Tipiṭaka: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Mouche (bicara | kontrib)
Bettychen84 (bicara | kontrib)
kTidak ada ringkasan suntingan
Baris 24:
Beberapa minggu setelah Sang [[Siddharta Gautama|Buddha]] wafat (483 SM) seorang Bhikkhu tua yang tidak disiplin bernama [[Subhaddha]] berkata : "''Janganlah bersedih kawan-kawan, janganlah meratap, sekarang kita terbebas dari Pertapa Agung yang tidak akan lagi memberitahu kita apa yang sesuai untuk dilakukan dan apa yang tidak, yang membuat hidup kita menderita, tetapi sekarang kita dapat berbuat apa pun yang kita senangi dan tidak berbuat apa yang tidak kita senangi''" ([[Vinaya Pitaka]] II,284). Maha [[Kassapa Thera]] setelah mendengar kata-kata itu memutuskan untuk mengadakan Pesamuan Agung (Konsili) di [[Rajagaha]].
 
Dengan bantuan Raja [[Ajatasattu]] dari [[Magadha]], 500 orang [[Arahat]] berkumpul di Gua [[Sattapanni]] dekat [[Rajagaha]] untuk mengumpulkan ajaran Sang Buddha yang telah dibabarkan selama ini dan menyusunnya secara sistematis. Yang Ariya [[Ananda]], siswa terdekat [[Sang Buddha]], mendapat kehormatan untuk mengulang kembali khotbah-khotbah Sang Buddha dan Yang Ariya [[Upali]] mengulang [[Vinaya]] (peraturan-peraturan). Dalam Pesamuan Agung Pertama inilah dikumpulkan seluruh ajaran yang kini dikenal sebagai Kitab Suci [[Tipitaka]] ([Pali). Mereka yang mengikuti ajaran Sang Buddha seperti tersebut dalam Kitab Suci Tipitaka (Pali) disebut Pemeliharaan Kemurnian Ajaran sebagaimana sabda Sang Buddha yang terakhir: "''Jadikanlah [[Dhamma]] dan [[Vinaya]] sebagai pelita dan pelindung bagi dirimu''".
 
Pada mulanya Tipitaka (Pali) ini diwariskan secara lisan dari satu generasi ke genarasi berikutnya. Satu abad kemudian terdapat sekelompok Bhikkhu yang berniat hendak mengubah [[Vinaya]]. Menghadapi usaha ini, para Bhikkhu yang ingin mempertahankan [[Dhamma]] - [[Vinaya]] sebagaimana diwariskan oleh Sang Buddha Gotama menyelenggarakan Pesamuan Agung Kedua dengan bantuan Raja [[Kalasoka]] di [[Vesali]], di mana isi Kitab Suci Tipitaka (Pali) diucapkan ulang oleh 700 orang [[Arahat]]. Kelompok Bhikkhu yang memegang teguh kemurnian [[Dhamma]] - [[Vinaya]] ini menamakan diri [[Sthaviravada]], yang kelak disebut [[Theravada|Theravãda]]. Sedangkan kelompok [[Bhikkhu]] yang ingin mengubah [[Vinaya]] menamakan diri [[Mahasanghika]], yang kelak berkembang menjadi mazhab [[Mahayana]]. Jadi, seabad setelah Sang Buddha Gotama wafat, Agama Buddha terbagi menjadi 2 mazhab besar [[Theravada|Theravãda]] dan [[Mahayana]].