Krisis finansial Asia 1997: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
k ←Suntingan Dafiul Haq (bicara) dibatalkan ke versi terakhir oleh Adjayanto
Tag: Pengembalian
Ozgoldebron (bicara | kontrib)
Memperbaiki beberapa penggunaan istilah yang kurang tepat, seperti "defisit akun berjalan" menjadi "defisit transaksi berjalan" dan "pinjaman tak bekerja" menjadi "kredit macet".
Baris 7:
[[Indonesia]], [[Korea Selatan]], dan [[Thailand]] adalah negara-negara yang terkena dampak krisis terparah. [[Hong Kong]], [[Laos]], [[Malaysia]], dan [[Filipina]] juga terdampak oleh turunnya nilai mata uang. [[Brunei]], [[Cina]], [[Singapura]], [[Taiwan]], dan [[Vietnam]] tidak kentara dampaknya, namun sama-sama merasakan turunnya permintaan dan kepercayaan investor di seluruh Asia.
 
Rasio utang-PDB asingluar negeri terhadap PDB naik dari 100% menjadi 167% di empat negara besar [[ASEAN]] pada tahun 1993–96, lalu melonjak hingga 180% pada masa-masa terparah dalam krisis ini. Di Korea Selatan, rasionya naik dari 13% menjadi 21%, lalu memuncak di angka 40%. [[Negara industri baru]] lainnya masih lebih baik. Kenaikan rasio pembayaran utang- ekspor hanya dialami oleh Thailand dan Korea Selatan.<ref>{{Cite journal|url = http://www.adb.org/publications/key-indicators-developing-asian-and-pacific-countries-2003|title = Key Indicators of Developing Asian and Pacific Countries 2003|date = August 2003|journal = Asian Development Bank|doi = |pmid = |access-date = 16 November 2015}}</ref>
 
Meski sebagian besar negara di Asia memiliki [[kebijakan fiskal]] yang bagus, [[Dana Moneter Internasional]] (IMF) turun tangan melalui program senilai US$40 miliar untuk menstabilkan mata uang Korea Selatan, Thailand, dan Indonesia, negara-negara yang terdampak parah dalam krisis ini. Upaya menghambat krisis ekonomi global gagal menstabilkan situasi dalam negeri di Indonesia. Setelah 30 tahun berkuasa, [[Presiden Indonesia|Presiden]] [[Soeharto]] [[Jatuhnya Soeharto|terpaksa mundur]] pada tanggal 21 Mei 1998 di bawah tekanan massa yang memprotes kenaikan harga secara tajam akibat devaluasi [[rupiah]]. Dampak krisis masih terasa hingga 1998. Tahun 1998, pertumbuhan Filipina anjlok hingga nol persen. Hanya Singapura dan Taiwan yang agak terhindar dari krisis ini, tetapi keduanya sempat mengalami tekanan besar; Singapura ikut tertekan karena ukuran dan letak geografisnya antara Malaysia dan Indonesia. Tahun 1999, sejumlah analis mengamati bahwa [[ekonomi Asia|ekonomi di Asia]] mulai pulih.<ref>Pempel: pp 118–143</ref> Setelah krisis tahun 1997, ekonomi di Asia mulai stabil di bawah pengawasan keuangan.<ref>http://web.archive.org/web/20121018154416/http://www.adbi.org/files/2012.08.28.wp377.central.banking.financial.stability.asia.pdf</ref>
 
