Tafsir: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
AMA Ptk (bicara | kontrib)
AMA Ptk (bicara | kontrib)
Tidak ada ringkasan suntingan
Baris 4:
{{cakupan}}
'''Tafsir''' menurut bahasa adalah penjelasan atau keterangan, seperti yang bisa dipahami dari Quran S. Al-Furqan: 33. ucapan yang telah ditafsirkan berarti ucapan yang tegas dan jelas.
 
== Cara penafsiran ==
Dalam menafsirkan Quran, ada cara [[Ibnu Taimiyyah]] yang dikutip Buya Hamka dalam ''Tafsir al-Azhar''-nya. Pertama ayat dengan ayat, kalau meragu akan makna suatu ayat, sambungkan dengan ayat lainnya. [[Buya Hamka]] mengambil contoh [[Surat Thaha]] ayat 67, dan merincikannya dengan [[Surat al-A'raf]] ayat 116. Sehingga, ayat yang ''mujmal'' (atau umum) dirincikan dengan ayat lain yang ''mufashshal'' (atau merinci).<ref name=hamka31>Hamkab(1967), hlm.30{{spaced ndash}}32.</ref> Dilanjutkan oleh [[Sunnah]]. Kemudian kepada tafsiran para sahabat Rasulullah, kemudian kalau tidak ada, kepada pendapat tabiin —itupun harus dengan disaring dulu, dicari mana yang paling dekat dengan Quran dan Sunnah.<ref name=hamka31/>
 
Menurut [[Buya Hamka]] dalam ''Tafsir al-Azhar'', dalam menafsirkan al-Quran, maka yang utama adalah berdasar kepada [[Sunnah]], yakni segala perkataan (''aqwal'') maupun perbuatan (''af'al'') Rasulullah dan perbuatan orang lain —yakni sahabat-sahabatnya RA— yang disetujui oleh beliau. Karena itulah seseorang tidak boleh menafsirkan Al-Quran dengan berlawanan kepada Sunnah.<ref name=H2122>Hamka (1967), hlm.21{{spaced ndash}}22.</ref> Karena itu pula, orang yang menafsir Quran dengan ayat-ayat hukum tak berpedoman kepada Sunnah Rasul, maka dia tidak berpedoman kepada syariat. Tidak bisa berdasar kepada kehendaknya sendiri. Menurutnya, ini dikecualikan untuk nash Quran yang tak perlu tafsiran, karena sudah sangat jelas, tapi bertemu hadits ahad yang bukan [[hadits masyhur]], sedang isinya berlawanan dengan nash yang jelas dari Quran.<ref name=H2122/>