Kota Makassar: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
k ←Suntingan 36.75.242.78 (bicara) dibatalkan ke versi terakhir oleh 182.1.208.10
Tag: Pengembalian
Baris 99:
Pada [[abad ke-16]], Makassar menjadi pusat perdagangan yang dominan di Indonesia Timur, sekaligus menjadi salah satu kota terbesar di [[Asia Tenggara]]. Raja-raja Makassar menerapkan kebijakan perdagangan bebas yang ketat, di mana seluruh pengunjung ke Makassar berhak melakukan perniagaan disana dan menolak upaya [[VOC]] ([[Belanda]]) untuk memperoleh hak [[monopoli]] di kota tersebut.
 
Selain itu, sikap yang toleran terhadap [[agama]] berarti bahwa meskipun [[Islam]] semakin menjadi agama yang utama di wilayah tersebut, pemeluk agama [[Kristen]] dan kepercayaan lainnya masih tetap dapat berdagang di Makassar. Hal ini menyebabkan Makassar menjadi pusat yang penting bagi orang-orang [[Melayu]] yang bekerja dalam perdagangan di [[Kepulauan Maluku]] dan juga menjadi markas yang penting bagipedagangbagi pedagang-pedagang dari [[Eropa]] dan [[Bangsa Arab|Arab]].Semua keistimewaan ini tidak terlepas dari kebijaksanaan Raja Gowa-Tallo yang memerintah saat itu (Sultan Alauddin, Raja Gowa, dan Sultan Awalul Islam, Raja Tallo).
 
Kontrol penguasa Makassar semakin menurun seiring semakin kuatnya pengaruh Belanda di wilayah tersebut dan menguatnya politik monopoli perdagangan [[rempah-rempah]] yang diterapkan Belanda melalui VOC. Pada tahun [[1669]], Belanda, bersama dengan La Tenri Tatta Arung Palakka dan beberapa kerajaan sekutu Belanda Melakukan penyerangan terhadap kerajaan Islam Gowa-Tallo yang mereka anggap sebagai Batu Penghalang terbesar untuk menguasai rempah-rempah di Indonesia timur. Setelah berperang habis-habisan mempertahankan kerajaan melawan beberapa koalisi kerajaan yang dipimpin oleh belanda, akhirnya Gowa-Tallo (Makassar) terdesak dan dengan terpaksa menanda tangani [[Perjanjian Bongaya]].