Suku Dayak Lawangan: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
HsfBot (bicara | kontrib)
k Bot: Penggantian teks otomatis (-Nampak, +Tampak; -nampak, +tampak; -Nampaknya, +Tampaknya; -nampaknya, +tampaknya)
k Bot: Penggantian teks otomatis (-  + )
Baris 34:
'''Kekerabatan dan Kekeluargaan Suku Dayak Lawangan'''
 
Sistem hubungan kekerabatan mereka  cenderung untuk bersifat matrilineal, mungkin karena pengaruh adat menetap sesudah nikah yang matrilokal (suami menetap di lingkungan keluarga asal isteri). Orang Lawangan juga mengenal adat ganti tikar (sosorat), artinya bila isteri meninggal maka suaminya harus kawin dengan saudara perempuan almarhum isterinya. Adat ini bertujuan agar pemilikan harta tetap berada pada pihak perempuan.
 
'''Kepercayaan Suku Dayak Lawangan'''
Baris 87:
'''2.SENTUME DIAN NA'AN MERENSIA = SEJARAH ASAL MULA MANUSIA'''
 
Setelah terjadinya Bumi dan Langit, ternyata ada sisa dari pekerjaan Sengkereang Sengkerepang tadi yakni tanah sebesar satu genggam dan langit sebesar satu genggam, lalu diciptakan oleh Maha Kuasa Allah Ta' Alla   seperti gambaran tubuh manusia yang belum dapat bergerak dan bernapas sebanyak 2 orang.
 
Setelah jadi gambaran manusia itu, maka Maha Kuasa Allah Ta' Alla memasukkan roh-Nya kepada kedua orang gambaran manusia itu, mulailah keduanya dapat bergerak dan bernafas, ternyata keduanya laki-laki semuanya, dan dapat berbicara serta menyebut namanya masing-masing.
Baris 123:
Lalu LEWIN TANA melaksanakan apa yang dikatakan LEWIN LANGIT, agar mendapat seorang perempuan.
 
Setelah mendapat seorang perempuan maka LEWIN TANA membawanya pulang ke dalam rumah. Lalu nama LEWIN TANA berubah nama menjadi SEMPIRANG LA'ANG.Kemudian seorang perempuan yang dibawanya tadi diambil menjadi isteri. Setelah beberapa lama mereka berkumpul dalam satu rumah. Hamil lah perempuan itu. 
 
Karena dilihatnya perempuan itu telah hamil maka oleh SEMPIRANG LA'ANG dilarang pergi kemana-mana atau pergi turun ke tanah, perempuan tadi atau isterinya itu diberi nama APE BUNGEN TANA. Untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga, berangkatlah SEMPIRANG LA'ANG mencari nafkah ke TANA OLUNG OLAU tetapi larangan-larang yang diucapkan oleh SEMPIRANG LA'ANG tidak diingat atau diindahkan oleh APE BUNGEN TANA.
 
Semenjak ditinggal olehnya,   isterinya   turun ke tanah dan melahirkan di bawah tangga dan ternyata suaminya melihat apa yang telah terjadi itu, mencari APE BUNGEN TANA kemana-mana hanya setumpuk tanah dibawah tangga.
 
Meneliti kejadian ini maka SEMPIRANG LA'ANG meminta petunjuk dari Maha Kuasa Allah Ta' Alla
Baris 135:
Setelah genap sembilan bulan dan sembilan hari lalu SEMPIRANG LA’ANG membuka UYUNG tersebut dan ternyata ada seorang anak kecil berjenis kelamin perempuan, melihat kejadian tersebut anak kecil itu dibawa dan dipeliharanya.
 
Singkat cerita, seiring waktu perjalanan hidup anak kecil tumbuh menjadi perempuan dewasa dan diambillah perempuan itu menjadi isterinya lalu diberi nama TEBILUNG UYUNG.Sejak itu nama SEMPIRANG LA’ANG berubah menjadi SERAKIN PINANG. Sepasang suami-isteri tersebut memperanakkan 41 orang. Hidup mereka hanya memakan tanah OLUNG OLAU yang setiap hari dibawa SERAKIN PINANG dan TEBILUNG UYUNG. Karena setiap harinya mereka berdua melakukan itu, maka mereka menemukan KULAT LAMBAT BAYAN di sebuah gunung dan lansung dibawa oleh mereka berdua untuk dimasak menjadi   makanan yang dinamakan SATU JAHAU JAJAU LA’ANG.
 
