Laurensius: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
k Bot: Perubahan kosmetika
k Bot: Penggantian teks otomatis (-  + )
Baris 30:
Laurensius lahir pada abad III di Via Tiburtino, Roma, dari keluarga bangsawan yang kaya. Ayahnya bernama Crence dan ibunya Patience. Pada waktu itu orang Kristen sudah mempunyai banyak pengikut, namun masih menderita banyak kesukaran, terutama dari penguasa Romawi yang kejam. Kaisar Romawi pada waktu itu adalah Valerianus yang menuntut penyembahan dewa-dewa kepada semua warganya. Padahal orang-orang Kristen dengan giatnya menyebarkan Injil, yang bertentangan dengan penyembahan dewa-dewa. Maka, mereka pun menghadapi risiko yang amat besar. Banyak dari mereka yang kemudian ditangkap dan dibunuh atas perintah kaisar.
 
Ketika itu Laurensius belum dibaptis, namun ia amat tertarik kepada ajaran Kristus. Ia sering pergi ke Gereja dan mendengarkan dengan tekun khotbah dan pengajaran Katolik, sehingga ia pun layak dipermandikan. Kemudian Laurensius menjadi seorang Katolik yang amat saleh dan bersemangat untuk menyebarkan agamanya. Selain saleh, ia juga didapati amat dekat dengan rakyat jelata. Oleh karena kebaikannya ini, Paus Sixtus II (257-258) berkenan mengangkatnya menjadi diakon. Laurensius termasuk salah satu dari ketujuh diakon agung yang membantu Sri Paus di Roma. Oleh Paus Sixtus,  Laurensius ditugaskan mengurus harta kekayaan Gereja dan membagi-bagikan derma kepada para fakir miskin di seluruh kota Roma. Ia menunaikan tugasnya dengan sabar, penuh cintakasih, dan halus budi. Ia berhasil menarik orang-orang tak terpelajar dan kaum miskin ke Gereja. Tentu saja Kaisar menjadi marah sekali mendengar itu semua dan semakin gigih mengejar umat Kristen. Penganiayaan dan pengejaran itu meluas ke seluruh kota Roma, hingga Yang Mulia Bapa Suci pun terpaksa berdiam di bawah tanah di dalam katakombe. Di dalam katakombe-katakombe itulah para imam mengurbankan Misa suci.
 
Pada tanggal 6 Agustus 258, katakombe Praetextatus masih gelap. Di segala penjuru sunyi senyap, pintu batu yang menganga lebar tidak pula ditembusi sinar terang. Tiba-tiba orang yang menjaga pintu melihat nyala lilin di dalam kegelapan. Ia bangkit tegak berdiri, siap dengan senjatanya. Nyala lilin makin mendekat, 8 orang tampak bersama-sama mendekati pintu “''Pax Christi'', Salam Kristus bagimu,” bisik si penjaga pintu. Serentak mereka memberikan jawaban,  ''“Pax Christi.”''  Penjaga pintu pun berlutut, ketakutannya lenyap. Kedelapan orang itu lalu masuk ke bagian paling dalam dari katakombe. Di tempat itulah Sri Paus Sixtus II hendak mempersembahkan Misa.
 
Lilin di kanan kiri altar telah dinyalakan. Misa dimulai, imam Quartus, diakon Laurensius yang jenaka, serta keenam diakon lainnya dengan khidmat berlutut di depan altar.  ''“Kyrie eleison… Christe eleison….,”''berbagai doa permohonan turut serta dipanjatkan ke hadirat Tuhan. Ketika Misa sampai pada Gloria… tiba-tiba terdengarlah jerit penjaga pintu, suaranya tercekik, tak jelas, minta tolong…! Jeritan disusul teriakan dahsyat bergema di segala penjuru katakombe.
 
Segerombolan serdadu ganas telah masuk ke kapel di katakombe; jalan masuk telah mereka temukan. Penjaga pintu mereka bunuh. Dengan kasar ditariknyalah Sri Paus Sixtus II dari altar suci. Sebentar saja kedua tangan beliau telah terikat erat-erat bersilang di belakang. Ketujuh orang diakon dan imam berusaha menolong tetapi jumlah serdadu jauh lebih banyak dan bersenjata lengkap sehingga tak lama mereka pun ikut terbelenggu semua.
Baris 60:
“Kudoakan, jangan berkecil hati. Tak lama lagi engkau akan menyusul aku ke hadirat Tuhan. Bahkan penderitaanmu akan lebih besar dari ini. Tinggallah sebentar. Bagikanlah derma dan dana yang ada pada Gereja ke-pada orang-orang miskin. Sudah Laurensius, sekian!”
 