Sebelum tahun 1999, Asia menarik hampir separuh arus [[modal]] ke [[negara berkembang]]. Negara-negara Asia Tenggara mempertahankan nilai tukar tinggi demi menarik investor asing yang mencari [[tingkat pengembalian saham]] tinggi. Hasilnya, Asia Tenggara menerima arus uang yang besar dan mengalami lonjakan harga aset. Pada saat yang sama, Thailand, Malaysia, Indonesia, Singapura, dan Korea Selatan mengalami tingkat pertumbuhan tinggi, PDB 8–12%, pada akhir 1980-an dan awal 1993. Prestasi ini diakui oleh lembaga keuangan internasional seperti IMF dan [[Bank Dunia]] dan dijuluki sebagai "[[Empat Macan Asia|keajaiban ekonomi Asia]]".
Baris 15:
== Sejarah ==
=== Gelembung kredit dan nilai tukar tetap ===
Penyebab krisis ini masih diperdebatkan. Ekonomi Thailand berkembang menjadi [[gelembung ekonomi]] yang digerakkan oleh [["dana panas]]" (dana yang masuk ke sebuah pasar hanya untuk keuntungan jangka pendek dan spekulatif). Seiring membesarnya gelembung, semakin banyak pula dana yang diperlukan. Situasi serupa terjadi di Malaysia dan Indonesia melalui "[[kapitalisme kroni]]".<ref>Hughes, Helen. Crony Capitalism and the East Asian Currency Financial 'Crises'. ''Policy''. Spring 1999.</ref> Arus modal jangka pendek mahal dan dirancang untuk meraup [[untung]] cepat. Dana pembangunan tersalurkan secara tak terkendali ke orang-orang tertentu saja, bukan orang yang pantas atau layak, melainkan orang yang dekat dengan pusat kekuasaan.<ref>Blustein: p. 73</ref>
 
Pada pertengahan 1990-an, Thailand, Indonesia, dan Korea Selatan memiliki defisit [[akuntransaksi berjalan]] sektor swasta yang besar. Penerapan [[nilai tukar tetap]] meningkatkan pinjaman luar negeri dan memperbesar keterpaparan [[risiko valuta asing]] di sektor keuangan dan perusahaan.
 
Pada pertengahan 1990-an, serangkaian goncangan luar negeri mulai mengubah tatanan ekonomi. [[Devaluasi]] [[renminbi]] Cina dan [[yen]] Jepang setelah [[Perjanjian Plaza]] 1985, kenaikan suku bunga Amerika Serikat yang memperkuat nilai dolar A.S., dan penurunan harga semikonduktor menghambat pertumbuhan ekonomi.<ref>[http://www.frbsf.org/econrsrch/wklyltr/wklyltr98/el98-24.html FRBSF Economic Letter : What Caused East Asia's Financial Crisis?] 7 August 1998</ref> Seiring pulihnya [[ekonomi Amerika Serikat]] dari resesi pada awal 1990-an, [[Federal Reserve Bank]] di bawah pimpinan [[Alan Greenspan]] mulai menaikkan suku bunga A.S.AS untuk menurunkan inflasi.
 
Keputusan ini menjadikan Amerika Serikat negara yang lebih menarik bagi investor dibandingkan Asia Tenggara. Asia Tenggara menerima arus dana panas berkat suku bunga jangka pendek yang tinggi dan tingginya nilai dolar Amerika Serikat. Bagi negara-negara Asia Tenggara yang mata uangnya dijangkarkan ke dolar A.S.AS, nilai dolar A.S.AS yang lebih tinggi membuat harga barang ekspornya lebih mahal dan kurang bersaing di pasar global. Pada saat yang bersamaan, pertumbuhan ekspor Asia Tenggara melambat drastis pada musim semi 1996 sehingga memperburuk posisi akunneraca berjalannya.
 