Dibawalah makan itu kepada   anak-anaknya. Setelah mereka memakan makanan itu, mereka menjadi mabuk dan ke 41 anaknya seperti tidak memiliki perasaan lagi, seakan merasa sehat. Anak yang paling tua selalu berbicara dan berkata-kata menurut ragam bahasa ibu dan bapaknya.   Dan saudara-saudara lainnya berbicara dalam berbagai macam bahasa.  
 
Anak yang pertama memakai bahasa ibu dan bapaknya yaitu membaca bahasa Lawangan atau Luangan.
Baris 165:
DATU RENTUOY OLLO ....
 
'''3.ORANG LUANGAN/ LAWANGAN PADA ZAMAN NABI NUH''' 
 
Pada waktu itu disebutkan Bentar Ruang Opat(sesanggan/wadah dari bahan kuningan) dan Mansi Bura Lumah (mangkok putih dan piring putih); kode iro naan URAN WALO OLO WALO MALEM = hujan delapan hari delapan malam kode iro dinaan na utus Owa
Baris 175:
1. SOONG ANJANG TIONG
 
2. NGERANG TIMANG 
 
3. NGAYUN BUEN
 
4. SOANG NYALIR LANGIT 
 
Karena ”hujan delapan hari delapan malam” belum juga surut maka dilakukanlah BALIAN oleh 4 orang saudara ini tetapi air belum juga surut-surut dan langit belum juga terangkat lalu datanglah seorang lelaki bernama NALAU KAYUN KULANG nama lainnya MA’ SUMPING NGUNJAU BAWE ULEK DA BELUH katanya aka kam hanya Baliana a da iro sulet ke Lengun Langit suba kam ngenu Bentar Ruang Opat enu kam ali Kumpai wai ali Bungu rio Mupun eyu berbentuk Bura Lemit Mea Metum dan Jereu sebab iro di Danum tau takui langit tau baluwas leka tangku langit iro ege da luyang Danum Pentuer Danum iro ege da Jawan ulu iro naan na ulek Owa Langit kelem dali ngenu kawan iye na ulek iro dehtai biru. Balalu Jawan Ulu tangkeng Toto Loyang Danum tandong toneng toto bungu rio mumpun Njanteau kumpai owai leka orot nenung iro tongkou langit terou lapas daluyang Danum Pentuer danum toro lapas da Jawan Olu leka iro danum surut langit mengkat magin mongkat sehingga langit dan tanah kembali seperti semula, itulah kisah sejarah=Sentume Sepuri “kebanjiran sampai ke langit dan   Balian” 
 
Setelah air surut,perahu orang Luangan bersandar di beberapa tempat, yang ada buktinya perahu kepunyaan orang Luangan ini di BAWO KINSO atau di hulu sungai TABALONG KIWA. Orang-orang Luangan pada waktu itu ada juga yang memakai PARING BATUNG TEMIANG yang tertinggal di Gunung LANSI di daerah KOTAM kecamatan POTANGKEP TUTUI. 
 
Kemudian 4 orang saudara tersebut membentuk 8 buah kampung, selalu menuturkan kisah diatas secara lisan disalurkan terus menerus, sambung menyambung dari mulut ke mulut. Dan mulai hidup berkelompok serta melakukan kegiatan beramal atau beribadat di TANJUNG RUANG DATAI LINO. Mereka berkembang sehingga memiliki banyak corak dan ragam sampai berakhirnya riwayat daerah itu.
Baris 191:
beramal atau beribadat dan membangun Langgar Tuyo Amal agama Hindu Keharingan Luangan. Kegiatan mereka dipimpin oleh yang bernama Kakah Tena selaku penyambung dan penyalur dari nama Mangendang, dikarenakan sesuatu hal menimpa masyarakat
 
ini maka pindahlah mereka ke daerah   SARAP RUANG di lembah Gunung Kesali. Di situlah mereka kembali melakukan kegiatan
 
beramal dan beribadat. Kepemimpinan dari Kakah Tena diteruskan oleh keturunannya, seorang perempuan bernama Nerin Bulau. Kelompok masyarakat ini berakhir riwayatnya di LIANG AYAH (Dusun Tengah-Ampah).
Baris 221:
Sejarah Daerah REGAN TATAU MENTELEDOK LOYANG DANUM
 
Daerah ini terdapat perantaraan KEPALA SUNGAI TALAKE, anak sungai PASIR dan dekat kepala sungai TOYEP anak sungai TABALONG KIWA, serta PEDUSUNAN ini boleh yang terbesar pada jamannya, sebelum adanya RAJA.  
 
Dikarenakan tempatnya sangat luas maka dengan sendirinya penduduknya menjadi banyak, serta adat dan kepercayaan bercorak ragam, sesuai kepercayaan masing-masing.  
 
