Media massa: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
HsfBot (bicara | kontrib)
k Bot: Perubahan kosmetika
k Bot: Penggantian teks otomatis (-  + )
Baris 100:
# melalui regulasi media massa: menurut peraturan perundang-undangan pasal 28 UUD 1945 dan UU No.11 tahun 1996 tentang pers sebenarnya telah menjamin kebebasan pers. Pasal 4 dan 8 UU tersebut memberikan jaminan tidak ada sensor, tidak ada larangan setiap warga negara yang ingin mendirikan perusahaan pers. Hal tersebut merupakan indikator penting adanya kebebasan pers. Contoh: pemberitaan kasus Antasari yang melibatkan wanita bernama Rani oleh salah satu stasiun TV. Kasusnya disini karena mereka Cuma menggunakan narasumber sekunder saja, misalnya keluarga Rani dan tetangga Rani, bukan dari narasumber utama. Pasal yang dilanggar adalah pasal 3 yang berbunyi Wartawan Indonesia selalu menguji informasi, memberitakan secara berimbang, tidak mencampurkan fakta dan opini yang menghakimi, serta menerapkan asas praduga tak bersalah.
# Birokrasi atau aparat kekuasaan: selain karena distorsi peraturan perundang-undangan, pengendalian kebebasan pers oleh pemerintahan juga bisa terjadi melalui perilaku aparat. Pada masa orba, ada beragam perilaku aparat yang berusaha mengendalikan kebebasan pers, antara lain dilakukan dengan cara mengirimkan teguran kepada redaksi, melakukan kekerasan fisik kepada wartawan, hingga pembunuhan wartawan. Contoh: anggota DPRD kota Cirebon Udin Saefullah mengamuk di gedung wakil rakyat yang tak terima usai muncul pemberitaan di media massa lokal yang menyebut dirinya tidak kunjung mundur meski sudah mendaftarkan sebagai salah satu bakal calon legeslatif dari partai Hanura. Dia bahkan mengancam akan memukul wartawan jika tetap mengungkit-ungkit posisinya sebagai anggota DPRD.
# Tindakan main hakim sendiri masyarakat kepada media: kebebasan pers yang dijamin oleh UU No.40 tahun 1999 ternyata digunakan secara tidak bertanggungjawab oleh sebagian media massa. Kebebasan tersebut dimanfaatkan untuk mengumbar sensasi. Sejumlah individu atau kelompok masyarakat merasa dirugikan oleh pemberitaan tersebut. mereka menghukum pers dengan cara mendatangi kantor media kemudian melakukan ancaman dan teror, melakukan pemganiayaan  terhadap wartawan, hingga perusakan kantor media. Contoh: pada saat pemilu presiden berlangsung pada tahun 2014 yang lalu, hasil pemungutan suara yang diberitakan pada stasiun TVOne dengan stasiun TV yang lain mengalami perbedaan hasil polling suara. Sehingga masyarakat mengalami kebingungan dalam perhitungan cepat tersebut, dan pada akhirnya terdapat masyarakat yang melakukan aksi protes kepada stasiun TVOne dengan mengkritiknya.
# Perilaku pers sendiri. dalam praktiknya, ternyata tidak hanya faktor diluar pers yang potensial mengendalikan kekerasan pers, seperti perundang-undangan, tindakaan aparat, pengendalian kebebasan pers ternyata bersumber dari perusahaan pers itu sendiri. Media tersebut cenderung menyajikan sisi hiburan daripada memberikan informasi, berita politik cenderung disajikan mengupas pribadi politisi ketimbang pemikiran dan kinerjanya, berita yang disajikan cenderung miskin makna dan menjadikan pembaca bersikap sinis terhadap realitas kehidupan sehari-hari. Contoh: seperti media elektronik MNCTV, pada media tersebut selalu menyajikan mengenai kelebihan pemilik dari media tersebut yaitu Harry Tanoesodibjo, hal tersebut dilakukan oleh media tersebut karena sang pemilik ingin mencalonkan presiden pada periode pemilihan berikutnya. Namun setelah terkuat kasus Antasari yang menyeret namanya, maka citra baik dari Harry Tanoesodibjo di masyarakat sedikit tercoreng. Hal tersebut dapat dipastikan bahwa media tersebut kurang adanya profesionalisme dalam hal penyiaran iklan dan selalu memihak kepada pemiliknya sendiri dan tidak bersikap netral.