Sejumlah ekonom menyebut pertumbuhan ekspor Cina sebagai salah satu penyebab melambatnya pertumbuhan ekspor negara-negara ASEAN. Namun demikian, para ekonom yang sama juga menyebut spekulasi properti berlebiihan sebagai penyebab utamanya.<ref>[https://www.newschool.edu/scepa/publications/workingpapers/archive/cepa0318.pdf The Three Routes to Financial Crises: The Need for Capital Controls]. Gabriel Palma (Cambridge University). Center for Economic Policy Analysis. November 2000.</ref> Cina mulai bersaing secara efektif dengan negara-negara pengekspor di Asia pada tahun 1990-an setelah diterapkannya beberapa reformasi berorientasi ekspor. Ekonom lainnya mempertanyakan dampak Cina dan mengatakan bahwa ASEAN dan Cina mengalami pertumbuhan ekspor yang pesat pada awal 1990-an.<ref>{{cite book |title=The Asia-Pacific Profile |author1=Bernard Eccleston |author2=Michael Dawson |author3=Deborah J. McNamara |year=1998 |publisher=Routledge (UK) |url=https://books.google.com/books?visbn=0415172799&id=l07ak-yd6DAC&pg=RA1-PA311&lpg=RA1-PA311&ots=XgqmmGV3CC&dq=%22Bangkok+Declaration%22+ASEAN&ie=ISO-8859-1&output=html&sig=u2ddDhzn-yVhEn5Fwu3d8iih0OA|isbn=0-415-17279-9 }}</ref>
Baris 46:
== Thailand ==
[[Berkas:Small FX Thailand US 10yrs.png|bingkai|Pertukaran uang Baht-dollar]]
Dari 1985 sampai 1995, [[Ekonomi Thailand]] tumbuh rata-rata 9%. Pada tanggal 14-15 [[Mei 1997]], mata uang [[baht]], terpukul oleh serangan spekulasi besar. Pada tanggal [[30 Juni]], Perdana Mentri [[Chavalit Yonchaiyudh]] berkata bahwa dia tidak akan [[devaluasi|mendevaluasi]] baht, tetapi administrasipemerintah Thailand yang tak memiliki cukup cadangan devisa untuk mempertahankan nilai tukar tetap dengan dolar AS akhirnya mengambangkan mata uang lokal tersebut pada [[2 Juli]].<BR>Pada 1996, "[[dana hedge]]" Amerika telah menjual US$400 juta dalam bentuk mata uang Thailand. Dari 1985 sampai 2 Juli 1997, baht dipatok pada 25 kepada [[dolar AS]]. Baht jatuh tajam dan hilang setengah harganya. Baht jatuh ke titik terendah di 56 ke dolar AS pada [[Januari 1998]]. Pasar saham Thailand jatuh 75% pada 1997. [[Finance One]], perusahaan keuangan Thailand terbesar [[bangkrut]]. Pada [[11 Agustus]], [[IMF]] membuka paket penyelamatan dengan lebih dari US$16 miliar (kira-kira Rp160 triliun). Pada [[20 Agustus]] IMF menyetujui, paket "bailout" sebesar US$3,9 miliar.
Pada 1996, "[[dana hedge]]" Amerika telah menjual $400 juta mata uang Thai. Dari 1985 sampai 2 Juli 1997, baht dipatok pada 25 kepada [[dolar AS]]. Baht jatuh tajam dan hilang setengah harganya. Baht jatuh ke titik terendah di 56 ke dolar AS pada [[Januari 1998]]. Pasar saham Thailand jatuh 75% pada 1997. [[Finance One]], perusahaan keuangan Thailand terbesar [[bangkrut]]. Pada [[11 Agustus]], [[IMF]] membuka paket penyelamatan dengan lebih dari 16 miliar dolar AS (kira-kira 160 trilyun Rupiah). Pada [[20 Agustus]] IMF menyetujui, paket "bailout" sebesar 3,9 miliar dolar AS.
