Perbudakan di Amerika Serikat: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
k Bot: Penggantian teks otomatis (- di hari + pada hari)
k Bot: Penggantian teks otomatis (- di tahun + pada tahun)
Baris 211:
Sejarawan [[Lawrence M. Friedman]] menulis: "Sepuluh undang-undang Selatan menyatakan bahwa perlakuan buruk terhadap seorang budak merupakan tindak pidana. ... Menurut Kitab Undang-Undang Perdata Louisiana (''Louisiana Civil Code'') tahun 1825 (pasal 192) menyatakan bahwa jika sang majikan "divonis memperlakukan budak secara kejam", maka hakim boleh menuruhnya menjual si budak, maksudnya mungkin ke seorang majikan yang lebih baik".
 
Karena hubungan kekuasaan perlembagaan budak ini, budak-budak perempuan di AS memilki risiko tinggi diperkosa atau dilecehkan secara seksual. Banyak budak melawan dan beberapa tewas melawan. Yang lain terluka baik secara fisik maupun psikologis karena serangan ini. Pelecehan seksual terhadap budak terutama berakar di kebudayaan Selatan yang patriarkal yang menganggap perempuan berkulit hitam sebagai properti atau budak saja. Kebudayaan Selatan melarang secara keras hubungan seks antara wanita kulit putih dan pria hitam berdasarkan kemurnian ras, tetapi sebelum akhir abad ke-18, banyaknya budak blasteran dan anak-anak budak blasteran menunjukkan bahwa pria putih sering menyalahgunakan wanita hitam. Para duda penanam yang kaya seperti [[John Wayles]] dan menantunya [[Thomas Jefferson]] mengambil budak perempuan sebagai selir, kedua-kedua memiliki enam anak dengan pasangan mereka: Elizabeth Hemings dan anak perempuannya, [[Sally Hemings]]. Sally Hemings adalah saudari sebapak, mendiang istri Thomas Jefferson. Baik Mary Chesnut dan Fanny Kemble, kedua-duanya istri penanam, menulis mengenai permasalahan seperti ini dipada tahun-tahun sebelum [[Perang Saudara Amerika Serikat]] di Wilayah Selatan. Kadangkala para penanam menggunakan budak blasteran ini sebagai pelayan rumah tangga atau pengrajin tersayang karena mereka merupakan anak mereka sendiri atau masih ada hubungan saudara.
 
Sementara keadaan kehidupan budak bisa dikatakan buruk sesuai standar modern, [[Robert Fogel]] mengutarakan bahwa semua pekerja, baik budak maupun bebas, kehidupannya sengsara pada paruh pertama abad ke-19.