Dalam waktu empat puluh tahun, kekuatan-kekuatan besar masih mendukung monarki Spanyol, tetapi peristiwa pada tahun 1868 menguji sistem lama. Revolusi di Spanyol menjatuhkan [[Isabella II dari Spanyol|Ratu Isabella II]], dan tahta kerajaan tetap kosong sementara Isabella hidup dalam pengasingan di Paris. Bangsa Spanyol yang sedang mencari penerus Katolik yang tepat menawarkan jabatan raja kepada tiga pangeran Eropa, namun semuanya ditolak oleh [[Napoleon III]] sebagai tokoh berpengaruh kuat di tingkatan regional. Akhirnya, pada tahun 1870 mahkota ditawarkan kepada [[Leopold, Pangeran Hohenzollern|Leopold]] dari [[Hohenzollern-Sigmaringen]], pangeran Katolik dari garis keturunan Hohenzollern.<ref>Howard, hlm. 50–57.</ref>
 
Dalam beberapa minggu, tawaran Spanyol menjadi topik perbincangan di Eropa. Bismarck mendorong Leopold agar menerima tawaran tersebut.<ref>Howard, hlm. 55–56.</ref> Apabila seseorang dari wangsa Hohenzollern-Sigmaringen diangkat menjadi raja Spanyol, di kedua sisi perbatasan PerancisPrancis akan terdapat raja-raja Jerman dari garis keturunan Hohenzollern. Hal ini mungkin menyenangkan Bismarck, tetapi tidak dapat diterima oleh Napoleon III atau [[Agenor, duc de Gramont]], Menteri Luar Negeri PerancisPrancis. Gramont menulis ultimatum kepada Wilhelm sebagai kepala keluarga Hohenzollern dan menyatakan bahwa apabila seorang pangeran Hohenzollern menerima mahkota Spanyol, pemerintah PerancisPrancis akan menanggapinya-walaupun ia tidak menjelaskan tanggapan apa yang akan diberikan. Pangeran Leopold mengundurkan diri dari pencalonan, sehingga meredakan krisis, tetapi duta besar PerancisPrancis untuk Berlin tidak membiarkan isu tersebut hilang.<ref>Howard, hlm. 56–57.</ref> Ia mendekati Raja Prusia secara langsung saat sang raja sedang berlibur di [[Bad Ems]], dan meminta agar Raja mengeluarkan pernyataan yang menyatakan bahwa ia tidak akan memperbolehkan pemasangan seorang Hohenzollern di tahta Spanyol. Wilhelm menolak memberi pernyataan tersebut, dan mengirimkan berita tertulis kepada Bismarck melalui telegram yang mendeskripsikan permintaan PerancisPrancis. Bismarck menggunakan telegram raja, yang disebut [[berita tertulis Ems]], sebagai templat untuk pernyataan singkat di media. Setelah Bismarck menyingkat dan mempertajam kata-kata raja - ditambah dengan perubahan yang dibuat dalam proses penerjemahan oleh instansi PerancisPrancis [[Havas]] — berita tertulis Ems menimbulkan kemarahan di PerancisPrancis. Rakyat PerancisPrancis, yang masih marah akan kekalahan di Sadová, meminta perang.<ref>Howard, hlm. 55–59.</ref> [[Berkas:Napoleon III Otto von Bismarck (Detail).jpg|jmpl|upright=1.25|ka|Kaisar Napoleon III (kiri ) di Sedan, pada 2 September 1870, duduk di sebelah Kanselir Prusia Otto von Bismarck yang memegang pedang Napoleon. Kekalahan angkatan bersenjata PerancisPrancis mendestabilisasi rezim Napoleon; revolusi di Paris mendirikan [[Republik PerancisPrancis Ketiga]], dan perang berlanjut.]]
 
