Perbudakan di Amerika Serikat: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
k Bot: Perubahan kosmetika
k Bot: Penggantian teks otomatis (- di hari + pada hari)
Baris 435:
 
=== "Suatu kebaikan yang positif" ===
Namun, dengan semakin bertambahnya pergolakan [[abolisionisme]] dan sistem penanaman mulai berekspansi, maka permintaan maaf untuk perbudakan menjadi semakin pudar di Selatan. Lalu permintaan maaf ini berada di balik bayangan pernyataan-pernyataan bahwa perbudakan merupakan suatu siasat yang menguntungkan bagi pengendalian tenaga kerja. [[John C. Calhoun]] dalam pidatonya yang termasyhur di Senat pada tahun 1837 menyatakan bahwa perbudakan "tidaklah buruk, melainkan baik – sebuah kebaikan positif." Calhoun mendukung pendapatnya ini dengan alasan berikut: di setiap masyarakat yang beradab, satu bagian dari masyarakat harus selalu hidup untuk bekerja bagi yang lain; pelajaran, sains, dan seni semuanya dibangun di atas waktu luang; seorang budak Afrika yang diperlakukan secara baik oleh majikan pria dan wanitanya serta diurusi dipada hari tua, kondisinya lebih baik daripada para buruh yang bebas di Eropa, dan selain itu di bawah sebuah sistem perbudakan, konflik antara kapital dan buruh dihindari. Segi positif perbudakan di sisi ini, ia simpulkan, "akan menjadi semakin lebih jelas, jika dibiarkan begitu saja dan tidak diganggu dari luar sementara negara ini akan maju kesejehteraannya dan jumlahnya."
 
Orang-orang lainnya yang pendapatnya berubah dari keburukan yang diperlukan menjadi kebaikan positif adalah [[James Henry Hammond]] dan [[George Fitzhugh]]. Mereka menyajikan beberapa alasan untuk membela perbudakan di Selatan. Hammond, seperti Calhoun percaya bahwa perbudakan diperlukan untuk membangun masyarakat secara utuh. Dalam sebuah pidato di Senat pada tanggal 4 Maret 1858 Hammond mengembangkan teori ambang lumpurnya ([[bahasa Inggris]] ''mudsill'') dalam membela pendapatnya mengenai perbudakan, "Kelas seperti ini kita harus punya, atau kalau tidak maka kelas yang lain yang menuju ke kemajuan, peradaban dan kehalusan tidak akan kita punyai. Hal ini mewujudkan ambang lumpur masyarakat dan pemerintahan politik kita; kalian coba membangun rumah di udara, sebab hanya bisa dibangun di atas ambang lumpur." Hammond percaya bahwa di setiap kelas harus ada sebuah kelompok yang mengerjakan semua pekerjaan kasar, sebab tanpa mereka, para pemimpin masyarakat tidak bisa maju. Ia berpendapat bahwa para buruh dari Utara yang disewa juga merupakan budak: "Perbedaannya ialah ..., budak-budak kita disewa seumur hidup dan diupahi dengan cukup, tidak ada kelaparan, tidak ada yang mengemis, tidak ada pengangguran," sementara mereka yang di Utara harus mencari pekerjaan. George Fitzhugh, seperti banyak orang berkulit putih lainnya di zamannya, percaya terhadap rasisme dan menggunakan kepercayaannya ini untuk membenarkan perbudakan. Ia menulis: "si Negro itu tidak lain adalah seorang anak yang besar dan harus diatur seperti seorang anak." Dalam ''The Universal Law of Slavery'' Fitzhuhg mengutarakan pendapatnya bahwa perbudakan memberikan semuanya yang diperlukan untuk hidup dan bahwa seorang budak tidak akan bisa bertahan hidup di sebuah dunia yang bebas karena ia itu pemalas dan tidak bisa bersaing dengan Ras Eropa berkulit putih yang pandai. Ia menyatakan bahwa para budak berkulit hitam dari Selatan adalah bangsa yang paling bahagia dan dalam beberapa segi yang paling bebas di dunia. Tanpa Wilayah Selatan, maka "Ia akan menjadi beban berat bagi masyarakat" dan "Masyarakat punya hak untuk mencegah hal ini dan hanya bisa melakukannya dengan menundukkannya ke perbudakan rumah tangga."