== Filipina ==
Bank sentral Filipina menaikkan suku bunga sebesar 1,75 persentasi point pada Mei dan 2 point lagi pada [[19 Juni]]. Thailand memulai krisis pada 2 Juli. Pada [[3 Juli]], bank sentral Filipina dipaksa untuk campur tangan besar-besaran untuk menjaga [[peso Filipina]], menaikkan suku bunga dari 15 persen ke 24 persen dalam satu malam.
Baris 53 ⟶ 52:
Pada [[Oktober 1997]], [[dolar Hong Kong]], yang dipatok 7,8 ke dolar AS, mendapatkan tekanan spekulatif karena [[inflasi]] Hong Kong lebih tinggi dibanding AS selama bertahun-tahun. Pejabat keuangan menghabiskan lebih dari US$1 miliar untuk mempertahankan mata uang lokal. Meskipun adanya serangan spekulasi, [[Hong Kong]] masih dapat mengatur [[mata uang]]nya dipatok ke dolar AS. Pasar saham menjadi tak stabil, antara 20 sampai [[23 Oktober]], [[Index Hang Seng]] menyelam 23%. [[Otoritas Moneter Hong Kong]] berjanji melindungi mata uang. Pada [[15 Agustus]] 1997, suku bunga Hong Kong naik dari 8 persen ke 23 persen dalam satu malam.
== Korea Selatan ==
[[Korea Selatan]] adalah ekonomi terbesar ke-11 dunia pada 1997. DasarMereka memiliki landasan [[makroekonomi]]nya yang bagus namun sektor banknyaperbankannya dibebani pinjamankredit tak-bekerjamacet. HutangUtang berlebihan menuntun ke kegagalan besar dan pengambil-alihan. Contohnya, pada Juli, pembuat [[mobil]] ketiga terbesar Korea, [[Kia Motors]] meminta pinjaman darurat. Di awal penurunan pasar Asia, [[Moody's]] menurunkan [[rating kredit]] Korea Selatan dari A1 ke A3 pada [[28 November]] 1997, dan diturunkan lagi ke Baa2 pada [[11 Desember]]. Yang menyebabkan penurunan lebih lanjut di saham Korea sejak jatuhnya pasar saham di November. Bursa saham Seoul jatuh 4% pada [[7 November]] 1997. Pada [[8 November]], jatuh 7%, penurunan terbesar yang pernah tercatat di negara tersebut. Dan pada [[24 November]], saham jatuh lagi 7,2 persen karena ketakutan IMF akan meminta reform yang berat. Pada 1998, [[Hyundai Motor]] mengambil alih Kia Motors.
== Malaysia ==
Pada 1997, [[Malaysia]] memiliki defisit [[akunneraca mata uang]]modal besar, lebih dari 6 persen dari [[Gross domestic product|GDP]]. Pada bulan Juli, [[ringgit]] Malaysia diserang oleh [[spekulasi|spekulator]]. Malaysia mengambangkan mata uangnya pada [[17 Agustus]] 1997 dan ringgit jatuh secara tajam. Empat hari kemudian [[Standard and Poor's]] menurunkan [[rating hutang]] Malaysia. Seminggu kemudian, agensi rating menurunkan rating [[Maybank]], bank terbesar Malaysia. Pada hari yang sama, Bursa saham Kuala Lumpur jatuh 856 point, titik terendahnya sejak 1993. Pada [[2 Oktober]], ringgit jatuh lagi. Perdana Mentri [[Mahathir bin Mohamad]] memperkenalkan kontrol modal. Tetapi, mata uang jatuh lagi pada akhir 1997 ketika [[Mahathir bin Mohamad]] mengumumkan bahwa pemerintah akan menggunakan 10 miliar ringgit di proyek jalan, rel dan saluran pipa.<BR>
 