=== Operasi militer ===
Napoleon III mencoba memperoleh kompensasi wilayah dari kedua belah pihak sebelum dan sesudah Perang Austria-Prusia. Namun, meskipun berperan sebagai mediator dalam negosiasi perdamaian, ia tidak mendapatkan apa-apa. Ia berharap bahwa Austria akan ikut serta dalam perang untuk membalas dendam. Selain itu, ia juga ingin agar mantan sekutu Austria - terutama negara-negara Jerman di selatan seperti Baden, Württemberg, dan Bayern — turut membantu PerancisPrancis. Harapan ini pupus setelah traktat tahun 1866 diberlakukan dan menyatukan negara-negara Jerman secara militer untuk berperang melawan PerancisPrancis. Alih-alih melancarkan perang pembalasan dendam melawan Prusia yang didukung oleh sekutu-sekutu Jerman, PerancisPrancis malah berperang melawan negara-negara Jerman tanpa sekutu sama sekali.<ref>Howard, hlm. 64–68.</ref> Reorganisasi militer oleh [[Albrecht von Roon|von Roon]] dan strategi operasional [[Helmuth von Moltke the Elder|Moltke]] berdampak besar dalam perang melawan PerancisPrancis. Kecepatan mobilisasi Prusia membuat kagum PerancisPrancis, dan kemampuan Prusia untuk memusatkan kekuatan di tempat-tempat tertentu - yang mirip dengan strategi Napoleon tujuh puluh tahun sebelumnya - mengalahkan mobilisasi PerancisPrancis. Dengan menggunakan jaringan rel yang dibuat secara efisien, tentara Prusia dikirim ke medan pertempuran dengan kondisi siap untuk bertempur, sementara tentara PerancisPrancis harus berjalan menempuh jarak yang jauh untuk mencapai tempat pertempuran. Setelah sejumlah pertempuran meletus, terutama [[Pertempuran Spicheren|Spicheren]], [[Pertempuran Wörth (1870)|Wörth]], [[Pertempuran Mars-la-Tour|Mars la Tour]], dan [[Pertempuran Gravelotte|Gravelotte]], tentara Prusia berhasil mengalahkan angkatan bersenjata utama PerancisPrancis dan maju ke kota [[Metz]] dan ibukota PerancisPrancis di Paris. Mereka menawan Napoleon III dan seluruh angkatan bersenjata PerancisPrancis di [[Pertempuran Sedan|Sedan]] pada 1 September 1870.<ref>Howard, hlm. 218–222.</ref>
 
=== Proklamasi Kekaisaran Jerman ===
Penangkapan kaisar PerancisPrancis yang memalukan dan penawanan seluruh angkatan bersenjata PerancisPrancis mengacaukan pemerintahan PerancisPrancis; musuh-musuh Napoleon menjatuhkan pemerintahannya dan memproklamirkan [[Republik PerancisPrancis Ketiga]].<ref>Howard, hlm. 222–230.</ref> Komando Tinggi Jerman memperkirakan tawaran perdamaian dari PerancisPrancis, namun republik baru menolak menyerah. Angkatan bersenjata Prusia [[Pengepungan Paris (1870-1871)|mengepung Paris]] hingga pertengahan Januari, dan kota tersebut "dibombardir secara tidak efektif"".<ref>Taylor, ''Bismarck'', hlm. 126</ref> Pada 18 Januari 1871, pangeran-pangeran Jerman dan komandan militer senior memproklamirkan [[Wilhelm I dari Jerman|Wilhelm]] sebagai "Kaisar Jerman" di [[Balai Cermin (Istana Versailles)|Balai Cermin]] [[Istana Versailles]].<ref>[http://www.dhm.de/lemo/html/kaiserreich/innenpolitik/reichsgruendung/index.html Die Reichsgründung 1871] (The Foundation of the Empire, 1871), Lebendiges virtuelles Museum Online, accessed 2008-12-22. German text translated: [...] on the wishes of Wilhelm I, on the 170th anniversary of the elevation of the House of Brandenburg to princely status on 18 January 1701, the assembled German princes and high military officials proclaimed Wilhelm I as German Emperor in the Hall of Mirrors at the Versailles Palace.</ref> Berdasarkan [[Traktat Frankfurt (1871)|Traktat Frankfurt]] yang ditandatangan sesudahnya, PerancisPrancis menyerahkan wilayah berbahasa Jermannya ([[Alsace]] dan wilayah [[Lorraine]] yang berbahasa Jerman); membayar ganti rugi (berdasarkan populasi) yang disesuaikan dengan jumlah yang ditetapkan oleh Napoleon Bonaparte terhadap Prusia pada tahun 1807;<ref>Taylor, ''Bismarck'', hlm. 133.</ref> dan menerima pemerintahan Jerman atas Paris dan sebagian besar PerancisPrancis utara, dan "tentara Jerman akan mundur bertahap setiap kali pembayaran ganti rugi dicicil".<ref>Crankshaw, Edward. ''Bismarck''. New York, The Viking Press, 1981, hlm. 299.</ref>
[[Berkas:Wernerprokla.jpg|jmpl|upright=1.67|18 Januari 1871: Proklamasi [[Kekaisaran Jerman]] di [[Balai Cermin (Istana Versailles)|Balai Cermin]] [[Istana Versailles]]. [[Otto von Bismarck|Bismarck]] berpakaian putih. Adipati Agung Baden berdiri di samping Wilhelm. Putra Mahkota Friedrich, nantinya menjadi [[Frederick III, Kaisar Jerman|Friedrich III]], berdiri di sebelah kanan ayahnya. Lukisan dibuat oleh [[Anton von Werner]].]]
 