Dengan adanya adat/kepercayaan ini bagi pihak SUKU KEHARINGAN LUANGAN . Masing-masing dipegang oleh :  
 
a.Adat Istiadat, awalnya dipegang oleh SERUNAI SOONG BUEN (seorang laki-laki) lalu diteruskan oleh KAKAH MANGBULU  
 
b.Kepercayaan Tuyo Amal, dipegang oleh PUTI SONGKONG(DATU PUTI SONGKONG) yang bergelar APAR BULAU ULING LANGIT
Baris 239:
kampungnya supaya menangani :
 
a. Soal adat dan hukum perihal Perkawinan  
 
b. Soal adat dan hukum perihal Belian-Belian
Baris 253:
Diteruskan oleh muridnya bernama TOJE TAMUN TELEW.
 
Kepercayaan Hindu Keharingan Luangan dibawakan oleh DATU SONGKONG yang bergelar APAR BULAU ULING LANGIT. Sesuai dengan perintah LEWIN LANGIT sejak perpisahan mereka setelah terjadinya langit dan bumi, semenjak itu   DATU PUTI SONGKONG meneruskan ajaran-ajaran kepercayaan Hindu Keharingan Luangan dan selanjutnya ajaran kepercayaan ini diteruskan oleh AYUS, INTONG dan TIA PELULE.
 
Memperhatikan bahwa pedusunan REGAN TATAU telah maju lalu mereka membawa ajaran dan kepercayaannya ke daerah KAYUNTANGI oleh AYUS, INTONG dan TIA PELULE beserta rombongannya. Kemudian mereka mengadakan pembangunan dan langgar   amalnya.
 
TIA PELULE meneruskan perjalanannya.
 
Kemudian KAKAH UKOP menyusul mereka dari daerah REGAN TATAU, dan terus bertempat tinggal ke daerah PASIR KENILO wilayah Kalimantan Timur, dan dari situlah   dia ingin mencari dimana letak sebenarnya pinggir dunia, maka berangkatlah dengan memakai WETA atau BENAWA LAYAR.
 
Selama melakukan perjalanan, sering mengalami masalah yakni telah delapan kali mengganti dan memotong tiang layarnya. Makin jauh perjalanan makin sempit jarak antara langit dan permukaan air laut, ternyata sampailah Kakah Ukop pada suatu daratan dimana terlihat olehnya jejeran Tihang Langit dan melintanglah Pinggir Dunia. Dalam bahasa Luangan : PALIT JEREJEK LANGIT-PETENG BENTURAN TANA. 
 
Kakah Ukop dalam perjalanannya ditemani oleh saudara kandungnya yakni adiknya. Karena kuasa Sang Kuasa ALLAH TA'ALLA maka naiklah Kakah Ukop ke daratan tapi adiknya tetap tinggal dalam Benawa. Nama adik Kakah Ukop adalah si USING.
 
Tetapi sial bagi Kakah Ukop ketika dia membatalkan niatnya untuk naik kedaratan lalu memanggil adiknya akan tetapi   yang dipanggil tidak menyahut maka menolehlah Kakah Ukop kebelakang Benawa ternyata adiknya tidak berada ditempat.
 
Menolehlah dia keatas, ternyata adiknya sedang bermain-main dengan orang-orang disebelah tihang-tihang. Lalu Kakah ukop mengambil tindakan untuk naik kedaratan agar dapat mengambil dan meminta adiknya.
Baris 289:
Demikian sejarahnya orang yang berusaha ke daerah Samarinda tidak menjadi berhasil dengan utuh.
 
Itulah sejarah dan kisahnya, tamatlah riwayat Kakah Ukop. 
 
'''5.SEJARAH AYUS, INTONG, TIA PELULE'''
Baris 307:
Perkataan si Jin makin mempersulit saja, pikirnya. Maka dicobalah oleh TIA PELULE menimbang cincin tersebut, ternyata berat cincin tersebut lebih berat dari pada tiang guru itu. Langsung dijawab oleh si Jin emas tai palat, emas yang begitu rupa selalu diambil saja dan selalu dilemparkannya ke tengah-tengah lautan.
 
Kemudian tiang guru itu ditancapkannya di sembarang tempat lalu ditimpaskan ditengahnya oleh Jin. 
 
Setelah terjadi keadaan tersebut, si Jin itu lari pulang dengan kemarahannya. Sehingga orang kampung itu menyerahkan kepercayaan kepada TIA PELULE sampai pembangunan tempat ibadah terlaksana sampai selesai. Bukan diatur dengan tenaganya tetapi diatur oleh kebijaksanaannya. 
 
Tamatlah riwayat TIA PELULE.