Pada 1998, pengeluaran di berbagai sektor menurun. Sektor konstruksi menyusut 23,5 persen, produksi menyusut 9 persen dan agrikultur 5,9 persen. Keseluruhan GDP negara ini turun 6,2 persen pada 1998. Tetapi Malaysia merupakan negara tercepat yang pulih dari krisis ini dengan menolak bantuan IMF.<BR>
== Indonesia ==
Pada bulan [[Juni 1997]], Indonesia terlihat jauh dari krisis. Tidak seperti Thailand, Indonesia memiliki inflasi yang rendah, surplus perdagangan surplus lebih dari US$900 juta dolar, persediaancadangan mata uang luardevisa yang besar, lebih dari US$20 miliar dolar, dan sektor bankperbankan yang baik.
 
Tapi banyak perusahaan Indonesia yang meminjam dalam bentuk dolar AS. Pada tahun berikut, ketika [[rupiah]] menguat terhadap dolar, praktisikebijakan ini telah bekerja baik untuk perusahaan tersebut—level efektifitasefektivitas hutang mereka dan biaya finansial telah berkurang pada saat harga mata uang lokal meningkat.
 
Pada bulan Juli 1997, Thailand mengambangkan baht, Otoritas Moneter Indonesia melebarkan jalur perdagangan dari 8 persen ke 12 persen. Rupiah mulai terserang kuat di Agustus. Pada [[14 Agustus]] 1997, pertukaran mengambang teratur ditukar dengan pertukaran mengambang-bebas. Rupiah jatuh lebih dalam. [[Dana Moneter Internasional|IMF]] datang dengan paket bantuan 23 miliar dolar, tetapi rupiah jatuh lebih dalam lagi karena ketakutan dari hutang perusahaan, penjualan rupiah, permintaan dolar yang kuat. Rupiah dan Bursa Saham Jakarta menyentuh titik terendah pada bulan September. Moody's menurunkan hutang jangka panjang Indonesia menjadi "junk bond".
 
Meskipun krisis rupiah dimulai pada bulan Juli dan Agustus 1997, krisis ini menguat pada bulan November ketika efek dari devaluasi di musim panas muncul pada neraca perusahaan. Perusahaan yang meminjam dalam dolar harus menghadapi biaya yang lebih besar yang disebabkan oleh penurunan rupiah. Akibatnya, banyak rakyat yang bereaksi dengan menukarkan rupiah dengan dolar AS, menurunkan harga rupiah lebih jauh lagi.<BR>[[Inflasi]] rupiah dan peningkatan besar harga bahan makanan menimbulkan kekacauan di Indonesia. Pada bulan Februari 1998, [[Soeharto|Presiden Suharto]] memecat Gubernur [[Bank Indonesia]], [[Sudrajad Djiwandono]]. Akhirnya, [[Kejatuhan Soeharto|Presiden Suharto dipaksa untuk mundur]] pada tanggal [[Kerusuhan Mei 1998|21 Mei 1998]] dan [[B.J. Habibie]] diangkat menjadi presiden. Mulai dari sini krisis moneter indonesia memuncak.
[[Inflasi]] rupiah dan peningkatan besar harga bahan makanan menimbulkan kekacauan di Indonesia. Pada bulan Februari 1998, [[Soeharto|Presiden Suharto]] memecat Gubernur [[Bank Indonesia]], [[Sudrajad Djiwandono]]. Akhirnya, [[Kejatuhan Soeharto|Presiden Suharto dipaksa untuk mundur]] pada tanggal [[Kerusuhan Mei 1998|21 Mei 1998]] dan [[B.J. Habibie]] diangkat menjadi presiden. Mulai dari sini krisis moneter indonesia memuncak.
 
Akibat dari Krisis finansial Asia 1997, sebanyak 300.000 [[penumpang]] bus telantar di [[Terminal Pulo Gadung, Jakarta|Terminal Pulogadung]], [[Terminal Kampung Rambutan]] dan [[Terminal Lebak Bulus]] akibat bus Antarkota antarprovinsi (AKAP) yang dinaikinya mengalami kenaikan tarif. Bus-bus ini jurusannya di antaranya rute-rute ke [[Kabupaten Cirebon|Cirebon]], [[Jawa Tengah]] dan [[Jawa Timur]].
 