=== Kepentingan dalam proses penyatuan ===
Kemenangan Prusia atas PerancisPrancis merupakan pencapaian penting dalam upaya untuk menyatukan Jerman. Pada awal tahun 1860-an, Austria dan Prusia sama-sama mengklaim sebagai perwakilan negara-negara Jerman; keduanya meyakini bahwa mereka dapat mendukung dan melindungi kepentingan Jerman. Dalam menanggapi Permasalahan Schleswig-Holstein, keduanya terbukti dapat melakukannya dengan baik. Setelah kemenangan atas Austria pada tahun 1866, Prusia mulai menekankan otoritasnya sebagai perwakilan negara-negara Jerman dan pelindung kepentingan Jerman, sementara Austria mulai mengalihkan perhatiannya pada wilayahnya di Balkan. Kemenangan atas PerancisPrancis pada tahun 1871 memperluas hegemoni Prusia atas negara-negara Jerman di tingkatan internasional. Dengan proklamasi Wilhelm sebagai ''Kaiser'', Prusia menjadi pemimpin kekaisaran baru. Negara-negara Jerman di selatan secara resmi tergabung dalam negara Jerman yang bersatu berdasarkan [[Traktat Versailles 1871]] (ditandatangani 26 Februari 1871; nantinya diratifikasi dalam [[Traktat Frankfurt (1871)|Traktat Frankfurt]] pada 10 Mei 1871), yang secara resmi mengakhiri perang.<ref>Howard, Chapter XI: the Peace, hlm. 432–456.</ref> Meskipun Bismarck telah memimpin transformasi Jerman dari konfederasi yang longgar menjadi negara-bangsa federal, ia tidak melakukannya sendiri. Penyatuan didasarkan pada tradisi kolaborasi hukum di bawah Kekaisaran Romawi Suci dan kolaborasi ekonomi melalui ''Zollverein.'' Kesulitan ''Vormärz'', dampak aktivitas liberal pada tahun 1848, reorganisasi militer von Roon, dan strategi von Moltke turut berperan dalam penyatuan politik.<ref>Blackbourn, ''Long Century'', hlm. 255–257.</ref>
 
== Penyatuan politik dan administratif ==
Baris 260:
=== ''Kulturkampf'' ===
{{main|Kulturkampf}}
Bagi beberapa orang Jerman, definisi ''bangsa'' tidak meliputi [[pluralisme]], dan agama [[Katolik Roma|Katolik]] berada di bawah pengawasan; beberapa orang Jerman, terutama Bismarck, takut bahwa keterkaitan Katolik dengan [[kepausan]] akan membuat mereka kurang setia kepada bangsa. Sebagai kanselir, Bismarck mencoba membatasi pengaruh [[Gereja Katolik Roma]] dan partainya, [[Partai Tengah Katolik]], melalui kebijakan sekolah, pendidikan, dan bahasa. Namun, upaya ini tidak berhasil. Partai Tengah Katolik masih tetap kuat di wilayah-wilayah Katolik seperti Bayern dan Baden selatan, dan di wilayah perkotaan yang dihuni oleh banyak penduduk desa yang mencari kerja di bidang industri. Partai ini tidak hanya mencoba melindungi hak-hak orang Katolik, tetapi juga minoritas, seperti minoritas PerancisPrancis di Alsace dan Polandia.<ref>Blackbourn, ''Long Century'', hlm. 283; 285–300.</ref>
 