Sang algojo pun sudah tak sabar, kapak diangkat tinggi-tinggi, dan… kepala Bapa Suci pun terguling jatuh ke tanah.  Laurensius tak bergerak, air matanya meleleh jatuh ke pangkuannya. Tak lama kemudian Laurensius pun dibawa kembali ke hadapan pengadilan wali kota. Tentunya wali kota Roma sangat senang melihat Laurensius dihadapkan kembali kepadanya. Mukanya berseri-seri seolah-olah tak tahu menahu akan kepedihan hati Laurensius.
 
“Saudaraku Laurensius, saya merasa kasihan padamu. Kau masih muda, tampan pula rupamu. Janganlah kau bertegar hati dengan kepercayaanmu itu.”
Baris 90:
Serentak mereka semua berlutut bersyukur, “Terima kasih, ya Tuhan.”
 
“Hai saudara-saudariku, hanya satu permintaanku kepadamu. Datanglah besok pagi kekoloseum  menghadap pengadilan kota Roma,” demikian Laurensius melanjutkan.
 
“Akan dihukumkah kami?” tanya orang-orang miskin itu.
Baris 106:
“Semuanya telah kubawa ke sini. Lihatlah, semuanya telah sedia!”
 
Di dekat  koloseum  orang-orang yang datang bersama Diakon Laurensius telah tak sabar lagi menanti, gaduh benar suaranya. Wali kota pun dengan diiringi Laurensius datang ke tempat orang-orang itu berkumpul.
 
“Mana harta benda yang kaukatakan tadi?”
Baris 116:
Serdadu pun menangkap Laurensius, menanggalkan bajunya, dan menariknya ke atas penggorengan. Kaki tangannya terikat erat pada sisi-sisi tempat tidur besi. Orang-orang miskin yang hadir di situ terkejut mendengar keputusan ini. Mereka berusaha membela Laurensius dan melepaskannya, tetapi tak berdaya melawan para serdadu yang bersenjata lengkap. Dengan menggerutu wali kota duduk di dekat penggorengan tempat Laurensius terentang. Di sekeliling tempat itu para pembesar kota juga telah hadir untuk menyaksikan pertunjukan yang sangat mengerikan itu.
 
Wali kota berdiri tegak dan dengan garang memandang Laurensius, “Algojo! Ambil alat penyesahmu. Cambuk orang gila ini sampai sepuasmu!”  Walau tubuh Laurensius ge-etar penuh luka, namun wajahnya tetap tersenyum. “Ya Tuhan, kuatkanlah hambamu ini,” bisiknya dalam hati. Para penonton kagum, mereka menggeleng-gelengkan kepala. Wali kota semakin marah, ia merasa terhina. “Ambil kayu bakar, nyalakan api di bawah penggorengan itu!”
 
Kayu mulai menyala dan dengan perlahan membakar daging Laurensius sedikit demi sedikit. Namun, wajah Laurensius yang menatap orang-orang di sekelilingnya memancarkan sinar yang indah. Setelah penderitaan yang lama, ia berpaling kepada wali kota dan berkata dengan senyum yang gembira, “Hai, Tuan Wali kota yang mulia! Suruhlah serdadu-serdadumu ini membalikkan tubuhku ini, sebab yang sebelah bawah telah masak. Suruhlah balikkan agar yang sebelah lain masak juga!” Dengan marah dan geram wali kota berteriak, “Serdadu, besarkan api! Buat api berkobar-kobar, seganas mungkin!”
Baris 128:
Karunia-karunia kecil diberikan kepada orang-orang yang berdoa dengan perantaraan St. Laurensius supaya mereka terdorong untuk memohon karunia yang lebih besar, yaitu cinta kasih kepada sesama dan kesetiaan kepada Kristus.
 
''“Jiwaku melekat pada-Mu, ya Tuhan, dan tubuhku dipanggang demi nama-Mu.”'' 
 
Sumber  :  <nowiki>http://www.carmelia.net</nowiki>
 
== Pranala luar ==