== Singapura ==
[[Ekonomi Singapura]] berhasil mengatur performa yang relatif sehat dibandingkan dengan negara lain di Asia selama dan setelah krisis finansial, meskipun hubungan erat dan ketergantungan ekonomi regional tetap membawa efek negatif terhadap ekonominya. Tetapi, secara keseluruhan kemampuannya menghilangkan krisis diperhatikan secara luas, dan meningkatkan penelitian kebijakan fiskal Singapura sebagai pelajaran bagi negara tetangganya.<BR>Sebagai ekonomi terbuka, [[dolar Singapura]] terbuka terhadap tekanan spekulatif seperti telah terjadi pada [[1985]]. Ekonomi sangat penting dalam keberlangsungan Singapura sebagai negara merdeka, pemerintah Singapura berhasil mengatur suku pertukaran mata uangnya untuk menghindari potensi penyerangan speklulatif.
Sebagai ekonomi terbuka, [[dolar Singapura]] terbuka terhadap tekanan spekulatif seperti telah terjadi pada [[1985]]. Ekonomi sangat penting dalam keberlangsungan Singapura sebagai negara merdeka, pemerintah Singapura berhasil mengatur suku pertukaran mata uangnya untuk menghindari potensi penyerangan speklulatif.<BR>
== Tiongkok daratan ==
[[Republik Rakyat Tiongkok]] tidak terpengaruh oleh krisis ini karena [[renminbi]] yang tidak dapat ditukar dan kenyataan bahawa hampir semua investasi luarnya dalam bentuk pabrik dan bukan bidang keamanan. Meskipun RRT telah dan terus memiliki masalah "solvency" parah dalam sistem perbankannya, kebanyakan deposit di bank-bank RRT adalah domestik dan tidak ada pelarian bank.
== Amerika Serikat dan Jepang ==
"Flu Asia" juga memberikan tekanan kepada [[Amerika Serikat]] dan [[Jepang]]. Ekonomi mereka tidak hancur, tetapi terpukul kuat.<BR>Pada [[27 Oktober]] 1997, Industri [[Dow Jones]] jatuh 554-point, atau 7,2 persen, karena kecemasan ekonomi Asia. [[Bursa Saham New York]] menunda sementara perdagangan. Krisis ini menuju ke jatuhnya [[kepercayaan konsumen|konsumsi]] dan [[keyakinan]] mengeluarkan uang.<BR>Jepang terpengaruh karena ekonominya berperan penting di wilayah Asia. Negara-negara Asia biasanya menjalankan [[defisit perdagangan]] dengan Jepang karena ekonomi Jepang dua kali lebih besar dari negara-negara Asia lainnya bila dijumlahkan, dan tujuh kali lipat RRT. Sekitar 40 persen ekspor Jepang ke Asia. Pertumbuhan nyata GDP melambat di 1997, dari 5 persen ke 1,6 persen dan turun menjadi resesi pada 1998. Krisis Finansial Asia juga menuntun ke kebangkrutan di Jepang.
"Flu Asia" juga memberikan tekanan kepada [[Amerika Serikat]] dan [[Jepang]]. Ekonomi mereka tidak hancur, tetapi terpukul kuat.<BR>
Pada [[27 Oktober]] 1997, Industri [[Dow Jones]] jatuh 554-point, atau 7,2 persen, karena kecemasan ekonomi Asia. [[Bursa Saham New York]] menunda sementara perdagangan. Krisis ini menuju ke jatuhnya [[kepercayaan konsumen|konsumsi]] dan [[keyakinan]] mengeluarkan uang.<BR>
Jepang terpengaruh karena ekonominya berperan penting di wilayah Asia. Negara-negara Asia biasanya menjalankan [[defisit perdagangan]] dengan Jepang karena ekonomi Jepang dua kali lebih besar dari negara-negara Asia lainnya bila dijumlahkan, dan tujuh kali lipat RRT. Sekitar 40 persen ekspor Jepang ke Asia. Pertumbuhan nyata GDP melambat di 1997, dari 5 persen ke 1,6 persen dan turun menjadi resesi pada 1998. Krisis Finansial Asia juga menuntun ke kebangkrutan di Jepang.
== Laos ==
Laos terpengaruh ringan oleh krisis ini dengan nilai tukar [[Kip]] dari 47004.700 ke 60006.000 terhadap satu dolar AS.
== Konsekuensi ==
Krisis Asia berpengaruh ke [[mata uang]], [[pasar saham]], dan harga [[aset]] lainnya di beberapa negara Asia. Indonesia, Korea Selatan dan Thailand adalah beberapa negara yang terpengaruh besar oleh krisis ini.<BR>