Sementara itu, berdasarkan Hukum Mei 1873, pengangkatan pendeta dan pendidikannya berada di bawah kendali negara. Akibatnya, banyak seminari yang ditutup, dan terjadi kekurangan pendeta. Selain itu, Hukum Kongregasi 1875 membubarkan ordo-ordo religius, mengakhiri subsidi negara untuk Gereja Katolik, dan menghapuskan perlindungan agama dari konstitusi Prusia.<ref>Sperber, Jonathan. ''Popular Catholicism in nineteenth-century Germany'', Princeton, N.J., 1984.</ref>
Baris 267:
[[Berkas:GermanJews1.jpg|jmpl|ka|lurus|Yahudi Jerman dari abad ke-13.]]
 
[[Yahudi Ashkenazi]] merupakan salah satu minoritas yang rentan di Jerman. Semenjak tahun 1780, setelah diberlakukannya emansipasi oleh Kaisar Romawi Suci [[Joseph II, Kaisar Romawi Suci|Joseph II]], Yahudi di bekas wilayah Habsburg menikmati hak istimewa dalam bidang ekonomi dan hukum: misalnya, mereka boleh memiliki tanah, dan mereka tidak harus tinggal di daerah Yahudi (juga disebut ''[[Ghetto|Judengasse]]''). Mereka juga dapat masuk universitas dan berprofesi. Selama era Napoleon, pembatas antara orang-orang Yahudi dan Kristen mulai sirna. Napoleon memerintahkan [[emansipasi Yahudi]] di wilayah yang dikuasai oleh PerancisPrancis. Yahudi yang kaya, seperti orang-orang PerancisPrancis lainnya, mensponsori [[Salon (perkumpulan)|perkumpulan "salon"]]; beberapa ''salonnières'' Yahudi mengadakan pertemuan penting di Frankfurt dan Berlin, dan di tempat tersebut kaum intelektual Jerman mengembangkan intelektualisme republikannya tersendiri. Dalam dasawarsa-dasawarsa berikutnya, setelah kekalahan PerancisPrancis, tanggapan negatif terhadap percampuran orang Yahudi dan Kristen membatasi dampak intelektual salon-salon tersebut. Selain salon, Yahudi meneruskan proses [[Jermanisasi]] dengan menggunakan cara berpakaian dan berbicara Jerman, dan berusaha untuk masuk ke dalam ruang publik Jerman pada abad ke-19. Pergerakan reformasi religius di antara orang-orang Yahudi Jerman mencerminkan upaya ini.<ref>Marion Kaplan, ''The making of the Jewish middle class: women, family, and identity in Imperial Germany'', New York, 1991.</ref>
 
Pada saat penyatuan, Yahudi Jerman berperan penting dalam dasar intelektual Jerman. Pengusiran orang Yahudi dari Rusia pada tahun 1880-an dan 1890-an mempersulit integrasi ke ruang publik Jerman. Ribuan Yahudi Rusia tersebut tiba di kota-kota Jerman utara; mereka dianggap kurang berpendidikan dan kurang makmur, dan kemiskinan mereka seringkali mencemaskan Yahudi yang terjermanisasi. Banyak permasalahan yang terkait dengan kemiskinan (seperti penyakit, rumah yang terlalu padat, pengangguran, putus sekolah, penolakan belajar bahasa Jerman, dll) tidak hanya menekankan perbedaan mereka dengan orang Jerman yang Kristen, tetapi juga dengan penduduk Yahudi lokal.<ref>Kaplan, in particular, hlm. 4–7 and Conclusion.</ref>
Baris 273:
=== Proses penulisan sejarah ===
{{Details|Historiografi dan nasionalisme}}
Karena dirasa perlu dalam membangun sebuah bangsa, proses penulisan sejarah bangsa Jerman dilakukan secara serius oleh beberapa sejarawan nasionalis Jerman, termasuk [[Friedrich Christoph Dahlmann|Friedrich Dahlmann]] (1785-1860) beserta muridnya, [[Heinrich von Treitschke]] (1834-1896), [[Theodor Mommsen]] (1817-1903), dan [[Heinrich von Sybel]] (1817-1895). Dahlmann sendiri meninggal sebelum penyatuan selesai, namun ia berjasa membangun dasar-dasar penulisan sejarah Jerman lewat karya sejarahnya tentang Revolusi Inggris dan Revolusi PerancisPrancis serta peran kedua revolusi tersebut terhadap sejarah Jerman.<ref>Blackbourn and Eley, ''Peculiarities'', hlm. 241.</ref>
 
Buku ''Sejarah Jerman pada Abad Kesembilan Belas'' karya Heinrich von Treitschke yang diterbitkan pada tahun 1879 memiliki konten yang mungkin menyesatkan: von Treitschke mengkhususkan sejarah Prusia dibanding sejarah negara-negara Jerman lainnya, dan buku tersebut berkisah tentang orang-orang Jerman dan takdir Prusia untuk menyatukan mereka. Mitos yang disebut [[mitos Borussia|mitos ''Borussia'']] ini (''Borussia'' adalah nama latin Prusia) menggambarkan Prusia sebagai penyelamat Jerman.<ref>Karin Friedrich, ''The other Prussia: royal Prussia, Poland and liberty, 1569–1772'', New York, 2000, hlm. 5.</ref> Prusia dianggap berperan penting dalam menyatukan negara-negara Jerman; hanya Prusia yang dianggap dapat melindungi kebebasan Jerman dari ancaman PerancisPrancis atau Prusia. Selain itu, mitos ini mengisahkan bagaimana Prusia menyelamatkan Jerman dari Napoleon pada tahun 1815 di Waterloo, mendirikan kesatuan ekonomi melalui ''Zollverein'', dan menyatukan semua orang Jerman di bawah satu bendera pada tahun 1871.<ref>Banyak sejarawan yang mendeskripsikan mitos ini tanpa mendukungnya. Lihat Rudy Koshar, ''Germany's Transient Pasts: Preservation and the National Memory in the Twentieth Century.'' Chapel Hill, 1998; Hans Kohn. ''German history; some new German views.'' Boston, 1954; Thomas Nipperdey, ''Germany history from Napoleon to Bismarck.''</ref> <!--Para sejarawan nasionalis berperan dalam menulis sejarah bangsa; artinya mereka melihat masa lalu bangsa dengan kerangka berpikir nasionalis. Proses penulisan sejarah adalah proses mengingat dan melupakan: proses memilih beberapa hal untuk diingat atau ditekankan, dan diabaikan atau dilupakan<ref>Richard R. Flores, ''Remembering the Alamo: memory, modernity, and the master symbol.'' 1st ed, History, culture, and society series. Austin, Texas, 2002.</ref>-->
 
Sementara itu, kontribusi Mommsen dalam ''[[Monumenta Germaniae Historica]]'' menjadi dasar keilmuan yang mempelajari bangsa Jerman, dan memperluas definisi "Jerman" dengan memasukkan wilayah di luar Prusia ke dalamnya. Sebagai seorang profesor, sejarawan, dan teolog yang liberal, Mommsen menjadi anggota Dewan Perwakilan Prusia dari tahun 1863–1866 dan 1873–1879; ia juga menjadi anggota ''Reichstag'' dari tahun 1881–1884 untuk [[Partai Kemajuan Jerman]] (''Deutsche Fortschrittspartei'') yang liberal, dan nantinya untuk [[Partai Liberal Nasional (Jerman)|Partai Liberal Nasional]]. Ia menentang program-program [[antisemitisme|antisemit]] dalam ''Kulturkampf'' Bismarck dan teks pedas yang digunakan Treitschke dalam karyanya ''Studien über die Judenfrage'' (''Studi Permasalahan Yahudi'') yang menganjurkan asimilasi dan Jermanisasi Yahudi.<ref>Josep R. Llobera and Goldsmiths' College. ''The role of historical memory in (ethno)nation-building.'' Goldsmiths sociology papers. London, Goldsmiths College, 1996.</ref>